NOTA PEMBELAAN / PLEDOI PERKARA IPAD DIAN RANDY

 

 

 

 

 

——————-   NOTA  PEMBELAAN   ——————-

 

 

 

 

ATAS  NAMA 

 

TERDAKWA – I   :   RANDY LESTER SAMU SAMU

                      TERDAKWA II   :   DIAN YUDHA NEGARA

 

DALAM  PERKARA  REG. NO. 906/Pid.B/2011/PN.Jkt.Pst.

 

 

 

 

PENGADILAN   NEGERI   JAKARTA PUSAT

 

20    SEPTEMBER   2011

 

 

 

DISUSUN OLEH:

 

 

 

TIM   PENASEHAT  HUKUM  –  TERDAKWA

 

 

DIDIT WIJAYANTO, SH, SE, MBA                                           ALEXANDER LAY, SH, LLM                

 

ERDIANA, SH                                                                          RISTAN SIMBOLON, SH

 

HANUNG HUDIONO, SH                                                        VIRZA ROY VIZZAL, SH, MH

 

DURAKIM, SH                                                                         IQBAL ALIF MAULANA, SH

 

VICKTOR DEDY SUKMA, SH                                                   HADI SYARONI , SH

 

RM. JOKO PURBOYO, SH                                                       YUDA SANJAYA, SH

 

P  L  E  I  D  O  I

 

1.      Dalam perkara pidana reg. no: 906/Pid.B/2011/PN.Jkt.Pst., atas nama Terdakwa I dan II, masing-masing dengan identitas lengkap sebagai berikut:

 

 

 

I.        N a m a                :    Randy Lester Samu Samu

Tempat Lahir       :    Jakarta

Umur / Tgl. Lahir :    28 tahun / 06 Mei 1983

Jenis Kelamin       :    Laki-Laki

K e b a n g s a a n     :  I n d o n e s i a

A l a m a t            :    Puri Gading Villa Legian G 05/12 Rt.004/011, Kelurahan Jati Melati

Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi

A g a m a             :    Kristen

P e k e r j a a n    :    Swasta

P e n d i d i k a n  :    S-1

 

II.      N a m a                :    Dian Yudha Negara

Tempat Lahir       :    Jakarta

Umur / Tgl. Lahir :    42 tahun / 12 Desember 1969

Jenis Kelamin       :    Laki-Laki

K e b a n g s a a n     :  I n d o n e s i a

A l a m a t            :    Komplek Hankam Jl. Betet H.45 Rt/RW 003/002, Kelurahan Palmerah

Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat

A g a m a             :    Islam

P e k e r j a a n    :    Swasta

P e n d i d i k a n  :    S-1

 

 

2.      P e n a h a n a n

–       Penyidik                  : Tidak dilakukan penahanan;

–       Penuntut Umum     : Sejak tanggal 03 Mei 2011 s/d 05 Juli 2011

–       Ditangguhkan Penahanannya sejak tanggal 05 Juli 2011;

 

3.                  Didakwa Melanggar 

 

Kesatu             :   Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1) huruf j UU RI No.8/1999 tentang Perlindungan

Konsumen jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;

                                                            atau

Kedua             :    Pasal 52 jo. pasal 32 (1) UU RI No.36/1999 tentang Telekomunikasi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;

DAFTAR  ISI

 

 

 

I.              PENDAHULUAN………………………………………………………………………………………… hal. 4 s/d 6

 

II.            KEBERATAN – KEBERATAN TERHADAP BERKAS PERKARA

DAN PROSES PERSIDANGAN………………………………………………………………………. hal. 7 s/d 9

 

III.          FAKTA-FAKTA  PERSIDANGAN………………………………………………………………….. hal. 10 s/d 34

 

IV.          ANALISA FAKTA PERSIDANGAN………………………………………………………………… hal. 35 s/d 38

 

V.            ANALISA YURIDIS…………………………………………………………………………………… hal. 39 s/d 56

 

VI.          TANGGAPAN ATAS SURAT TUNTUTAN JPU ………………………………………………. hal. 57 s/d 65

 

VII.        KESIMPULAN…………………………………………………………………………………………………… hal. 66

 

VIII.      PENUTUP ……………………………………………………………………………………………… hal. 67 s/d 69

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

I.             PENDAHULUAN

 

 

 

Yth. Majelis Hakim yang kami mulyakan

Yth., Sdr. Penuntut Umum

Sidang yang mulya,

 

 

Pertama-tama kami haturkan Puji Syukur dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah mengizinkan terselenggaranya pemeriksaan persidangan ini hingga selesai.

 

Sebelum kami memasuki materi pembelaan ini, terlebih dahulu kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Yth., Majelis Hakim atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk menyampaikan Nota Pembelaan ini.

 

Ucapan terima kasih juga kami sampaikan secara khusus kepada Yth., Ketua Majelis Hakim yang telah memimpin jalannya persidangan ini dengan cermat dan penuh kebijaksanaan, sehingga telah dapat diperoleh fakta hukum dan gambaran yang jelas tentang duduk perkara yang sebenarnya, walaupun apa yang terbaca pada Surat Tuntutan Penuntut Umum nampaknya sangat berbeda dengan pandangan kami berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan.

 

Namun demikian, dengan segala ketulusan hati kami juga menyampaikan rasa terima kasih kami kepada Penuntut Umum, yang kami yakini kehadirannya dalam persidangan ini adalah semata-mata untuk menegakan keadilan khususnya bagi para Terdakwa.

 

Kami sampaikan rasa penghargaan atas jerih payah dari Penuntut Umum selama ini yang dengan gigih berupaya keras membuktikan kesalahan para Terdakwa agar dapat dijatuhi sanksi sesuai dengan yang diharapkan Penuntut Umum. Begitu gigihnya Penuntut Umum sehingga menyebabkan kekeliruan bahkan mengabaikan serangkaian kondisi-kondisi yang diyakni adalah palsu yang secara nyata dan jelas tercantum pada beberapa dokumen di dalam berkas perkara pidana a quo sehingga yang seharusnya Penuntut Umum sejak awal telah menggunakan nuraninya untuk menolak perkara pidana a quo dilimpahkan ke persidangan, dan terungkapnya kondisi-kondisi palsu mana yang dalam penguraian fakta-fakta yang secara tegas kami tolak dan akan dibuktikan pada saatnya nanti.

 

Sebagaimana yang telah kami sampaikan di atas, kami tidak pernah meragukan itikad baik Penuntut Umum, apa yang kami khawatirkan adalah kemandiriannya didalam membuat Surat Tuntutan, apakah memang telah dengan sungguh-sungguh pula menggunakan nurani yang paling dalam. Apakah Penuntut Umum menyadari bahwa ini adalah persidangan yang mulya untuk menegakkan hukum, tempat kita semua menggantungkan harapan atas harkat dan martabat kita sebagai manusia seutuhnya dan bukan hanya suatu panggung arena untuk mempermainkan nasib orang semata?

 

Bahwa sebagai suatu komitmen awal dari suatu proses penegakan hukum pidana yang tersumber pada kasus Sengkon dan Karta, maka hukum acara pidana bertujuan untuk menjaga agar proses peradilan tidak melanggar hak-hak tersangka dan atau terdakwa dalam rangka mencari kebenaran materiil, sehingga proses penegakan hukum pidana tersebut haruslah dengan tidak melanggar hak-hak dari tersangka dan atau terdakwa sebagaimana yang telah diatur dalam hukum acara pidana serta hak azasi terdakwa selaku Warga Negara RI sebagaimana yang telah diatur dalam UU RI No.39 tahun 1999 serta yang telah dijamin oleh pasal 28UUD RI 1945 tentang hak azasi manusia, sehingga dalam proses peradilan hukum pidana haruslah memperhatikan secara keseluruhan dari azas-azas, doktrin serta berbagai peraturan hukum yang berkaitan dengan acara pidana.

 

Sebagaimana yang kita ketahui, sesuai dengan pasal 1 butir (1) KUHAP, Penyidik adalah pihak yang mengumpulkan alat bukti atau fakta-fakta hukum atas dugaan terjadinya suatu tindak pidana serta mencari siapa pelakunya, sedangkan Saksi adalah orang yang mengetahui, mengalami, melihat dan atau mendengar sendiri atas suatu peristiwa, sesuai dengan pasal 1 butir (27) KUHAP, sehingga keterangan dari Saksi akan menjadi Alat Bukti dalam suatu perkara pidana. Alat Bukti berupa Keterangan Saksi inilah yang merupakan hasil kerja dari penyidik dan yang akan diuji nantinya di pemeriksaan persidangan.

 

Bagaimana dengan proses peradilan dalam perkara pidana a quo? Kami selaku tim penasehat hukum kedua Terdakwa sungguh sangat terkejut, karena baru sekali ini mengetahui terjadinya peran ganda yang dilakukan oleh penyidik, ini sungguh luar biasa! Para penyidik saling bertukar tempat diantara penyidik dan saling memeriksa ketika rekannya berperan sebagai saksi! Kami sempat terpikir, kalau saja –quod non–  rekan-rekan tim penasehat hukum kebetulan hadir pada saat kedua terdakwa ditangkap oleh para penyidik, tentunya sah-sah saja rekan-rekan dari tim penasehat hukum menjadi saksi, namun yang jadi pertanyaan disini adalah: “apakah rekan-rekan tim penasehat hukum yang tercatat sebagai saksi selanjutnya akan tetap diperkenankan menjadi tim penasehat hukum sampai dengan proses peradilan ini selesai?” sudah pasti jawabannya adalah: “Tidak diperkenankan!”

 

Nah bagaimana seandainya –quod non– apabila ternyata yang juga kebetulan hadir dan menyaksikan dan mengetahui permasalahan dan atau penangkapan kedua terdakwa ini adalah Jaksa dan atau Hakim, sehingga Jaksa dan atau Hakim juga tercatat sebagai saksi di dalam berkas perkara, apakah diperkenankan pula Jaksa tersebut menjadi Penuntut Umum dalam perkara pidana a quo? Sedangkan Hakim yang tercatat pula sebagai saksi dalam berkas perkara, apakah juga akan diperkenankan menjadi anggota Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara pidana a quo? Kami, tim penasehat hukum berkeyakinan bahwa, hal tersebut tidak mungkin diperkenankan! Nah, kalau demikian, mengapa penyidik diperkenankan berperan ganda menjadi saksi dalam perkara pidana a quo?   Apakah ini bukan merupakan suatu pelanggaran yang luar biasa terhadap penegakkan hukum?

Mengutip pendapat-pendapat para pakar di bidang hukum dan ekonomi, hati kami tambah miris mendengarnya, pendapat mana sebagai berikut:

 

Dr. Arbijoto SH MH LLM, mantan Hakim Agung  menyatakan hal tersebut sebagai “abuse of poweryang telah dilakukan oleh penguasa, dalam hal ini penyidik;

 

Antonius Sujata SH MH, mantan JAM PidSus yang juga mantan Ketua Ombudsman Republik Indonesia dalam suratnya mengatakan bahwa, perkara ini adalah perkara jadi-jadian yang lazim disebut “kriminalisasi”;

 

Faisal Basri SE MA, pakar ekonomi menyatakan bahwa, tindakan aparat penegak hukum yang demikian justru dapat berdampak buruk terhadap perekonomian negara, bukannya menyelamatkan perekonomian negara.

 

Ketika berkas dinyatakan lengkap P-21 oleh Jaksa Peneliti, dan kedua terdakwa diserahkan oleh penyidik ke Penuntut Umum, lengkaplah sudah penderitaan kedua terdakwa tersebut, karena status mereka berdua yang sebelumnya dinilai kooperatif dan patuh hukum, ternyata dinilai berbeda oleh Penuntut Umum, yaitu: status keduanya harus masuk hotel prodeo selama 65 (enam puluh lima) hari! Kedua terdakwa sempat terbengong-bengong pada saat itu namun entah harus berteriak kepada siapa pada saat digelandang masuk Rutan Salemba dengan tanpa didampingi Penasehat Hukum,.

 

Bahwa penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam hukum acara pidana, namun penahanan tidaklah wajib dilakukan oleh aparat penegak hukum namun dengan mempertimbangkan alasan obyektif dan subyektif dalam perkara pidana yakni sebagai berikut:

 

–    alasan obyektif, mengacu kepada pasal 21 ayat (4) huruf a KUHAP yakni, terdapatnya pasal dakwaan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;

 

–    alasan subyektif, mengacu kepada pasal 21 ayat (1) KUHAP yakni, penahanan dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana;

 

Bahwa apabila melihat alasan obyektif, maka memang benar ancaman pidana penjara dari dakwaan kesatu adalah lima tahun sehingga telah menjadi kewenangan aparat penegak hukum, namun ternyata penyidik Polda Metro Jaya tidaklah menggunakan kewenangannya tersebut untuk melakukan penahanan terhadap diri kedua Terdakwa, dan lebih mengutamakan alasan subyektif, yakni: kedua terdakwa memiliki keluarga serta pekerjaan yang nyata dan jelas, alamat tempat tinggalnya juga jelas dan diketahui, sangat kooperatif dan tidak pernah mempersulit proses penyidikan sehingga kekhawatiran untuk melarikan diri adalah sangat minim, tidaklah mungkin merusak atau menghilangkan barang bukti karena barang bukti berupa ke-8 unit IPAD telah disita oleh penyidik, serta sangat kecil kemungkinannya untuk mengulangi tindak pidana karena kedua terdakwa hanya memiliki ke-8 unit IPAD tersebut.

 

Berdasarkan hal-hal tersebut maka terhadap diri kedua terdakwa tidaklah dilakukan penahanan oleh penyidik, hal tersebut juga terungkap di persidangan pada saat Ipda Dimas Ferry Anuraga, penyidik dalam perkara pidana a quo menyatakan hal tersebut, namun yang menjadi pertanyaan adalah, apakah alasan sesungguhnya Penuntut Umum memutuskan untuk melakukan penahanan terhadap diri kedua terdakwa?  syukurlah pada hari Selasa tanggal 05 Juli 2011 lalu, Yang Mulya Majelis Hakim yang telah tergerak hatinya melihat penderitaan yang dialami kedua terdakwa sehingga dengan arief dan bijaksana melepaskan keduanya dari balik jeruji besi yang dingin.

 

Bahwa kepentingan aparat penegak hukum melakukan penahanan terhadap tersangka atau terdakwa adalah untuk kepentingan pemeriksaan, mencermati bahwa pemeriksaan terhadap kedua Terdakwa jelas dilakukan dalam tingkat penyidikan, namun ternyata penyidik tidak melakukan penahanan; sedangkan pemeriksaan dilakukan kembali terhadap kedua terdakwa di persidangan, namun ternyata Majelis Hakim percaya bahwa kedua terdakwa akan kooperatif sehingga melepaskan belenggu penjara atas diri kedua terdakwa;

 

Dalam proses penuntutan, kewenangan penahanan beralih kepada Penuntut Umum (setelah pelimpahan tahap II), namun perlu dipahami bahwa Penuntut Umum TIDAK MELAKUKAN PEMERIKSAAN terhadap tersangka yang telah beralih status menjadi calon terdakwa; jadi sebenarnya, apa motivasi Penuntut Umum melakukan penahanan terhadap diri kedua terdakwa?

 

Quo Vadis, hai penegakkan hukum di negara kita yang tercinta ini?

 

Kami sangat-sangatlah merasa miris, prihatin, dan perasaan kami sangatlah galau melihat hari demi hari aparat penegak hukum kita ternyata makin tidak menggunakan hati nurani yang paling dalam dan telah bermetamorfosis menjadi “Aparat Pembelok Hukum”……   !

Apakah dunia peradilan terus menerus akan menjadi panggung sandiwara yang mempermainkan nasib manusia, yang sesungguhnya harus dilindungi, diberi rasa aman dari hakekat pembentukan hukum itu sendiri ?

 

Yth., Majelis Hakim yang kami Mulyakan;

Yth., Sdr. Penuntut Umum;

Sidang yang mulya…

 

Kami semua bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah menggerakkan hati Majelis Hakim, namun tak lupa pula semua ini dapat terjadi berkat dukungan rekan alumni serta keluarga dari kedua terdakwa maupun mass media yang selama ini meliput dan juga masyarakat yang menyaksikan dan turut prihatin atas penderitaan kedua terdakwa.

 

Yang kami harapkan adalah, kebenaran haruslah terungkap dan tidak lagi dipermainkan di negara kita yang tercinta ini, dan masih adakah nurani kita terhadap orang-orang yang telah di zolimi sehingga harus duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa? Kita tidak perlu lagi memungkiri telah banyak terjadi bahwa rasa keadilan telah sering dipermainkan, terlalu banyak fakta yang secara kasat mata dapat dilihat; namun janganlah hal tersebut menjadi alasan pembenar untuk menyakiti orang-orang untuk dikriminalisasi,…. ingatlah hukum karma akan berlaku pada diri kita!

II.           KEBERATAN-KEBERATAN TERHADAP BERKAS PERKARA DAN PROSES PERSIDANGAN

 

Bahwa kedua terdakwa dan tim Penasehat Hukum mengajukan serangkaian keberatan terhadap berkas dan proses persidangan perkara pidana a quo sebagai berikut:

 

II.1. Keberatan Terhadap Berkas Perkara

 

Bahwa terhadap berkas perkara pidana a quo, para terdakwa menyampaikan keberatan melalui tim Penasehat Hukumnya di persidangan ini atas hal-hal sebagai berikut:

 

  1. Bahwa Penyidik sebanyak 3 (tiga) orang telah berperan ganda sebagai Saksi (fakta) a charge dan BAP ketiganya terlampir dalam berkas perkara pidana a quo yakni:

–       Saksi Eben Patar Opsunggu; (Bukti T-I, II – 3; BAP a/n Eben Patar Opsunggu)

–       Saksi Dimas Ferry Anuraga; (Bukti T-I, II – 3A; BAP a/n Dimas Ferry Anuraga)

–       Saksi Suhadi; (Bukti T-I, II – 5; BAP a/n Suhadi)

 

  1. Bahwa ketiga orang Saksi a charge yang notabene adalah Penyidik tersebut yang didengar keterangannya dibawah sumpah di pemeriksaan persidangan hanya 2 (dua) orang saja, sedangkan saksi a charge yang ke-3 hanya dibacakan keterangannya;

 

  1. Bahwa terdapat keterangan yang diduga tidak benar atau tidak bersesuaian atau palsu yang tercantum didalam 5 (lima) set dokumen otentik yang terdapat dalam berkas perkara pidana a quo yang disusun pada saat ditingkat penyidikan sebagai berikut:

 

 

  1. Surat Perintah Tugas No. SP.Gas/1285/XI/2010/Dit Reskrimsus  diterbitkan pada tanggal 23 November 2010 sesuai dengan (Bukti T-I, II – 1; Surat Perintah Tugas No. SP.Gas/1285/XI/2010/Dit Reskrimsus, tanggal 23 November 2010), namun tercantum sebagai salah satu dasar diterbitkannya Surat Tugas tersebut adalah Laporan Polisi No. LP/842/XI/2010/PMJ/Dit Reskrimsus, tertanggal 24 November 2010; (Bukti T-I, II – 2; Laporan Polisi No. LP/842/XI/2010/PMJ/Dit Reskrimsus, tanggal 24 November 2010)

 

 

  1. Terdapat keterangan dalam ketiga BAP Saksi a charge yang notabene adalah penyidik tersebut mengenai waktu dimulainya pemeriksaan dengan keterangan mengenai waktu dilakukannya penangkapan terhadap kedua terdakwa yakni sebagai berikut:

–          Saksi Eben Patar Opsunggu, mulai diperiksa pada pkl. 12.00 wib;

–          Saksi Dimas Ferry Anuraga, mulai diperiksa pada pkl. 12.15 wib;

–          Saksi Suhadi, mulai diperiksa pada pkl. 12.30 wib;

 

Namun tercantum pada butir ke-4 keterangan dari ketiga Saksi diatas di dalam masing-masing BAP menyebutkan bahwa:

Penangkapan dilakukan pada tanggal 24 November 2010 pkl. 13.00 wib terhadap kedua terdakwa

 

 

  1. Bahwa “uraian singkat kejadian” yang tercantum di dalam Laporan Polisi No. LP/842/XI/2010/PMJ/Dit Reskrimsus, tertanggal 24 November 2010 (vide: Bukti T-I, II-2) menyatakan sebagai berikut:

Berdasarkan informasi dari masyarakat yang tidak mau disebutkan identitasnya bahwa di City Walk Jl. KH. Mas Mansyur No.121 Jakarta Pusat telah digunakan sebagai tempat untuk memperdagangkan / menjual barang elektronik berupa IPAD 3G, tanpa dilengkapi dokumen yang berlaku yang berupa buku petunjuk berbahasa Indonesia dan tidak dilengkapi Sertifikat dari Dit Jend Postel RI”;

 

Namun keterangan yang tercantum di dalam ke-3 BAP dari Saksi Eben Patar Opsunggu, Saksi Dimas Ferry Anuraga dan saksi Suhadi yang notabene adalah penyidik, ternyata adalah berbeda dengan yang tercantum di dalam “uraian singkat kejadian” Laporan Polisi dimaksud, yakni pada pokoknya dinyatakan sebagai berikut:

penjualan barang elektronik berupa IPAD 3G diketahui berasal dari media internet atau online dari “kaskus”;

 

Bahwa Saksi (Penyidik) Eben Patar Opsunggu telah berhubungan dengan Terdakwa II selama kurang lebih 2 (dua) minggu sebelumnya melalui media internet online “kaskus” dan telah melakukan transfer uang muka sebesar Rp. 600 ribu untuk pembelian IPAD sebanyak 8 (delapan) unit;

 

  1. Bahwa pada saat pemeriksaan kedua terdakwa tidak didampingi oleh penasehat hukum dan diminta untuk menanda tangani “Berita Acara Penolakan Didampingi Pengacara / Penasehat Hukum”; dan tidak disediakan pengacara untuk mendampingi kedua terdakwa oleh penyidik sebagaimana yang diatur dalam pasal 56 ayat (1) KUHAP;

 

  1. Bahwa terdapat Surat Perintah Penangkapan dalam berkas perkara an kedua Terdakwa, yakni Surat Perintah Penangkapan No. SP.Kap/385/XI/2010/Dit Reskrimsus a/n Randy Lester Samu Samu (Bukti T-I, II – 5A; Surat Perintah Penangkapan No. SP.Kap/385/XI/2010/Dit Reskrimsus a/n Randy Lester Samu Samu, tanggal 24 November 2010) dan No. SP.Kap/386/XI/2010/Dit Reskrimsus yang keduanya adalah tertanggal 24 November 2010 (Bukti T-I, II – 5B; No. SP.Kap/386/XI/2010/Dit Reskrimsus, tanggal 24 November 2010), padahal penyidik belum pernah bertemu dengan kedua terdakwa, belum melihat ke-8 unit IPAD (barang bukti), serta kedua Terdakwa belum ditetapkan sebagai tersangka pada waktu itu, sehingga Surat Perintah Penangkapan yang ada dalam berkas perkara haruslah dinyatakan tidak sah dan diduga rekayasa, karena apabila memang kedua Terdakwa pada waktu itu dibawa ke Mapolda dengan tanpa Surat Perintah Penangkapan, maka seharusnya penyidik tidak perlu lagi menerbitkan Surat Perintah Penangkapan, namun apabila kedua Terdakwa tidak diperkenankan pulang, maka yang diterbitkan adalah Surat Perintah Penahanan, bukannya Surat Perintah Penangkapan;

 

Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka jelas telah terjadi pelanggaran terhadap hukum acara pidana dan KUHP serta melanggar hak azasi kedua Terdakwa sebagaimana yang dijamin oleh pasal 28D ayat (1) UUD RI tahun 1945 jo UU RI No.39/1999 tentang hak azasi manusia sehingga berkas perkara yang telah dinyatakan “telah lengkap dan siap diajukan ke persidanganP-21 oleh Penuntut Umum haruslah dinyatakan sebagai berkas perkara yang TIDAK SAH dan HARUS DINYATAKAN BATAL DEMI HUKUM;

 

II.2. Keberatan Terhadap Proses Persidangan

 

1.         Keberatan terhadap Surat Dakwaan,

 

Bahwa memang seharusnya keberatan terhadap Surat Dakwaan ini disampaikan pada saat diajukannya Eksepsi, namun Tim Penasehat Hukum tetap akan menguraikan keberatan mengenai permasalahan ini agar menjadi catatan yang juga merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan pledooi dalam persidangan perkara pidana a quo, sebagai berikut:

 

Bahwa dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum ternyata tidak mencantumkan pasal-pasal pelanggaran yang terdapat dan diatur dalam Peraturan Menteri yakni:

 

–       Pada dakwaan kesatu, ternyata tidak dicantumkan pasal yang dilanggar dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI No:19/M-DAG/PER/5/2009 tahun 2009 tentang Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan / Garansi Purna Jual dalam Bahasa Indonesia bagi Produk Telematika dan Elektronika;

 

 

–       Pada dakwaan kedua, ternyata tidak dicantumkan pasal yang dilanggar dalam Peraturan Menteri Kominfo RI No: 29/PER/M.KOMINFO/09/2008 tentang Sertifikasi Alat dan Perangkat Telekomunikasi;

 

 

Bahwa dengan tidak dicantumkannya kedua peraturan pada Surat Dakwaan Penuntut Umum tersebut akan mengakibatkan perbuataan yang didakwaan terhadap kedua Terdakwa menjadi tidak jelas, kabur atau obscuur libel, sehingga akan diragukan apakah sungguh-sungguh perbuatan kedua terdakwa dapat dikualifisir sebagai perbuatan yang diancam oleh pidana penjara, karena unsur “unsur perbuatan melawan hukumnya” tidak dicantumkan;

 

Bahwa sehingga dengan demikian, maka Surat Dakwaan yang disusun oleh Penuntut Umum adalah cacat formiil karena perbuatan yang didakwakan oleh Penuntut Umum tidak lengkap, padahal salah satu syarat formiil dari suatu Surat Dakwaan adalah secara lengkap mencantumkan pasal-pasal yang dilanggar oleh Terdakwa sehingga tidak membingungkan serta tidak berpotensi terjadinya pelanggaran terhadap “azas legalitas” sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) KUHP; sehingga oleh karenanya Surat Dakwaan Penuntut Umum layak dan patut untuk dinyatakan BATAL DEMI HUKUM atau setidak-tidaknya dinyatakan DIBATALKAN;

 

2.         Keberatan atas Dibacakannya BAP Saksi (Penyidik) Suhadi di persidangan,

Bahwa Penutut Umum telah memaksakan agar Berita Acara Pemeriksaan Saksi (Penyidik) Suhadi dibacakan dipersidangan pada hari Selasa, tanggal 19 Juli 2011 sebagai pengganti ketidak-hadiran dari Bripka Suhadi tersebut, hanya dengan alasan “yang bersangkutan sedang mengikuti pelatihan / pendidikan, padahal seharusnya terhadap panggilan pemeriksaan persidangan wajib dihormati dan diprioritaskan mengingat panggilan pemeriksaan persidangan adalah “pro-justitia” disamping itu seyogyanya Bripka Suhadi selaku anggota Tim Penyidik harus memiliki rasa tanggung jawab dalam jabatan karena telah menempatkan kedua Terdakwa sebagai pesakitan dalam perkara pidana a quo;

 

Bahwa secara nyata dan jelas berdasarkan keterangan dari Saksi (Penyidik) Dimas Ferry Anuraga yang didengar di persidangan, terungkap hal-hal yang saling bertentangan dan berindikasi adanya rekayasa dalam proses penyidikan perkara pidana a quo, misalnya:

 

–     Bahwa terdapat perbedaan antara keterangan yang tercantum dalam ke-3 BAP Saksi (Penyidik) termasuk BAP Bripka Suhadi mengenai asal muasal penyelidikan perkara pidana a quo, yakni berasal dari website kaskus, namun ternyata uraian kejadian yang tercantum dalam Laporan Polisi yang dibuat oleh Saksi (Penyidik) Eben Patar Opsunggu ternyata berbeda;

 

–     Bahwa terdapat penjelasan yang membingungkan di dalam BAP Bripka Suhadi, karena dinyatakan mulai dilakukan pemeriksaan terhadap Bripka Suhadi adalah pkl. 12.30 wib, namun Bripka Suhadi menerangkan bahwa pada pkl. 13.00 wib ia menangkap kedua terdakwa;

 

–     Bahwa tanggal yang tercantum pada Surat Perintah Tugas adalah tanggal 23 November 2010, sedangkan salah satu dasar penerbitan dari Surat Perintah Tugas tersebut adalah laporan Polisi yang dibuat oleh Saksi (Penyidik) Eben Patar Opsunggu pada tanggal 24 November 2010, yang jelas-jelas tidak mungkin terjadi, dan hal ini bukan pendapat namun merupakan fakta yang terjadi;

 

Bahwa sehingga dengan demikian, Tim Penasehat Hukum sangat berkeberatan atas sikap Penuntut Umum yang bersikeras hanya mau membacakan BAP dari Bripka Suhadi, tanpa terlebih dahulu mengupayakan permohonan kepada Yang Mulya Majelis Hakim untuk membuat Penetapan Pemanggilan Paksa terhadap Bripka Suhadi sebagaimana telah diatur dalam Hukum Acara Pidana, padahal Penuntut Umum juga telah mengetahui kejanggalan-kejanggalan yang terungkap selama pemeriksaan persidangan, sehingga Tim Penasehat Hukum menjadi khawatir bahwa komitmen Penuntut Umum untuk membuat terangnya perkara pidana a quo tidaklah dilakukan dengan kesungguhan hati.

 

***************

III.        FAKTA-FAKTA PERSIDANGAN

 

 

A.       KETERANGAN SAKSI

 

 

Keterangan Saksi a charge

 

  1. Pemeriksaan Saksi di Persidangan pada hari Selasa tgl. 28 Juli 2011,

 

Saksi Pelapor (Penyidik) Eben Patar Opsunggu disumpah menurut agama Kristen, yang pada pokoknya menerangkan hal-hal sebagai berikut:

 

–       Bahwa benar  saksi bekerja sebagai anggota POLRI dengan pangkat brigadir Polisi dan saat ini ditugaskan di satuan industri dan perdagangan direktorat reserse kriminal khusus di polda metro jaya, dengan jabatan penyidik dengan tugas yang saksi kerjakan sehari-hari adalah melakukan penyidikan atas perkara-perkara yang ditangani oleh satuan Indutri dan Perdangangan Derektorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya;

 

–       Bahwa benar pada awalnya saksi melakukan penyelidikan tentang iklan penjualan memperdagangkan iPad tanpa dilengkapi buku petunjuk bahasa Indonesia di beberapa account internet, dan saksi melakukan penyelidikan dan berkomunikasi dengan orang departemen perdagangan sehingga saksi melakukan penyamaran dengan mengaku sebagai Pembeli;

 

–       Bahwa benar kemudian saksi melihat account internet yang menawarkan 2 unit iPad namun saksi dapat pastikan belum ada iPad yang menggunakan manual book bahasa Indonesia pada saat itu;

 

–       Bahwa benar dari account internet tersebut terdapat pin BBM (Blackberry Messenger), yang selanjutnya diketahui pemilik PIN BBM adalah saudari Galih, kemudian saksi menghubungi Terdakwa II via sdri Galih;

 

–       Bahwa benar selanjutnya saksi memesan iPad sebanyak 10 (sepuluh) Unit iPad, namun iPad yang dimiliki oleh terdakwa II hanya 2 (dua) Unit iPad yang 64 Giga byte;

 

–       Bahwa benar saksi tidak jadi membeli iPad apabila hanya ada 2 (dua) unit iPad;

 

–       Bahwa benar pada akhirnya Terdakwa II Dian Yudha Negara sanggup menyediakan iPad yang dipesan saksi sebanyak  8 unit iPad dengan kualifikasi barang  spec 2 (dua) unit iPad 64 Giga Byte dan 6 (enam) unit ipad 16 Giga byte;

 

–       Bahwa benar setelah saksi melakukan tawar-menawar harga maka saksi melakukan transfer pembayaran melalui rekening Bank milik Terdakwa II Dian Yudha Negara sebesar Rp. 600.000,- (enam ratus ribu rupiah) yakni sebagai uang pasti atau tanda jadi di muka / DP terlebih dahulu;

 

–       Bahwa benar menurut saksi uang DP tersebut bukan uang pribadi, uang tersebut  memang keperluan tugas;

 

–       Bahwa benar saksi telah membuat janji dengan Terdakwa II – Dian Yudha Negara untuk bertransaksi iPad, dan bertemu di cityloft sudirman, pada tanggal 24 November 2010;

 

–       Bahwa benar pada saat pertemuan di cityloft sudirman tersebut, saksi tidak sendiri, saksi ditemani oleh rekan – rekannya dari Polda Metro Jaya;

 

–       Bahwa benar pada saat pertemuan di cityloft sudirman Saksi terlebih dahulu bertemu dengan terdakwa I – Randy Lester Samusamu;

 

–       Bahwa benar pada saat pertemuan saksi bertanya kepada Terdakwa I – Randy Lester Samusamu apakah terdakwa menpunyai izin usaha? Terdakwa bilang tidak; Apakah iPad yang di jual terdakwa memiliki buku manual berbahasa indonesia? Terdakwa bilang tidak ada bahasa indonesia. Saksi memperkenalkan diri bahwa saksi dari Polda.

–       Bahwa benar beberapa saat kemudian Terdakwa II – Dian Yudha Negara datang menemui saksi dan Terdakwa I – Randy Lester Samusamu;

 

–       Bahwa benar saksi langsung menangkap Terdakwa I dan II;

 

–       Bahwa benar setelah Saksi menangkap Para Terdakwa, selanjutnya saksi bersama anggota polisi yag lain melakukan penggeledahan di kantor Terdakwa II;

 

–       Bahwa benar pada saat itu saksi berpikir mungkin terdapat barang bukti lain di kantor itu, namun dari hasil penggeledahan tidak ditemukan barang bukti yang terkait iPad;

 

–       Bahwa benar selanjutnya saksi membawa Para Terdakwa ke Polda Metro Jaya untuk dilakukan proses BAP, dan kemudian ditetapkan sebagai tersangka;

 

–       Bahwa benar setelah proses BAP, tehadap Para Terdakwa tidak dilakukan penahanan hanya wajib lapor dan selama proses wajib lapor, terdakwa cukup kooperatif;

 

 

  1. Keterangan Saksi (Penyidik) Dimas Ferry Anuraga pada hari Selasa, tanggal 05 Juli 2011, disumpah menurut agama islam, yang pada pokoknya menerangkan hal-hal sebagai berikut:

 

–       Bahwa benar Saksi bekerja sebagai Polisi di Polda Metro Jaya Sat I – Industry dan Perdagangan, jl. Jenderal Sudirman no. 55;

 

–       Bahwa benar Saksi kenal dengan Terdakwa I dan II namun tidak ada hubungan famili dengan para terdakwa;

 

–       Bahwa benar Saksi sempat bertemu dengan Terdakwa I dan II pertama kali pada saat melakukan penangkapan pada hari rabu tanggal 24 november 2010, sekitar pukul 13.00 di plaza city walk, Jl K.H Mas Mansyur, No. 121, Tanah Abang, Jakarta Pusat;

 

–       Bahwa benar Saksi melakukan penangkapan bersama rekannya Saksi Eben Patar Opsunggu dan Saksi Bripka Suhadi yang juga melakukan penyidikan;

 

–       Bahwa benar dilakukannya penyelidikan bersama Saksi Eben Patar Opsunggu berdasarkan adanya iklan penawaran barang elektronik berupa IPAD, karena yang memasang iklan diketahui Terdakwa II, setelah itu Saksi Eben Patar Opsunggu menghubungi no BB yang tercantum dan disetujui penjualan IPAD sebanyak 8 (delapan) unit, yang akan dilaksanakan pada tanggal 24 november 2010 di Plaza City Walk;

 

–       Bahwa benar penangkapan terhadap kedua Terdakwa di Plaza City Walk, di Warung Kita, terlebih dahulu setelah Saksi bertemu dengan Terdakwa I dan kemudian Terdakwa I menelepon Terdakwa II sehingga kemudian Terdakwa II datang ke Warung Kita;

 

–       Bahwa benar Saksi pada waktu itu memperlihatkan Surat Perintah Tugas;

 

–       Bahwa benar Saksi menyita 8 (delapan) unit IPAD dengan rincian 2 (dua) unit IPAD 64 GB milik Terdakwa II dan 6 (enam) unit IPAD 16 GB adalah milik Terdakwa I;

 

–       Bahwa benar barang bukti yang dihadirkan di persidangan adalah barang sitaan yang dimaksud;

 

–       Bahwa benar Saksi tahu dari cerita Terdakwa I dan II bahwa asal barang dari Singapura dan cara membawa barang tersebut ke Indonesia adalah dengan cara menenteng, dan yang membeli adalah Terdakwa I dengan kisaran harga Rp. 8.600.000 (delapan juta enam ratus ribu rupiah) untuk yang 64 GB, sedangkan untuk yang 16 GB kisaran Rp. 6.750.000 (enam juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah);

 

–       Bahwa benar Terdakwa I diketahui bekerja di BP Migas;

 

–       Bahwa benar Terdakwa II adalah  sebagai direktur di PT namun Saksi lupa namanya;

 

–       Bahwa benar barang tersebut untuk dijual, dengan mana teknis menjualnya yaitu dengan mengiklankan di internet, di web Kaskus;

 

–       Bahwa benar Saksi sempat menanyakan kepada Terdakwa I mengenai IPAD tersebut dilengkapi dengan manual book berbahasa Indonesia atau tidak pada saat dilakukan penangkapan;

 

–       Bahwa benar Saksi tidak mencoba barang bukti berupa IPAD tersebut dan hanya mengecek dokumen IPAD tersebut;

 

–       Bahwa benar Saksi yang menangkap terdakwa dengan dugaan menjual barang elektronik berupa IPAD yang tidak dilengkapi dengan manual book berbahasa Indonesia serta tidak ada sertifikat dari Ditjen PosTel;

 

–       Bahwa benar harga IPAD yang ditawarkan oleh kedua Terdakwa sedikit lebih tinggi diatas harga pasaran dan menurut Saksi bahwa jenis IPAD tersebut sudah beredar di Indonesia, namun belum diperjualbelikan di Indonesia;

 

–       Bahwa benar sebelum melakukan penangkapan telah melakukan transfer uang sebesar Rp. 600.000, – (enam ratus ribu rupiah) dari Saksi ke Terdakwa II sekitar tanggal 18 November 2010.

 

–       Bahwa benar pada saat Saksi Eben melakukan kesepakatan melalui BBM via Black Berry, sudah ada Surat Perintah Tugas;

 

–       Bahwa benar Terdakwa I dan Saksi Eben lebih dahulu datang, sedangkan Saksi belakangan datang;

 

–       Bahwa benar Saksi tidak mengetahui pekerjaan kedua Terdakwa pada saat pertemuan;

 

–       Bahwa benar Saksi menyatakan perkara seperti ini pernah terjadi sebelumnya namun kedua Terdakwa bukanlah target Kepolisian namun Kepolisian tidak akan tebang pilih dalam menindak;

 

–       Bahwa benar Saksi Eben melihat iklan dan memesan IPAD dan yang dipesan adalah 10 (sepuluh) unit namun barang yang ada hanya 8 (delapan) unit IPAD;

 

–       Bahwa benar Saksi pernah melihat buku petunjuk di dalam IPAD dan memang tidak ada bahasa Indonesianya;

 

–       Bahwa benar motif yang melatar belakangi dilakukannya penyelidikan terhadap peredaran barang yang tidak ada manual book berbahasa Indonesia, kartu garansi dan sertifikasi adalah tidak lain untuk menyelamatkan perekonomian negara;

 

–       Bahwa benar tidak ada laporan yang masuk dari masyarakat ke kepolisian tentang adanya kerugian atas peredaran barang yang tidak ada manual book berbahasa Indonesia;

 

–       Bahwa benar pertemuan pada tanggal 24 November 2010 dengan kedua terdakwa dengan membawa 8 (delapan) Unit IPAD dan pada saat itu Saksi pada awalnya masih berpura-pura sebagai konsumen;

 

–       Bahwa benar pada saat pertemuan, maka kemudian tim penyidik memberitahukan identitasnya dan menunjukkan Surat Perintah Tugas kepada Terdakwa I;

 

–       Bahwa benar pada saat penangkapan, belum diperiksa isi 8 (delapan) unit IPAD;

 

–       Bahwa benar IPAD tersebut dari luar tidak ada sertifikasi dari Ditjen PosTel;

 

–       Bahwa benar Terdakwa I menghubungi Terdakwa II yang kemudian mengakui bahwa 2 (dua) unit IPAD 64 GB adalah miliknya;

 

–       Bahwa benar sebelum dilakukannya komunikasi, Saksi telah melakukan penyelidikan kurang lebih selama 2 minggu, terhitung sejak tanggal 16 November 2010;

 

–       Bahwa benar pada Surat Perintah Tugas Saksi, tanggal yang tercantum adalah tanggal 24 November 2010;

 

–       Bahwa benar Saksi tidak melakukan penggeledahan dan tidak mengetahui dua rekannya yang memasuki kantor Terdakwa II;

 

–       Bahwa benar Saksi juga bertindak sebagai penyidik dan memeriksa Ahli dan mengetahui keterangan yang ditanyakan oleh rekan-nya;

 

–       Bahwa benar Saksi menyatakan tidak ada pasal mengenai kepabeanan yang dimasukkan dalam kasus ini dan belum ada kordinasi dengan instansi lain;

 

–       Bahwa benar pada saat penangkapan tanggal 24 November 2010 tidak dilanjutkan dengan proses penahanan karena Terdakwa I dan II memiliki pekerjaan yang jelas, rumah yang jelas serta merupakan tulang punggung dari keluarga, komunikasi berjalan dengan baik dan wajib lapor juga tepat waktu;

 

–       Bahwa benar saksi menyatakan 6 unit IPAD 16 GB milik Terdakwa I dan 2 unit IPAD 64 GB adalah milik Terdakwa II namun dalam BAP, saksi tidak mengetahui mengenai tujuan Terdakwa II membeli IPAD;

 

–       Bahwa benar dasar dilakukannya penyidikan adalah pasal 62 ayat 1, jo. pasal 8 ayat 1 huruf c Undang-undang RI no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan pasal 52 jo. pasal 32 ayat 1, Undang-undang RI no. 36 tahun 1999 tentang telkomunikasi dan yang dapat digunakan untuk menahan seseorang adalah pasal 62 ayat 1, Undang-undang RI No. 8 tahun 1999;

 

–       Bahwa benar saksi menyatakan dalam Undang-undang telekomunikasi tidak ada pasal yang dapat dijadikan dasar untuk menahan dan peraturan turunan yang berlaku ketika menangkap terdakwa adalah peraturan menteri perdagangan nomor 19 tahun 2009;

 

–       Bahwa benar saksi bukan kapasitasnya untuk mengetahui mengenai lampiran-1 Peraturan Menteri Perdagangan mengenai 45 (empat puluh lima) barang yang diwajibkan untuk memiliki buku panduan;

 

–       Bahwa benar saksi menyatakan dirinya adalah penyidik dan juga saksi fakta, dan penangkapan pada tanggal 24 November 2010 bukan merupakan penjebakan, tetapi teknis penyidikan namun saksi tidak mengetahui mengenai teknis tersebut apakah diperkenankan dalam Undang-undang Perlindungan konsumen maupun undang-undang Telekomunikasi;

 

–       Bahwa benar pada saat dilakukan penangkapan, kedua Terdakwa pada saat itu belum ditetapkan sebagai tersangka;

 

–       Bahwa benar kemudian saksi lupa apakah membawa surat penangkapan atau tidak ketika menangkap kedua Terdakwa pada tanggal 24 November 2010 di Plaza City Walk dan pertemuan tersebut adalah pertemuan pertama kalinya dengan kedua Terdakwa;

 

–       Bahwa benar ketika dilakukan penangkapan Saksi telah menunjukkan Surat Perintah Tugas dan dibuat tanggal 23 November 2010 dan dibuat terlebih dahulu baru kemudian membuat laporan polisi tanggal 24 November 2010 dan yang membuat laporan adalah Saksi Eben;

 

–       Bahwa benar yang tercantum dalam laporan polisi yang dibuat oleh Saksi Eben, dan laporan tersebut dibuat berdasarkan informasi masyarakat yang tidak mau disebutkan identitasnya, bahwa di Plaza City Walk, Jl. K.H. Mas Mansyur, No. 121, telah dilakukan penjualan barang elektronik berupa IPAD 3G, tanpa dilengkapi dokumen yang berlaku yang berupa buku petunjuk berbahasa Indonesia dan tidak dilengkapi ijin dari Ditjen PosTel RI, namun Saksi tidak ikut membuat laporannya;

 

–       Bahwa benar dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen tidak mengatur mengenai saksi yang perlu dilindungi;

 

–       Bahwa benar pembuktian penangkapan adalah keterangan terdakwa itu sendiri dan alat bukti awalnya adalah saksi Ahli;

 

–       Bahwa benar saksi diperiksa menjadi saksi pada tanggal 24 November 2010, pukul 12.15 WIB namun kemudian saksi meralat dan terhadap waktu pemeriksaan yang ada dalam BAP adalah salah;

–       Bahwa benar Saksi diperiksa bersama-sama dengan saksi Eben dan Bripka Suhadi dan saksi membenarkan Saksi Eben diperiksa pkl.12.00 wib, Saksi sendiri pkl.12.15 wib dan Bripka Suhadi pkl. 12.30 wib; namun Saksi tidak dapat menjawab mengapa dikatakan dalam BAP butir 4, bahwa Saksi dan rekan-rekan penyidik lainnya menangkap kedua Terdakwa pada pkl.13.00 wib, Saksi hanya menyatakan “barangkali salah ketik”;

 

–       Bahwa benar pada saat penangkapan selalu bersama-sama dengan Bripka Suhadi dan baru berpisah pada saat sudah berada di MaPolda Metro Jaya;

 

–       Bahwa benar dalam Berita Acara Penyitaan hanya disebutkan barang IPAD yang disita saja, namun tidak dinyatakan dalam kondisi baru dan tidak terdapat fakta apapun yang menyatakan seluruh IPAD tersebut dalam kondisi baru; saksi hanya melihat barang tersebut dalam kondisi terbungkus plastik;

 

–       Bahwa benar yang membuat laporan polisi adalah Saksi Eben dan saksi yang melakukan pemeriksaan terhadap Saksi Ahli Aman Sinaga dan saksi sendiri diperiksa oleh Saksi Eben;

 

–       Bahwa benar Laporan Polisi yang harusnya dibuat terlebih dahulu, baru Surat Perintah Tugas dapat diterbitkan; sehingga Saksi tidak dapat menjelaskan mengapa ternyata Surat Perintah Tugas ternyata telah diterbitkan lebih dahulu daripada Laporan Polisi;

 

–       Bahwa benar Saksi yang memeriksa istri Terdakwa II namun saksi tidak mengingatkan bahwa istri dari terdakwa memiliki hak untuk keberatan diperiksa sesuai dengan pasal 168 huruf c KUHAP;

 

–       Bahwa benar kedua Terdakwa tidak didampingi oleh pengacara ketika diperiksa Saksi dan rekannya, dan dibuat berita acara penolakan untuk didampingi pengacara;

 

–       Bahwa benar saksi lupa mengenai jenis berita acara apakah Berita Acara Penolakan untuk didampingi pengacara diatur dalam pasal 75 KUHAP;

 

–       Bahwa benar Saksi selaku penyidik tidak menunjuk pengacara bagi kedua terdakwa sehingga kedua terdakwa tidak didampingi oleh pengacara pada saat penyidikan;

 

–       Bahwa benar saksi tidak mengetahui kapan peluncuran produk IPAD apple tersebut pertama kali di dunia ataupun di Indonesia;

 

–       Bahwa benar penyelidikan dilakukan melalui penyelidikan melalui kaskus, situs online dan definisi tidak tebang pilih yaitu tidak memiliki rasa emosional tertentu, mengenai jumlah tidak masalah dan harus barang baru bukan masalah yang ,menghalangi untuk melakukan penyelidikan tersebut;

 

–       Bahwa benar hanya Ahli yang bisa menjawab mengenai dakwaan tentang perlu atau tidak adanya manual book berbahasa Indonesia untuk IPAD yang dipermasalahkan dalam perkara pidana ini;

 

–       Bahwa benar ada 3 (tiga) kasus serupa yang sudah ditangani dalam periode tersebut yang jumlah keseluruhannya lebih dari sepuluh kasus;

 

 

 

tanggapan Terdakwa I dan II:

–       Bahwa Saksi adalah juga termasuk anggota tim penyidik yang ikut serta menggeledah kantor Terdakwa II;

–       Bahwa Saksi tidak membawa Surat Perintah Penangkapan dan Surat Perintah Penggeledahan pada tanggal 24 Nopember 2011;

 

catatan lain:

–       Tim Penasehat Hukum menyatakan keberatan atas jenis sumpah sebagai saksi (fakta) untuk yang bersangkutan, karena menurut pendapat Tim Penasehat Hukum, sesuai dengan kapasitas yang bersangkutan dan hukum acara pidana, seharusnya yang bersangkutan disumpah hanya sebagai verbalisan karena perannya sebagai penyidik dalam perkara pidana a quo;

 

Keterangan Saksi a de charge

 

1. Keterangan Saksi a de charge Yudhy Fajar, hari Selasa, tanggal 19 Juli 2011,disumpah menurut agama Islam, yang pada pokoknya menerangkan hal-hal sebagai berikut:

 

–       Bahwa benar Saksi mengenal Terdakwa II dan bekerja bersama sejak tahun 2008, untuk Terdakwa I, sebelumnya Saksi tidak kenal dan hanya kenal karena adanya perkara pidana ini, dan Saksi tidak ada hubungan keluarga dengan para Terdakwa;

 

–       Bahwa benar Saksi bekerja sama dengan Terdakwa II di bidang software;

 

–       Bahwa benar Saksi mengetahui kasus Terdakwa yang menjual IPAD pada saat Terdakwa I dan II dibawa oleh petugas kepolisian dan setelah itu Saksi hanya mengikuti dari mass media;

 

–       Bahwa benar Saksi pernah ditawarkan oleh Terdakwa I untuk membeli IPAD milik Terdakwa II karena kelebihan untuk saudara-saudaranya, jadi tidak terpakai, namun Saksi tidak berminat;

 

–       Bahwa benar Saksi bertemu dengan petugas yang datang ke kantornya sekitar 6-7 orang pada sekitar bulan November sekitar pukul 12.00 wib dan pada saat itu juga saksi bertemu dengan Terdakwa II dan I, dan Saksi baru mengenal Terdakwa I pada saat itu;

 

–       Bahwa benar Saksi mempersilahkan petugas-petugas tersebut masuk seperti biasa, kemudian mereka bercerita maksud dan tujuannya, kemudian saksi meminta surat pengantar resmi nya, dan mereka menunjukkan Surat Perintah Tugas yang diminta Saksi untuk di fotokopi, namun tidak diberikan sehingga Saksi sempat ragu apakah benar mereka polisi atau bukan, yang pada akhirnya Saksi meminta kartu keanggotaan mereka, walau agak sulit mereka mengeluarkan namun hanya satu orang Polisi yang bernama Suhadi, dan hanya sebentar serta tidak boleh difotokopi;

 

–       Bahwa benar Saksi ditanyakan tentang penjualan komputer;

 

–       Bahwa benar Saksi sempat menyuruh rekan-rekan kerjanya untuk memvideokan pada saat Polisi-polisi tersebut mencari barang-barang seperti IPAD selama 1-2 jam di kantor saksi, namun tidak ditemukan apapun;

–       Bahwa benar saksi mengenal dengan Terdakwa II sejak tahun 2000-2004 sebagai rekan kerja, setelah tahun 2004 tidak sebagai rekan namun tetap ada komunikasi, sampai pada tahun 2008 Terdakwa II diajak oleh Saksi untuk bekerja;

 

–       Bahwa benar Saksi mengetahui pekerjaan Terdakwa II untuk menangani masalah teknis dan Terdakwa II tidak mempunyai toko ataupun tempat untuk menjual barang-barang hardware seperti IPAD, komputer dan atau yang lainnya;

 

–       Bahwa benar saksi IPAD yang dibawa saudara Dian adalah milik pribadi dan saksi seringkali melihat saudara DIAN membawa IPAD;

 

–       Bahwa benar kantor saksi bukanlah tempat menjual IPAD;

 

–       Bahwa benar sekitar jam 10.30 wib saksi menemui tamu sampai jam 12.00, kemudian, saksi mendengar ada keramaian di front office, kemudian saksi keluar dan melihat ada rombongan, pada awalnya Saksi menyangka mereka adalah tamu, karena kebetulan Saksi ada janji lagi dengan orang, dan diantara rombongan itu terdapat Terdakwa II dan chief security City Walk yang bernama Putu;

 

–       Bahwa benar kurang lebih pada jam 12.00 wib lewat Saksi memastikan bertemu dengan Saksi Suhadi dan penyidik lainnya berada di Kantornya;

 

–       Bahwa benar tempat Saksi bekerja digeledah oleh Polisi-polisi yang datang ke tempatnya itu;

 

–       Bahwa benar kantor Saksi tidak diberi Police Line dan tidak didatangi kembali oleh Polisi;

Tanggapan Terdakwa I dan II: setuju dengan keterangan Saksi;

 

2.  Keterangan Saksi a de charge Anton Wijaya, hari Selasa, tanggal 02 Agustus 2011 disumpah menurut agama Kristen, yang pada pokoknya menerangkan hal-hal sebagai berikut:

 

–     Bahwa benar saksi mengenal Terdakwa I, dan Saksi tahu bahwa Terdakwa I pergi ke Singapura, namun saksi lupa tanggal, bulan dan tahun nya;

 

–     Bahwa benar tujuan Terdakwa I berangkat ke Singapura adalah untuk liburan namun saksi tidak tahu berapa lama liburannya;

 

–     Bahwa benar saksi menitip ke Terdakwa I untuk membeli IPAD dari Singapura untuk dibawa ke Indonesia uangnya sudah diserahkan kepada Terdakwa I sebelum berangkat ke Singapura;

 

–     Bahwa benar saksi tidak mengetahui jumlah keseluruhan barang IPAD yang dibawa oleh Terdakwa I dari Singapura;

 

–     Bahwa benar akhirnya Saksi menitipkan lagi ke Terdakwa I ke-2 unit IPAD tersebut untuk dijual lagi, karena yang dipesan adalah tipe 64 GByte, sedangkan yang terbeli adalah tipe 16 GByte;

 

–     Bahwa benar Saksi tidak mengetahui teknis penjualannya, karena hanya sekedar menitipkan ke Terdakwa I untuk dijual kembali;

 

–     Bahwa benar saksi tidak mengetahui mengenai masalah penyidikan, baru mengetahuinya setelah masalah perkara nya ramai diberitakan di mass media;

 

–     Bahwa benar saksi pernah menerima uang dari Terdakwa I via transfer atas pengembalian uang IPAD yang tidak jadi saksi gunakan;

 

–     Bahwa benar Terdakwa I tidak pernah berdagang IPAD dan bukan pedagang IPAD, namun bekerja di perusahaan swasta;

 

Tanggapan Terdakwa I dan II: setuju;

 

  1. Keterangan Saksi a de charge Marcella Liem, hari Selasa, tanggal 02 Agustus 2011 disumpah menurut agama Kristen, yang pada pokoknya menerangkan hal-hal sebagai berikut:

 

–     Bahwa benar Saksi sudah mengenal Terdakwa I namun Saksi sebelumnya tidak mengenal Terdakwa II;

 

–     Bahwa benar IPAD tersebut dibeli di Singapura karena Saksi ikut bersama rombongan ke Singapura bersama dengan keluarga Terdakwa I dan melihat Terdakwa I pada saat hendak membeli IPAD tersebut;

 

–     Bahwa benar Saksi pergi bersama Terdakwa I, istrinya Terdakwa I dan keluarga besar lainnya dalam rangka perjalanan liburan keluarga;

–     Bahwa benar pada saat itu Saksi pergi ke mall dan ada toko yang menjual IPAD, kemudian Terdakwa I mampir, namun saksi beserta keluarga yang lain melihat barang-barang yang lain;

 

–     Bahwa benar Saksi tidak mengetahui secara persis Terdakwa I  membeli berapa banyak IPAD, yang Saksi lihat ketika pulang dari mall dan akan ke hotel Terdakwa I membawa beberapa unit IPAD namun saksi tidak mengetahui dan tidak menanyakan IPAD itu titipan siapa saja, namun Saksi tahu bahwa Saksi Anton salah seorang yang menitip;

 

–     Bahwa benar Terdakwa I membeli IPAD itu karena pesanan ataupun titipan saudara dan teman-temannya;

 

–     Bahwa benar Saksi membawa dua item IPAD setiba di bandara, kemudian melewati imigrasi dan pemeriksaan x-ray dan tidak ada masalah, serta telah melalui petugas pabean di bandara;

 

–     Bahwa benar Saksi tidak mengetahui masing-masing anggota keluarga yang lain membawa berapa IPAD namun yang jelas saksi membawa 2 (dua) unit IPAD;

 

–     Bahwa benar saksi tidak mengetahui sesampainya di Indonesia IPAD tersebut akan diapakan;

 

–     Bahwa benar Saksi sempat melihat Terdakwa I masuk ke toko untuk membeli IPAD ketika di mall di Singapura dan saksi mengetahui nama toko tempat membeli IPAD adalah Challenger;

 

–     Bahwa benar Challenger adalah authorized seller dari produk Apple dan saksi melihat Terdakwa I membawa IPAD dengan tas plastik bertuliskan Challenger seperti tas plastik yang dihadirkan bersamaan barang bukti di persidangan;

 

–     Bahwa benar Saksi tidak bisa memastikan barang bukti yang dihadirkan di persidangan adalah barang yang Saksi bawa ketika di bandara;

 

–     Bahwa benar pekerjaan Terdakwa I adalah sebagai karyawan di perusahaan swasta yang bergerak di bidang migas dan tidak pernah berdagang IPAD ataupun komputer atau barang-barang lainnya;

 

–     Bahwa benar Terdakwa I tidak memiliki perusahaan atau toko atau jenis pekerjaan lain yang melakukan jual-beli IPAD atau barang-barang elektronika atau komunikasi;

 

Tanggapan Terdakwa I dan II: setuju

 

 

 

B.   KETERANGAN  AHLI

 

Ahli yang diajukan oleh Penuntut Umum

 

1.    Ir. Subagyo, Ahli yang diajukan oleh Penuntut Umum pada hari Selasa, tanggal 5 Juli 2011, disumpah menurut agama Islam memberikan pendapat yang pada pokoknya menerangkan hal-hal sebagai berikut:

 

–     Bahwa benar Ahli bernama Subagyo lahir di Palembang, tanggal 15 November 1960, beragama Islam, bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di kantor Dirjen Pos dan Telekomunikasi, direktorat standarisasi;

 

–     Bahwa benar Ahli tidak mengenal para terdakwa dan tidak ada hubungan keluarga;

 

–     Bahwa benar Ahli tidak mengetahui penangkapan para terdakwa namun pernah dimintai keterangan oleh penyidik Kepolisian, namun Ahli tidak ingat kapan waktunya;

 

–     Bahwa benar Ahli dipanggil oleh Polisi pada tahun 2010 dan membawa surat tugas dari pimpinannya untuk memberi keterangan sebagai Ahli mengenai kasus IPAD;

 

–     Bahwa benar pada saat di Kepolisian Ahli tidak bertemu dengan kedua terdakwa, namun hanya diperlihatkan barang bukti;

 

–     Bahwa benar Ahli diminta untuk menjelaskan mengenai fungsi IPAD karena waktu itu kewenangan Ahli di standarisasi, apakah IPAD sebagai alat komunikasi atau bukan, kemudian Ahli melihat barang tersebut dan ternyata tidak ada label dari Ditjen PosTel di dusnya, sehingga berarti barang tersebut merupakan alat telekomunikasi yang belum tersertifikasi;

 

–     Bahwa benar fungsi IPAD tersebut adalah sebagaimana komputer namun di dalamnya ada kelengkapan telekomunikasi seperti Bluetooth, Wi-Fi, sehingga IPAD dianggap alat telekomunikasi yang wajib disertifikasi;

 

–     Bahwa benar setiap alat perangkat telekomunikasi yang diedarkan di seluruh wilayah Indonesia itu harus memenuhi ijin yang berlaku sesuai dengan Undang-Undang No. 36/1999 pasal 32 ayat (1), apabila alat tersebut belum dapat dinyatakan tersertifikasi maka alat tersebut belum dapat diperjual-belikan;

 

–     Bahwa benar alat yang sudah disertifikasi biasanya terdapat label dari PosTel di kemasan atau perangkatnya sendiri, sepengetahuan saksi sejak tahun 2010 melihat di internet sudah ada 11 atau 12 jenis IPAD yang sudah tersertifikasi yang cukup untuk mewakili ratusan;

 

–     Bahwa benar Ahli belum dapat memastikan IPAD yang menjadi barang bukti termasuk dalam 11 atau 12 jenis IPAD yang sudah tersertifikasi;

 

–     Bahwa benar prosedur mensertifikasi itu biasanya datang terlebih dulu dari pemohon ke DitJen PosTel, berbagai persyaratan dilengkapi, setelah itu apabila sudah memenuhi, perangkat itu diuji di balai uji, apabila di balai uji itu dinyatakan lulus kemudian diterbitkan sertifikat dan kepada pemohon diwajibkan memasang label pada barang tersebut, jadi itu yang melakukan adalah pemohon;

 

–     Bahwa benar Ahli bukan di bagian sertifikasi pada saat penerbitan sertifikasi IPAD, namun di bagian penertiban dan kewajiban untuk mensertifikasi ada dalam Undang-Undang No. 36/1999 pasal 30 ayat (1);

 

–     Bahwa benar dalam peraturan dibawahnya tidak disebutkan IPAD harus disertifikasi;

 

–     Bahwa benar sertifikat itu diajukan oleh pabrikan dan distributor, jadi ada sertifikat A dan sertifikat B itu untuk importir dan pengguna; sedangkan perorangan tidak dapat mengajukan permohonan sertifikasi;

 

–     Bahwa benar IPAD tersebut dapat digunakan untuk bertukar informasi, informasi tersebut bisa berupa gambar, bisa juga merupakan tulisan pada lawan bicara dimana dia akan menyampaikan informasi tersebut, namun menggunakan bantuan media internet;

–     Bahwa benar keahlian dari Ahli adalah dibidang telekomunikasi dan pernah sekolah di informatika, kemudian juga banyak kursus-kursus di bidang informasi;

 

–     Bahwa benar dalam kasus ini Ahli tidak mengetahui IPAD tersebut sudah memiliki sertifikat dari pabrikan atau belum;

 

–     Bahwa benar biasanya orang membeli dari suatu tempat dan tempat tersebut lah yang wajib melakukan sertifikasi, jadi bukan pembeli;

 

–     Bahwa benar Ahli tidak mengetahui dan memahami alur proses pemidanaan terhadap pelanggaran undang-undang telekomunikasi;

 

–     Bahwa benar berdasarkan Peraturan Menteri no. 29 tahun 2008, disana ada pengecualiannya, kalau perangkat tersebut dibawa dari luar negeri, itu maksimal 2 (dua) buah dan itu juga untuk keperluan sendiri tidak untuk diperjual-belikan;

 

–     Bahwa benar yang dimaksud persyaratan teknis itu adalah acuan untuk dilakukannya pengujian di laboratorium;

 

–     Bahwa benar barang yang sudah diakui dan dipergunakan di Internasional, ketika masuk ke Indonesia seorang pengguna ini juga harus mengikuti persyaratan teknis tersebut;

 

–     Bahwa benar baik persyaratan teknis dan berdasarkan ijin sesuai dengan persyaratan dan perundang-undangan yang berlaku, harus dilaksanakan dan untuk membuat suatu persyaratan tehnis untuk dilakukannya pengujian terhadap barang tersebut itu dibuat di Indonesia sesuai dengan standar yang diberlakukan di Indonesia, sehingga apabila alat itu dari luar negeri itu kita tidak tahu apakah alat itu sudah sesuai dengan standar Indonesia;

 

–     Bahwa benar apabila akan memperjualbelikan barang bekas, sertifikatnya sudah lewat, apakah ketika menjual barang tersebut 3 tahun ini harus diperpanjang dan itu ada di peraturan menteri No.12;

 

–     Bahwa benar Ahli tidak mempunyai kualifikasi di bidang pidana dan tidak tahu persis mengenai unsur-unsur pemidanaan dalam BAP, dan Ahli hanya sebatas mengetahui Undang-undang No. 36 tahun 1999 pasal 32;

 

–     Bahwa benar pemohon sertifikasi, tidak bisa perorangan, hal tersebut diatur sesuai peraturan menteri No. 29 tahun 2008;

 

–     Bahwa benar tata cara sertifikasi sesuai yang diatur dalam pasal 7, permohonan sertifikasi alat dan perangkat telekomunikasi hanya dapat diajukan oleh:

 

a)        pabrikan atau perwakilannya yaitu produsen yang bertanggung jawab sebagai pembuatan barang,

 

b)        distributor, yaitu badan usaha yang sah yang tidak ditunjuk oleh pabrikan,

 

c)         importir, yaitu perusahaan pengenal impor khusus (PPIK) yang diruang lingkupnya meliputi bidang telekomunikasi,

 

d)        badan usaha perakit alat dan telekomunikasi atau institusi yaitu badan hukum usaha yang menggunakan perangkat alat dan telekomunikasi untuk keperluan sendiri

 

–     Bahwa benar orang perorangan tidak diwajibkan untuk mengajukan permohonan sertifikasi sesuai dengan pasal 7;

 

–     Bahwa benar yang berkewajiban mempunyai tanda label tersebut adalah pemohon sertifikat, apabila IPAD maka harus dari perusahaan Apple tersebut;

 

–     Bahwa benar kalau barang tersebut tidak memiliki tanda bukti sertifikat dan tidak dilengkapi dengan label, itu ada indikasi memang barang tersebut belum disertifikasi;

 

–     Bahwa benar secara jelas tidak disebutkan dalam bentuk peraturan pemerintah atau peraturan perundang-undangannya menyatakan bahwa IPAD harus dan wajib disertifikasi;

–     Bahwa benar peraturan yang ada undang-undang no. 36/1999 dan peraturan menteri no. 29/PER/M.KOMINFO/09/2008 sedangkan kalau tidak salah IPAD muncul tahun 2010;

 

–     Bahwa benar perusahaan atau pabrikan Apple sudah melakukan sertifikasi, hal tersebut adalah merupakan kewajiban sesuai yang tercantum di peraturan menteri No. 29/PER/M.KOMINFO/09/2008;

 

–     Bahwa benar pada peraturan No. 36 tahun 1999, alat telekomunikasi wajib disertifikasi, namun tidak disebutkan IPAD didalamnya;

 

–     Bahwa benar apabila orang per-orang membeli barang di Singapura, kemudian dijual atau diperjualbelikan wajib disertifikasi namun Ahli tidak dapat menunjukkan yang mana peraturan yang mengatur tentang itu;

 

–     Bahwa benar Ahli hingga saat ini belum mengetahui adanya prosedur orang per-orang diwajibkan untuk mengurus sertifikasi apabila akan diperjual belikan;

 

–     Bahwa benar IPAD dianggap alat telekomunikasi karena dilengkapi dengan bluetooth dan wi-fi, namun apabila Bluetooth atau wi-fi nya dilepas dari IPAD, maka IPAD BUKAN merupakan alat komunikasi dan tidak wajib disertifikasi karena alat yang wajib disertifikasi adalah bluetooth dan wi-fi;

tanggapan Terdakwa I dan II: tidak memberi tanggapan

 

2.  Aman Sinaga SH, Ahli yang diajukan oleh Penuntut Umum pada hari Selasa, tanggal 12 Juli 2011 dibawah sumpah menurut agama Kristen dan memberikan pendapat yang pada pokoknya menerangkan hal-hal sebagai berikut:

 

–       Bahwa benar Ahli tidak kenal dan tidak ada hubungan keluarga dengan para Terdakwa;

 

–       Bahwa benar Ahli memiliki keahlian mengenai kasus-kasus perlindungan konsumen dan yang ditugaskan oleh bea cukai, serta turut membantu menyusun lahirnya Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen berikut peraturan pelaksanaannya;

 

–       Bahwa benar Ahli mengetahui masalah-masalah yang dialami para terdakwa baik dari televisi maupun Koran, mengenai memperdagangkan barang berupa IPAD tanpa dilengkapi buku petunjuk penggunaan dan kartu garansi dalam bahasa Indonesia;

 

–       Bahwa benar mengenai jual beli barang menurut Undang-undang No. 8/1999, salah satu kewajiban pelaku usaha, dari sisi informasi, wajib memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur atas barang yang dijual atau diperdagangkan kepada konsumen;

 

–       Bahwa benar mengenai masalah parameter, perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha ada 5, salah satunya dari sisi informasi;

 

–       Bahwa benar mengenai definisi pelaku usaha menurut Undang-undang No. 8/1999 ialah dapat orang perseorangan maupun badan hukum, usaha baik berbadan hukum maupun bukan berbadan hukum, itu pelaku usaha menurut Undang-undang No. 8/1999, maka orang perseorangan dapat termasuk pelaku usaha;

 

–       Bahwa benar mengenai kewajiban memberikan informasi atas barang yang ditentukan Depkumham itu harus melihat peraturan yang mengaturnya, misalnya pangan, itu harus bahasa Indonesia karena ada peraturan pemerintah No. 69 tentang label dan iklan pangan, kembali kepada barang-barang telekomunikasi dan teleproduk disana wajib dilengkapi dengan buku petunjuk penggunaan dan kartu garansi dalam Bahasa Indonesia, maka jika barang telematika dan elektronika yang disebutkan dalam peraturan menteri perdagangan nomor 19 tahun 2009, wajib melengkapi dan harus berbahasa Indonesia, serta didalam lampiran terdapat 45 produk telematika dan elektronika yang wajib dilengkapi;

 

–       Bahwa benar Ahli menjelaskan tentang nama IPAD tidak ada dalam salah satu dalam daftar yang 45 tersebut, tetapi IPAD adalah produk telematika, dia dapat digunakan sebagai internet, email, telepon selular, facebook dan kalkulator, seperti disebut dalam pasal 2 ayat (1), namun Ahli tidak melanjutkan atau merefer ke pasal 4;

 

–       Bahwa benar menurut peraturan, barang yang begitu masuk di pabean sudah harus diwajibkan berbahasa Indonesia, namun Ahli tidak menunjukkan peraturan yang mana;

 

–       Bahwa benar apabila sudah terdapat kata jual beli atau diperdagangkan maka wajib ada petunjuk berbahasa Indonesia, namun jika membawa dari luar negeri tidak untuk diperdagangkan, maka tidak dikenakan pasal tersebut;

 

–       Bahwa benar ketika Ahli diperiksa di kepolisian diperlihatkan dan diterangkan fungsi-fungsinya dari IPAD;

 

–       Bahwa benar khusus untuk IPAD dan produk telematika informasi tersebut harus berbentuk buku petunjuk manual dalam bahasa Indonesia, itu untuk bagaimana cara IPAD digunakan dalam bahasa Indonesia;

 

–       Bahwa benar kewajiban pelaku usaha untuk menyediakan buku petunjuk penggunaan itu gunanya untuk informasi yang secara hak yang perlu diketahui bagi konsumen, salah satu kewajibannya adalah memberikan informasi yang benar atau jujur atas barang dan jasa yang ditawarkan dan diperdagangkan, sebaliknya itu menjadi hak konsumen, persoalannya yang terjadi bukan dalam bahasa Indonesia, sedangkan bahasa itu harus berbahasa Indonesia sesuai dengan Undang-undang No. 8/1999 juga;

 

–       Bahwa benar Ahli menjelaskan dibuatnya Undang-undang Perlindungan Konsumen sebetulnya ada dua faktor:

 

  1. Kondisi konsumen di Indonesia ini pada umumnya lemah, lemah pengetahuan, pendidikan apalagi kesadarannya, sehingga berdasarkan penelitian dari lembaga peneliti Universitas Indonesia, bahwa konsumen itu lebih banyak pasrah, atas barang dan jasa di pasar;

 

  1. Peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia belum ada yang mampu melindungi konsumen baik dalam pidana atau perdata, hak-hak konsumen belum ada yang mengatur, maka perlulah lahir Undang-undang ini dan cita-citanya tercipta perlindungan yang preventif;

 

–       Bahwa benar adanya perlindungan terhadap konsumen sebelum ia membeli atau mengkonsumsi barang atau jasa di pasar, itu yang diharapkan Pemerintah, maka perlu adanya pengawasan bisa oleh Badan Perlindungan Konsumen Nasional, bisa oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil, Pemerintah, jika dihitung kasus-kasus mengenai perlindungan konsumen itu sangat banyak yang tidak diekspos di Koran, tapi nyatanya perlindungan konsumen ini masih jauh dengan apa yang diharapkan, yaitu kombinasi yang baik dari instansi yang terkait, termasuk penegak hukum itu sendiri;

 

–       Bahwa benar apabila seseorang membawa barang dari luar negeri dengan hand carry, apakah terkategori juga sebagai pelaku usaha jika ditujukan untuk diperdagangkan, namun Ahli tidak tahu apakah ada pasal yang mengatur tentang pemidanaan dan atau kewajiban orang-perorang untuk mengajukan permohonan untuk menerbitkan manual book dan garansi dalam bahasa indonesia;

 

–       Bahwa benar Ahli menjelaskan peraturan menteri Perdagangan No. 19 tahun 2009 adalah pelaksanaan Undang-undang perlindungan konsumen dari sisi informasi, dalam rangka melindungi hak-hak konsumen;

 

–       Bahwa benar yang dikenakan adalah yang menawarkan untuk diperdagangkan dan kategori dari perdagangan itu sendiri apabila telah terjadi jual beli hingga selesai;

–       Bahwa benar setiap pembeli itu konsumen, baik perorangan, baik badan usaha itu konsumen, jika tidak ada pembeli, tidak ada konsumen, tidak ada jual beli;

 

–       Bahwa benar apabila pembeli adalah seorang Polisi atau Penyidik dapat dikatakan sebagai konsumen namun terhadap Polisi atau Penyidik yang menyamar dibatasi oleh jabatannya, dan Ahli tidak dapat memastikannya apakah dapat dikategorikan sebagai konsumen;

 

–       Bahwa benar definisi pelaku usaha dijelaskan pada Pasal 1 angka 3 dan setiap kejadian yang menyatakan itu suatu kegiatan oleh pelaku usaha dan konsumen sifatnya tidak harus memenuhi unsur perjanjian karena perjanjian bisa tertulis atau bisa lisan; sehingga apabila ada pelaku usaha, ada konsumen pasti ada perjanjian jika tidak ada konsumen tidak ada yang diperjanjikan;

 

–       Bahwa benar dalam sebuah Undang-undang ada amanat tegas dan ada ada amanat tidak tegas, itu melahirkan aturan menteri, sedangkan keadaan di lapangan membutuhkan suatu peraturan;

 

–       Bahwa benar dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Perdagangan No. 19 tahun 2009 terdapat lampiran mengenai 45 produk yang wajib memakai buku manual dan jaminan garansi berbahasa Indonesia dan IPAD tidak masuk didalamnya;

–       Bahwa benar tidak ada pengecualian terhadap kriteria 45 barang tersebut, hanya karena waktu itu hanya 45 barang itu yang diketahui, tetapi Pasal 2 ayat (1) menjaring produk-produk teknologi yang maju, sedangkan IPAD produk yang maju dan ia dapat berfungsi sebagai alat komunikasi bisa juga sebagai kalkulator masuk;

–       Bahwa benar IPAD dapat digunakan untuk menelepon

 

Catatan:

Khusus mengenai keterangan ini Tim Penasehat Hukum menyatakan keberatan kepada Majelis Hakim dan menyatakan Ahli telah memberikan pendapat yang tidak benar atau palsu dibawah sumpah sebagaimana yang diatur dalam pasal 242 ayat (2) KUHP, karena senyatanya IPAD ternyata tidak dapat digunakan untuk menelpon.-

 

–       Bahwa benar Ahli pernah melihat orang memakai IPAD;

 

–       Bahwa benar kalau ada seseorang yang menjual barang maka disebut pelaku usaha, jika dipakai sendiri tidak dan seseorang bisa berubah kadang-kadang pelaku usaha kadang-kadang bukan;

 

–       Bahwa benar Ahli menjelaskan importir dan produsen itu yang wajib melengkapi manual dan garansi berbahasa Indonesia; dan jika untuk penggunaan pribadi maka aturannya adalah tidak boleh diperdagangkan;

 

–       Bahwa benar orang yang membawa barang dengan manual book  dalam bahasa Inggris, maka dia tidak boleh memperdagangkan, karena  itu kewajiban importir atau produsen, jika tidak datangi direktorat yang membuat pendaftaran dan jika ada orang ingin mengurus barang dari luar negeri dapat mendatangi dan menanyakan dimana pendaftarannya buku petunjuk penggunaan dan garansi berbahasa Indonesia;

 

–       Bahwa benar Ahli tidak mengetahui bagaimana prosedur cara menerbitkan buku petunjuk penggunaan dan garansi berbahasa Indonesianya untuk orang-perorang;

 

–       Bahwa benar diantara 45 jenis benda yang tercantum dalam lampiran 1 – Peraturan Menteri Perdagangan No. 19 tahun 2009 ada telepon seluler, adapun IPAD fungsinya mirip dengan telepon seluler, menurut Ahli jadi wajib dilengkapi buku petunjuk berbahasa Indonesia dan di tahun 2010 seharusnya peraturan itu sudah jalan, namun itu masalah kewenangan pimpinan;

 

–       Bahwa benar Ahli menjelaskan Peraturan Menteri Perdagangan No. 19 tahun 2009 mencabut peraturan menteri 547 tahun 2002, waktu itu diwajibkan juga sekarang berkembang dan yang terakhir pada No. 19 tahun 2009 tentang pendaftaran penggunaan manual terdapat pada 45 jenis barang tersebut;

 

–       Bahwa benar Ahli menjelaskan di BAP poin 18, ternyata untuk mewajibkan mencantumkan label dalam bahasa Indonesia sangat cepat pergerakannya sebelumnya peraturan menteri perdagangan No. 62 tahun 2009 tentang wajib mencantumkan label dalam bahasa Indonesia, selanjutnya teknologi maju cepat dan langsung ada peraturan No. 22 tahun 2010 sebagaimana penyempurnaan disitu ada kategori 113 jenis barang yang dikatakan IPAD yang harus dilabelisasi, akan tetapi di peraturan itu, dan dijelaskan masih diberi kelonggaran waktu 18 bulan dari dikeluarkannya peraturan itu terhitung dari tanggal 1 september 2010;

 

–       Bahwa benar apabila ternyata ada seseorang yang tidak menyelesaikan pembeliannya, itu sudah dalam konteks lain, bukan konteks Undang-undang perlindungan konsumen;

 

Tanggapan Terdakwa I dan II: tidak memberi tanggapan

Ahli yang diajukan para Terdakwa dan Tim Penasehat Hukum

 

1.    Dr. ARBIJOTO, M.Fil MBL MH SH SS, Ahli yang diajukan oleh Tim Penasehat Hukum para Terdakwa pada hari Selasa, tanggal 19 Juli 2011, disumpah menurut agama Islam dan memberikan pendapat yang pada pokoknya menerangkan hal-hal sebagai berikut:

 

–     Bahwa benar yang dimaksud penyidik dalam pasal 1 ayat (1) dan (2) dalam KUHAP  adalah, baik itu Polri atau Pegawai Negeri Sipil yang mempunyai tugas pokok yang mengumpulkan alat bukti dan menemukan siapa pelakunya, sedangkan saksi adalah orang yang memberikan keterangan baik dimuka penyidik, penuntut maupun di muka pengadilan dalam hal ini Majelis untuk menerangkan apa yang didengar dan dilihat sendiri;

 

–     Bahwa benar Ahli menjelaskan mengenai penyidik yang menjadi saksi berdasarkan sejarah pertumbuhan hukum di Amerika yang dkatakan Miranda eks, penyidik menjadi saksi dan ini disebut crown witnesses, yaitu orang yang sebetulnya bukan saksi, mungkin dia penyidik yang kemudian didandani dengan mahkota/crown untuk dijadikan sebagai saksi, maka saksi yang dibentuk oleh penyidik inilah yang dikatakan saksi mahkota, dan yang berinisiatif menjadikan penyidik ini menjadi saksi adalah hakim, bukan jaksa. Jika Jaksa yang melakukan maka telah masuk kedalam abuse of power. Karena kita mengikuti azas globalisasi dengan adanya komunikasi yang begitu cepat maka sebetulnya saksi mahkota itu tidak bisa dianggap sebagai saksi, dan sistem hukum Negara Indonesia yang menganut sistem continental, saksi seperti ini hanya berlaku bagi negara-negara yang tunduk pada anglo-saxon system. Karena adanya globalisasi masuknya para investor, maka untuk mencari aman dipakailah sistem ini termasuk crown witnesses, tapi jika kembali dalam legalitas itu tidak dapat dipakai. Jadi tetap tugasnya sebagai penyidik, dan dia harus mengumpulkan alat bukti, bukan kemudian dia menjadi saksi;

 

–     Bahwa benar Ahli menjelaskan dirinya disuruh untuk keluar pada saat hakim mendengarkan keterangan saksi lain agar ahli tidak dipaksa mendengar, dan dikhawatirkan ahli menjadi terpengaruh;

 

–     Bahwa benar penyidik yang bertukar tempat menjadi saksi demikian selanjutnya saksi tersebut menjadi penyidik untuk saksi yang lain maka penyidik tersebut sudah masuk kedalam terjadinya abuse of power;

 

–     Bahwa benar Ahli berpendapat jika Berita Acara Penyidikan yang dihadirkan di persidangan ternyata berbeda isinya dengan laporan Polisi ada indikasi pemalsuan atau keterangan yang tidak benar;

 

–     Bahwa benar Laporan Polisi masuk kedalam akta otentik karena didalamnya terdapat tanda tangan dari pejabat publik, kembali kepada pasal 1866 BW, yang menyatakan akta otentik adalah akta yang dibuat dihadapan atau oleh pejabat publik, dalam hal ini karena ditanda tangani oleh yang menerima laporan yakni pejabat publik maka menjadi akta otentik;

 

–     Bahwa benar BAP juga masuk kedalam akta otentik karena ditanda tangani oleh yang memeriksa, oleh penyidik, jika tuntutan ditanda tangani oleh Penuntut Umum, jika tingkat putusan ditanda tangani oleh Hakim atau panitera;

 

–     Bahwa benar apabila hal tersebut dalam suatu persidangan terjadi, terdapat fakta demikian, maka tergantung kepada terdakwa atau penasehat hukumnya, apakah mengajukan yang disebut dalam pasal 143 KUHAP atau tidak;

 

–     Bahwa benar jika dilihat atau kembali pada pasal 143 KUHAP dakwaan tersebut tidak berdasar, tetapi hal ini harus ada inisiatif dari penasehat hukum kepada Majelis Hakim apakah itu ada dokumen palsu atau tidak, jadi hakim menyatakan sidang ditunda untuk memerintah kepada JPU untuk memeriksa apakah memang terjadi pemalsuan atau tidak, sebagaimana tercantum dalam Pasal 81 KUHP, mengenai kesesuaian kewenangan yurisdiksi;

 

–     Bahwa benar pelaku usaha dalam bahasa Belanda handeler, yaitu orang yang karena kegiatannya menjalankan usaha dalam bidang ekonomi baik orang itu sifatnya natuurlijk person atau bisa juga recht persoon, jadi bisa berbentuk orang-perseorangan secara alamiah, tapi bisa juga badan hukum;

 

–     Bahwa benar ahli mengambil S3 hukum dalam bidang hukum bisnis dari segi pidana maupun perdata;

 

–     Bahwa benar barangsiapa arahnya mengarah ke teorologis kepada apa, kepada si pelaku usaha, jadi ini adalah suatu perumusan perundang-undangan yang sifatnya adalah teorologis yaitu mengarah ke tujuan, apakah sebagai pelaku usaha atau sebagai jaksa atau sebagai Hakim;

 

–     Bahwa benar suatu dakwaan harus menyebutkan secara jelas mengenai konsep perbuatan pidana dan apa yang dilakukan oleh si pelaku, dan yang menilai hal tersebut adalah Hakim, apakah sudah memenuhi pasal 143 KUHAP atau tidak;

 

–     Bahwa benar sebuah dakwaan harus tegas karena jika tidak tegas dapat menjadikan dakwaan itu melenceng, jika melenceng atau tidak sesuai dengan definisi terminologi maka hakim dapat memutuskan, perbuatan itu terbukti tetapi bukan sesuai faktanya, faktanya seseorang pelaku usaha atau tidak, diserahkan kembali kepada hakim;

 

–     Bahwa benar jika suatu peraturan berlaku bagi produsen, importir, distributor, dan tidak diatur bagi orang-perorang maka kembali kepada azas legalitas, termasuk obyeknya yang melarang atau tidak, jika orang-perorang tidak dilarang atau tidak ada di undang-undang tetapi tetap dimasukkan maka serahkan saja pada hakim

 

–     Bahwa benar dalam azas Legalitas yang dapat di pidana atau yang bisa dikatakan strachtbaad veird adalah yang dilarang atau disebutkan dalam peraturan perundang-undangan, selama itu tidak ada maka bukan merupakan perbuatan pidana;

 

–     Bahwa benar apabila terdapat Undang-undang yang menyediakan suatu garansi maupun buku panduan berbahasa Indonesia hanya berlaku bagi produsen, importir dan orang-perorang tidak ada kesempatan sebagai pembuat manual book atau garansi, maka kembali lagi apakah dia memang subyek yang harus melakukan jadi bukan bicara lagi mengenai strachbaad veird tetapi strachtbaad heid, jadi dapat dipertanggungjawabkan atau tidak, sehingga nanti putusannya pasal yang demikian, bukan suatu putusan yang berdecht oenslag van respontin tetapi harus merupakan vrijspraak;

 

–     Bahwa benar apabila dalam peraturan disebutkan misalnya 40 jenis barang-barang yang diwajibkan penyediaan manual book dan garansi dalam bahasa Indonesia, ternyata terdapat salah satu barang yang tidak masuk dalam daftar, tetapi kemudian dikatakan dalam peraturan pemerintah barang-barang tersebut wajib diadakan manual book dan garansi dalam bahasa Indonesia, maka sama seperti penjelasan sebelumnya, bahwa azas legalitas harus tetap dilaksanakan. Menurut John Austin menerangkan, apa yang ada dalam suatu perundang-undangan itu harus dianggap ketentuan, dan jika dilanggar itulah yang dikatakan dengan abuse of power;

 

–     Bahwa benar apabila seseorang dalam jual beli itu terdapat konsumen yang menyamar, maka kembali pada pasal 1320 dan pasal 1338 BW, dimana pada 1338 ayat (3) ada pengertian tentang good faith, disini menyamarnya itu ada itikad baik atau tidak, hakim yang akan menilai, jika memang tidak ada itikad baik bahkan dia malah menyalahgunakan kewenangannya atau abuse of power, maka yang terjadi bukan hanya perbuatan yang melanggar hukum tetepi juga melanggar moral, karena abuse of power itu pelanggaran yang dilakukan oleh pejabat publik bukan hanya sebuah pelanggaran hukum tetapi juga merupakan pelanggaran moral;

 

–     Bahwa benar apabila dalam suatu persidangan terdapat hal-hal yang disebutkan tadi, maka kembali ke pasal 143 KUHAP, yang terjadi bukan vernietig baar tetapi van rechtweignietig;

 

–     Bahwa benar untuk memidana seseorang itu, perlu dilihat deliknya itu merupakan delik formil, delik tersebut terdiri dari berbagai unsur maka tidak hanya harus dilakukan pembuktian tetapi juga harus dianalisa, jadi dari segi konsep juga ada, sekalipun perbuatan terbukti, maka harus dilepaskan dari tuntutan hukum;

 

–     Bahwa benar jika konsep yang didakwakan itu tidak benar, yang dituntutkan itu tidak tepat, maka dinyatakan Onslaag, tetapi jika sebelum melalui pokok perkara maka kembali ke pasal 143 KUHAP;

 

–     Bahwa benar apabila ada 3 polisi, ada satu orang melihat membawa senjata, dan disitu tidak ada saksi maupun orang lain, kemudian orang tersebut ditangkap, maka kembali lagi pasal 1 butir (1) dan butir (2) KUHAP, serta pasal 1 butir (26) dan butir (27) KUHAP, jadi intinya adalah kalau penyidik itu dia ada disana itu memang karena perintah dia mempunyai keinginan untuk ada disana, sedangkan saksi adanya disana dan melihat peristiwa itu bukan karena disengaja walaupun ia seorang penyidik, namun ia tidak dapat berperan sebagai penyidik ketika menjadi saksi, itulah bedanya saksi dengan penyidik;

 

–     Bahwa benar jika penyidik tersebut tetap dijadikan saksi maka dinamakan crown witnesses atau saksi mahkota. Jadi kesimpulannya seorang penyidik tidak boleh menjadi saksi;

 

–     Bahwa benar jika penyidik tidak boleh menjadi saksi kemudian  berkas tetap diteruskan, maka selama seminggu itu hakim diberi kesempatan untuk tanda tangan, karena dulu dakwaan itu yang membuat hakim, sekarang kalau dalam seminggu tidak terpenuhi maka hak jaksa untuk merubah dakwaan menjadi hilang;

 

Tanggapan Terdakwa I dan II: setuju dan tidak memberikan tanggapan

 

2.  Yusuf Shofie, Ahli yang diajukan oleh Tim Penasehat Hukum para Terdakwa pada hari Selasa, tanggal 26 Juli 2011, disumpah menurut agama Islam dan memberikan pendapat yang pada pokoknya menerangkan hal-hal sebagai berikut:

 

–     Bahwa benar saat ini Ahli merupakan anggota badan perlindungan konsumen nasional yang diangkat melalui Keputusan Presiden, yang sebelumnya melalui fit and proper test, dan mewakili dari akademisi, dan tugas sehari-hari dari Ahli di badan perlindungan konsumen nasional sering dimintakan bantuannya oleh Mabes Polri maupun Kementerian Perdagangan RI;

 

–     Bahwa benar Ahli hadir karena mendapatkan surat tertanggal 11 Juli 2011 dari Direktur Pemberdayaan Konsumen Kementerian Perdagangan RI, untuk memberikan keterangan ahli menyangkut tentang kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan RI, menyangkut permasalahan IPAD;

 

–     Bahwa benar dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen itu terdapat 21 (dua puluh satu) kaidah hukum dan semuanya memiliki sanksi pidana, termasuk Pasal 8 ayat (1) huruf j dan Pasal 62 Undang-undang Perlindungan Konsumen, pasal itu terkait dengan produk yang diperjualbelikan, ada yang namanya petunjuk pemakaian atau manual book dan ada juga yang namanya kartu garansi dan disebutkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

 

–     Bahwa benar Pasal 8 ayat (1) huruf j dan Pasal 62 Undang-undang Perlindungan Konsumen mempunyai peraturan lebih lanjut, salah satunya adalah Peraturan Menteri Perdagangan RI nomor 19/M-DAG/PER/5/2009 tentang pendaftaran petunjuk penggunaan (manual) dan kartu jaminan garansi purna jual dalam bahasa Indonesia bagi produk telematika dan elektronika;

 

–     Bahwa benar Ahli mendapatkan Peraturan Menteri Perdagangan no. 19 tahun 2009 dari bagian lain yang memiliki layanan aturan, tetapi Permendagri nya sudah Ahli konsultasikan kepada Direktur Pemberdayaan Perdagangan Kementerian Perdagangan RI, dengan Direkturnya sekarang ibu Sri Agustina, di website itu tidak ada tanda tangan ibu Maria Pangestu sebagai Menteri Perdagangan RI, jadi yang ada di ahli sekarang ini pada dasarnya sudah dikonsultasikan ke ibu Sri Agustina, oleh karena itu didalam surat Kementerian Perdagangan RI ini melalui Direktur Perlindungan Konsumen, telah menyatakan sikap resmi bahwa IPAD bukan produk yang termasuk diwajibkan menggunakan buku petunjuk manual dalam bahasa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 19 tahun 2009 yang didalamnya telah tercantum 45 Produk;

 

–     Bahwa benar Ahli telah mempelajari Permendag No. 19 tahun 2009 ini, memang tidak boleh dibaca sepotong-sepotong tapi harus dilihat lampirannya, ahli sendiri tidak tahu IPAD itu seperti apa, jadi secara Yuridis Normatif sudah menelusuri dalam lampiran-lampirannya yang 45 itu tidak ada kata IPAD, maka tidak boleh misal ada digital kamera, lalu karena IPAD punya fungsi kamera terus disamakan dengan digital kamera, jika berpegang pada hukum pidana karena pembinaan pasal 8 ayat (1) huruf j itu dihubungkan ke Pasal 62 itu bersanksi pidana, kemudian ada penyebutan peraturan perundang-undangan, ahli merujuk peraturan perundang-undangan disini itu tidak ada kata IPAD, maka sepanjang tidak disebutkan disini itu tidak boleh IPAD itu dikatakan ada didalam Peraturan tersebut;

 

–     Bahwa benar Ahli menjelaskan Produk telematika dan elektronika yang wajib dilengkapi dengan petunjuk penggunaan dan kartu jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini, jadi karena pada pasal 4, peraturannya sebagian tetap disahkan di peraturan perdagangan no. 19 tahun 2009;

 

–     Bahwa benar kaitan Pasal 2 dengan Pasal 7 mengenai pelaku usaha adalah tentang kewajiban yang disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1), sebenarnya yang diwajibkan itu bukan produknya, tetapi yang diwajibkan adalah siapa yang memperdagangkan, didalam pasal 2 ayat (1) itu ada kata diimpor, kemudian di Pasal 7, terdapat kata produsen atau importir, lebih lanjut untuk mengetahui dapat dilihat di ketentuan umumnya angka (3) terdapat kata impor, kemudian pasal 1 angka (5), importir adalah perusahaan dan seterusnya, maka subyek dari permendag No. 19 tahun 2009 itu adalah importir, dan importir itu harus perusahaan;

 

–     Bahwa benar dalam Pasal 1 angka (6)  disebutkan produsen yaitu perusahaan yang memproduksi produk telematika dan elektronika di dalam negeri, dari kata produsen itu berarti menghasilkan, tapi dia terlibat pembuatan suatu produk dan disitu ada kata-kata perusahaan, berarti harus berbentuk perusahaan;

 

–     Bahwa benar dalam peraturan menteri perdagangan No. 19 tahun 2009, tidak menyebut perseorangan, yang disebutkan adalah perusahaan, artinya tidak boleh ditafsirkan lain apakah perusahaan sama dengan perseorangan, kalau didalam Undang-undang Perlindungan Konsumen memang, pelaku usaha itu ada perseorangan ada badan hukum;

 

–     Bahwa benar perorangan tidak memungkinkan untuk diterapkan peraturan menteri perdagangan No. 19 tahun 2009, karena Permendag tersebut berlaku bagi perusahaan;

 

–     Bahwa benar Permendag tersebut sifatnya administrasi, karena terdapat registrasi, manual dan lain-lain, jadi artinya Permendag tersebut tidak bisa dijadikan dasar untuk mempertanggung jawabkan secara pidana, dan secara jelas didalam pertimbangannya tidak ada pasal berapa dari Undang-undang Perlindungan Konsumen.

 

–     Bahwa benar tidak ada peraturan yang berlaku di wilayah RI saat ini yang mengatur perorangan diwajibkan membuat manual book atau garansi berbahasa Indonesia, karena memang hanya perusahaan tidak ada perseorangan didalamnya;

 

–     Bahwa benar selama 11 (sebelas) tahun terakhir Ahli tidak mengikuti peraturan-peraturan yang lain, hanya terbatas pada peraturan perlindungan konsumen dan disertasi yang fokusnya pada perusahaan, yang paling dominan melakukan aktifitas perekonomian di Indonesia dalam transaksi antara pelaku usaha dengan konsumen, itu dalam permendag sendiri disebut perusahaan;

 

 

–     Bahwa benar tidak dimungkinkan orang-perorang menyusun manual book berbahasa Indonesia dan kartu garansinya pada kementerian perdagangan;

 

–     Bahwa benar mengenai lampiran dari Menteri Perdagangan mengenai produk-produk yang wajib dilengkapi manual book maupun kartu garansi, yang menjadi tolak ukurnya adalah Pasal 2 dan Pasal 4 Peraturan Menteri Perdagangan;

 

–     Bahwa benar spirit atau jiwa dari Undang-undang Perlindungan Konsumen berdasarkan dari prosesnya yang panjang, Ahli telah membaca notulensi pembahasan Undang-undang Perlindungan Konsumen, yang terdiri dari 1500 halaman, spiritnya adalah untuk mengangkat harkat dan martabat konsumen, karena selama ini hanya perusahaan saja yang dimintakan tetapi hak-haknya tidak diperhatikan, jadi Undang-undang Perlindungan Konsumen itu ingin mensejajarkan konsumen dengan pelaku usaha, oleh karena itu dalam konsideran Undang-undang Perlindungan Konsumen itu salah satunya terciptanya pelaku usaha yang bertanggung jawab, maka pelaku usaha yang bertanggung jawab itu dibina oleh kementerian perdagangan, karena yang memasukkan barang dan atau jasa di Undang-undang Perlindungan Konsumen itu adalah yang ditransaksikan kepada konsumen akhir, dengan kata lain menciptakan keseimbangan antara pelaku usaha dengan konsumen;

 

–     Bahwa benar kategori dan batasan konsumen dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen, karena undang-undang Perlindungan Konsumen itu mengintegrasikan penegakan hukum di bidang Perlindungan Konsumen, ketentuan konsumen di Pasal 1 angka 2 ketentuan umum adalah selalu pribadi, keluarga atau orang lain, dia mendapatkan barang atau jasa untuk digunakan dan tidak untuk diperjualbelikan kembali, artinya hanya untuk kepentingan dirinya sendiri, tidak boleh ada kepentingan-kepentingan lainnya, apabila ada kepentingan lainnya tidak bisa Undang-undang perlindungan konsumen ini digunakan sebagai dasar untuk meminta pertanggung jawaban untuk pelaku usaha, kalau boleh mengambil contoh, ada Mall baru dibangun, kemudian disewakan kios-kiosnya, kemudian penyewa itu bertransaksi dengan yang punya Mall, sering kejadian penyewa mall ini sering merasa dirinya diposisikan sebagai konsumen, karena menyewa, padahal ongkos sewanya itu akan di charge lagi pada harga barang yang akan dibeli oleh konsumen akhir, jadi penyewa mall disini bukan sebagai konsumen menurut Undang-undang Perlindungan Konsumen;

 

–     Bahwa benar seseorang membeli barang bukan untuk digunakan oleh dirinya sendiri, tetapi orang itu sebenarnya menipu atau menyamar atau menjebak, maka orang itu tidak dapat dikategorikan sebagai konsumen;

 

–     Bahwa benar seseorang tidak bisa dipertanggung jawabkan secara pidana atas apa yang belum diatur, karena didalamnya tidak ada penyebutan individu dan tidak ada IPAD, pasal 8 ayat 1 huruf j  tidak dapat berdiri sendiri karena menyebut peraturan perundang-undangan yang berlaku, kementerian perdagangan RI sebagai Kementerian yang bertanggung jawab mengawal dan menyatakan secara resmi menyebutkan bahwa IPAD tidak termasuk kedalam yang disebutkan dalam Lampiran;

 

–     Bahwa benar dalam Pasal 8 ayat (1) huruf j jo. Pasal 62 ayat (1) merupakan hukum yang masih ada kelanjutan hukum-hukum lainnya karena telah dikatakan peraturan perundang-undangan, dari peraturan perundang-undangan itu Kementerian Perdagangan mengatakan sebelum ada penggunaan sanksi pidana itu dilakukan pembinaan terlebih dahulu oleh kementerian.

 

–     Bahwa benar secara Yuridis Normatif dalam Pasal 8 ayat (1) itu pelaku usaha tidak termasuk perorangan, karena dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen, subyek atau format hukum itu adalah pelaku usaha, pelaku usaha itu bisa perorangan bisa badan hukum, dan terdapat kata peraturan perundang-undangan yang berlaku dimana yang disebutkan adalah produsen dan importer dan benar konteks dalam Permendag No.19 Tahun 2009 tidak ada perorangan;

 

–     Bahwa benar Ahli bukan sebagai anggota tim perumus tapi sebagai anggota tim revisi perumus;

 

Tanggapan Terdakwa I dan II: setuju dan tidak memberi tanggapan lainnya;

 

  1. Gatot S. Dewa Broto, Ahli yang dijaukan oleh Tim Penasehat Hukum para Terdakwa pada hari Selasa, tanggal 26 Juli 2011, disumpah menurut agama Islam dan memberikan pendapat yang pada pokoknya menerangkan hal-hal sebagai berikut:

 

–     Bahwa benar Ahli sebagai kepala pusat informasi dan humas, juga sebagai Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID);

 

–     Bahwa benar sesuai dengan Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Ketentuan Informasi Publik (KIB) disebutkan bahwa dalam Undang-undang KIB tersebut baik eksekutif, legislatif, yudikatif di pusat maupun daerah yang mendapatkan seluruh atau sebagian pendapatan APBN atau APBD itu wajib untuk menunjuk PPID, jadi seandainya setiap ada pertanyaan masyarakat, institusi atau siapapun yang berkewarganegaraan Indonesia wajib melalui PPID, di depkominfo ahli sebagai PPID, ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan menkominfo pada bulan Maret 2010, meskipun Undang-undang KIB ini baru efektif berlaku pada 30 April 2010, dan memang di Undang-undang KIB tidak disebutkan apakah PPID dalam sebuah badan publik itu hanya boleh satu atau lebih, tetapi karena di depkominfo tidak memiliki Kanwil di daerah, maka diputuskan oleh menkominfo hanya satu PPID, jadi selama ini Ahli yang bertanggung jawab, sehingga apabila ada pertanyaan tidak melalui pejabat yang lain tetapi cukup melalui PPID;

 

–     Bahwa benar apa yang disebutkan pada Pasal 32 ayat (1) Undang-undang No. 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi bahwa kewajiban setiap orang yang merakit, memperdagangkan dan seterusnya, wajib memenuhi ketentuan yang berlaku, kemudian Pasal 32 ayat (2) menyebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis diatur dalam peraturan pemerintah, adapun peraturan pemerintah yang terkait perangkat telekomunikasi itu masuk pada peraturan pemerintah No. 50 tahun 2002, yaitu tentang penyelenggaraan telekomunikasi, khususnya pada pasal 71, 72, 73 yang menyebutkan diantaranya memberikan kewenangan kepada menteri terkait untuk menerbitkan sesuai dengan sertifikasi yang berlaku dan yang berikutnya sebagai tindak lanjut dari PP tersebut juga ada yang disebutkan Peraturan Menteri Kominfo No. 29 Tahun 2008, tentang sertifikasi alat dan perangkat telekomunikasi, jadi peraturan Menteri Kominfo  No. 29 Tahun 2008 ini menyangkut berbagai hal, hak dan kewajiban serta kemudian pemenuhan hukum yang perlu dipenuhi oleh setiap pemohon untuk mendapatkan sertifikasi perangkat telekomunikasi;

 

–     Bahwa benar Ahli menjelaskan yang dapat bertindak sebagai pemohon sertifikasi terdapat pada peraturan menteri Kominfo No. 29 Tahun 2008,  adalah seperti disebut di Pasal 27 ayat (1)

 

Permohonan Sertifikasi alat dan perangkat telekomunikasi diajukan oleh:

 

  1. pabrikan atau perwakilannya (representative), yaitu produsen sebagai badan usaha yang bertanggung jawab terhadap pembuatan barang;

 

  1. distributor, yaitu badan usaha yang sah yang ditunjuk oleh pabrikan;

 

  1. importir, yaitu perusahaan pemegang Nomor Pengenal Impor Khusus (NPIK) yang ruang lingkupnya meliputi bidang telekomunikasi;

 

  1. badan usaha perakit alat dan perangkat telekomunikasi; atau

 

  1. institusi, yaitu badan usaha yang menggunakan alat dan perangkat telekomunikasi untuk keperluan sendiri.

 

Sertifikat alat dan perangkat telekomunikasi terdiri dari:

  1. Sertifikat A, untuk pabrikan atau distributor;
  2. Sertifikat B, untuk importir, perakit atau institusi.

 

Kemudian di Pasal 7 masih di peraturan Kominfo yang sama,

 

–     Bahwa benar di dalam data yang ahli miliki di kementerian kominfo itu tidak ada ijin perorangan, jadi seperti yang disebutkan tadi baik sertifikat A maupun sertifikat B tidak ada perorangan, intinya  adalah yang ada hanya nama perusahaan itu sendiri dan pada Pasal 8 Peraturan Menteri Kominfo disebutkan persyaratannya adalah khususnya di Pasal 8 ayat (2);

 

Surat permohonan sertifikasi alat dan perangkat telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan persyaratan sebagai berikut:

  1. copy dokumen akta pendirian perusahaan dan perubahannya jika ada;
  2. copy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
  3. copy Tanda Daftar Perusahaan (TDP) untuk distributor;
  4. dokumen asli penunjukan dari pabrikan untuk distributor;
  5. copy Nomor Pengenal Importir Khusus (NPIK) bagi pemohon Sertifikat B;
  6. surat pernyataan kesanggupan memberikan garansi serta layanan puma jual di atas materai, kecuali jika alat dan perangkat telekomunikasi tidak untuk diperdagangkan;
  7. surat pernyataan bahwa sampel uji telah tersedia dan siap untuk diuji;
  8. copy dokumen penunjang teknis dan operasional;
  9. copy hasil pengujian EMC dan pernyataan tertulis bermeterai dari pemohon terhadap kebenaran hasil pengujian EMC, dalam hal pengujian EMC dilakukan melalui evaluasi dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17;
  10. copy dokumen MRA, untuk pelaksanaan evaluasi dokumen yang berkaitan dengan MRA.
  11. surat pernyataan di atas meterai dari pemohon sertifikat yang menjamin bahwa spesifikasi teknis dan kualitas alat pelanggan (CPE) adalah sama dengan spesifikasi teknis dan kualitas alat pelanggan (CPE) yang telah mendapat sertifikat melalui uji pengukuran, dalam hal dilakukan evaluasi dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf b dan huruf c.
  12. surat pernyataan di atas meterai dari pabrikan yang menjamin spesifikasi teknis dan kualitas alat dan perangkat telekomunikasi kelompok jaringan dan atau kelompok akses (Non CPE) adalah sama dengan spesifikasi teknis dan kualitas alat dan perangkat telekomunikasi kelompok jaringan dan atau kelompok akses (Non CPE) yang telah mendapat sertifikat melalui uji pengukuran, dalam hal dilakukan evaluasi dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf d;

 

Maka kesimpulannya adalah belum pernah ada permohonan dari perseorangan karena satu saja dari persyaratan tidak terpenuhi maka menjadi gugur.

 

–     Bahwa benar ahli menegaskan tidak ada peraturan Kominfo yang lain yang mengatur proses sertifikasi terhadap orang-perorangan.

 

–     Bahwa benar ahli menjelaskan dalam peraturan Kominfo No. 29 Tahun 2008, memang seluruh alat dan perangkat telekomunikasi itu diwajibkan persyaratan teknis yang ada yang diatur di Pasal 32 ayat (1), tetapi seandainya kita datang dari luar negeri itu termasuk yang dikecualikan, karena ini disebut di Pasal 6 ayat (1),

 

Alat dan perangkat telekomunikasi yang tidak wajib disertifikasi meliputi:

 

  1. alat dan perangkat pendukung telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d;

 

  1. barang bawaan penumpang, awak sarana pengangkut dan barang pindahan serta barang yang dikirim melalui pos atau jasa titipan dengan jumlah paling banyak 2 (dua) unit, yaitu:

1)        alat pelanggan (Customer Premises Equipment/CPE);

2)        alat dan perangkat telekomunikasi untuk keperluan pribadi yang tidak menggunakan spektrum frekuensi radio, tidak digunakan untuk keperluan perusahaan dan tidak untuk diperjualbelikan (komersial);

 

  1. Alat dan perangkat telekomunikasi untuk keperluan penelitian (riset), uji coba (field trial) dan atau penanganan bencana alam dengan ketentuan sebagai berikut:

1)        tidak untuk diperdagangkan.

2)        dalam hal perangkat menggunakan spektrum frekuensi radio harus memiliki Izin Stasiun Radio (ISR) sementara;

3)        waktu penggunaan perangkat paling lama 1 (satu) tahun.

4)        setelah waktu penggunaan sebagaimana dimaksud pada butir 3) berakhir, alat dan perangkat telekomunikasi wajib direekspor ke negara asal atau dapat dipergunakan kembali setelah melalui sertifikasi;

 

  1. alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan setelah mendapatkan rekomendasi dari Menteri Pertahanan Republik Indonesia atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia;

 

  1. alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan untuk pengukuran sarana telekomunikasi.

jadi kesimpulannya adalah: masih diizinkan seseorang membawa dari luar negeri maksimal 2 unit dan tidak perlu disertifikasi;

 

–     Bahwa benar tidak ada aturan atau regulasinya untuk melakukan sertifikasi jika orang-perorang sebagai pemohon, tetapi yang tadi kami katakan, tidak dibolehkan seandainya barang itu diperdagangkan atau diperjualbelikan, kemudian apabila ada sesorang yang merasa ragu ingin diperdagangkan tidak hanya IPAD tapi produk telekomunikasi apapun, biasanya mereka menyampaikan informasi atau klarifikasi ke kementerian Kominfo, apakah perangkat untuk type, model, keluaran tahun tersebut itu sudah ada sertifikasinya tidak, karena jika tidak, itu menghambat orang untuk menjual kepada orang lain;

 

–     Bahwa benar pada Pasal 1 peraturan Kominfo tentang definisi dan terminologi alat komunikasi, yakni alat telekomunikasi adalah alat perlengkapan yang bisa digunakan untuk bertelekomunikasi, kemudian selanjutnya perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang digunakan untuk bertelekomunikasi, kembali ke pertanyaan alat komunikasinya tadi, memang di kementerian Kominfo tidak merinci satu persatu apakah notebook termasuk atau tidak, karena pada saat Undang-undang itu dibuat tahun 1999 teknologi notebook belum ada, maka sifatnya general, kemudian seandainya ada spesifik seperti Bluetooth, notebook, Laptop, itu dapat dilihat dari Bluetooth-nya sendiri didalam data ahli Bluetooth telah ada sertifikasinya dan di Kementerian Kominfo pernah mengeluarkan sertifikasi khusus untuk Bluetooth, kalau notebook sejauh itu dapat digunakan untuk berkomunikasi misalnya seperti email dan lain-lain itu termasuk ranah yang wajib disertifikasi, namun jika notebook yang berdiri sendiri itu alat yang tidak wajib disertifikasi;

 

–     Bahwa benar yang menjadi alat telekomunikasi adalah perangkat tambahannya seperti Bluetooth, wi-fi dan modem;

 

–     Bahwa benar tidak ada peraturan yang berlaku di Wilayah Negara Republik Indonesia saat ini bagi orang-perorang yang membawa masuk barang atau kebetulan dia beli, untuk diwajibkan melakukan sertifikasi terhadap barang tersebut;

 

–     Bahwa benar ahli menjelaskan tidak hanya untuk orang yang membawa barangnya dari luar negeri, tetapi kewajiban untuk tidak disertifikasi juga untuk perangkat telekomunikasi dari luar untuk digunakan perangkat bencana, karena kebutuhan untuk sertifikasi itu cukup lama, untuk pengujian adalah 21 hari, untuk mendapatkan sertifikat itu maksimal 3 hari, kemudian perangkat untuk research;

 

–     Bahwa benar pada Pasal 5 ayat (1) dijelaskan Alat dan perangkat telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas 4 (empat) kelompok, yaitu:

 

  1. kelompok jaringan network;

 

  1. kelompok akses;

 

  1. kelompok alat pelanggan (Customer Premises Equipment/CPE);

 

  1. kelompok alat dan perangkat pendukung telekomunikasi.

kembali ke masalah seperti IPAD itu sendiri bisa berfungsi karena ada alat pendukungnya, jadi alat pendukung itulah yang dimungkinkan untuk bertelekomunikasi;

 

–     Bahwa benar ahli menjelaskan yang memungkinkan itu adalah kelompok pendukung komunikasi, seperti Pasal 6 ayat (1) a, disebutkan Alat dan perangkat telekomunikasi yang tidak wajib disertifikasi meliputi:

alat dan perangkat pendukung telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat   (1) huruf d;

maksud dari Pasal tersebut adalah tidak untuk digunakan untuk CPE tersendiri atau untuk research sendiri, jadi tidak harus digunakan untuk kepentingan konsumen;

 

–     Bahwa benar seperti telah diatur dalam Pasal 6 tidak perlu ada sertifikasi, dan jika ingin dijual lebih baik datang dan meminta penjelasan ke kementerian Kominfo, apakah type dan model yang dimaksud sudah keluar sertifikatnya atau belum;

 

–     Bahwa benar jika memang type dan model yang dimaksud belum keluar sertifikatnya disarankan untuk tidak diperjualkan dan benar tidak perlu disertifikasi untuk perorangan karena tidak ada kelayakan perorangan untuk mendapatkan sertifikat, seperti yang telah diatur di pasal 8 PerMen Kominfo;

 

–     Bahwa benar sertifikasi itu hanya untuk importir, distributor, pabrikan dan institusi, seandainya kita membeli barang tertentu misalnya perangkat HP selular, pribadi-perpribadi tidak pernah memegang sertifikat, yang memegang sertifikat ini adalah mungkin tokonya dalam bentuk fotokopi, tapi lebih tinggi lagi adalah distributor;

 

     Tanggapan Terdakwa I dan II: Setuju dan tidak ada tanggapan lainnya;

 

C.  ALAT BUKTI SURAT

 

Bahwa dengan mendasarkan sebagaimana yang diatur dalam pasal 187 KUHAP, maka Alat Bukti Surat dalam perkara pidana a quo adalah sebagai berikut:

 

1.  Alat Bukti Surat dari Penuntut Umum

Bahwa Penuntut Umum tidak menghadirkan Alat bukti Surat di pemeriksaan persidangan perkara pidana a quo, hal tersebut adalah sesuai dengan berkas perkara penyidikan setelah diperiksa dengan seksama, tidak terdapat satu dokumenpun berupa: Surat Perintah Penyitaan, Berita Acara Penyitaan, Penetapan Pengadilan untuk izin atau persetujuaan Penyitaan;

 

Bahwa sehingga dengan demikian, tidak terdapat Alat bukti berupa Surat yang memberatkan kedua Terdakwa yang diajukan oleh Penuntut Umum dalam perkara pidana a quo;

 

2.  Alat Bukti Surat dari para Terdakwa dan Tim Penasehat Hukumnya

Bahwa para Terdakwa dan Tim Penasehat Hukumnya telah mengajukan Alat Bukti Surat yang meringankan kedua Terdakwa di pemeriksaan persidangan perkara a quo sebagai berikut:

Bukti T-I,T-II – 1   :  Surat Perintah Tugas No. SP.Gas/1285/XI/2010/DitReskrimsus tgl. 23 November 2010;

 

Bukti T-I,T-II – 2   :  Laporan Polisi No. LP/842/XI/2010/PMJ/Dit Reskrimsus, tgl. 24 November 2010;

 

Bukti T-I,T-II – 3   :  BAP  a/n Bripka Eben Patar Opsunggu tgl. 24 November 2011;

 

Bukti T-I,T-II – 3A :  BAP  a/n  Ipda Dimas Ferry Anuraga tgl. 24 November 2011;

 

Bukti T-I,T-II – 5   :  BAP  a/n Bripka Suhadi tertanggal  24 November 2011;

 

Bukti T-I,T-II – 6   :  Surat dari iBox (Authorised Reseller) produk iPad yang menyatakan “iPad 1 memang tidak memiliki buku petunjuk penggunaan dalam Bahasa Indonesia.” tertanggal 13 Juni 2011;

 

Bukti T-I,T-II – 7   :  Surat dari Antonius Sujata – Mantan Ketua Ombudsman RI perihal proses persidangan Dian dan Randy terkait kasus iPad, tanggal 01 Agustus 2011;

 

Bukti T-I,T-II – 8   :  Surat from the desk of Faisal Basri tanggal 02 Agustus 2011 perihal: “Penyampaian Keprihatinan atas Persidangan Perkara iPad dengan Terdakwa an Dian dan Randy”;

 

Bukti T-I,T-II – 9   :  Surat dari Kementrian Perdagangan RI No.896/SPK.3.TU/07/11, tanggal 11 Juli 2011, Perihal: Permohonan saksi ahli;

 

Bukti T-I,T-II – 10

s/d 16                  : pemberitaan Kasus iPad Dian dan Randy di berbagai media cetak dan elektronik dan atau dari Internet;

 

 

D. ALAT BUKTI PETUNJUK    

 

Bahwa sesuai dengan pasal 188 KUHAP, maka yang dimaksud dengan Alat Bukti berupa “Petunjuk” adalah sebagai berikut:

 

(1)   Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya, baik antara satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya;

 

(2)   Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari:

–    keterangan saksi;

–    surat;

–    keterangan terdakwa;

 

(3) Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya;

 

Bahwa Penuntut Umum mencoba untuk meng-formulasikan Alat Bukti Petunjuk dalam Surat Tuntutannya yang nantinya akan ditanggapi pada bagian selanjutnya mengenai kekuatan alat bukti yang dinyatakan oleh Penuntut Uumum tersebut;

 

Bahwa sesungguhnya terdapat Alat Bukti Petunjuk yang meringankan kedua Terdakwa yang diperoleh dari Alat Bukti Keterangan Saksi, Surat dan Keterangan Terdakwa sebagaimana pasal 188 ayat (2) KUHAP sebagai berikut:

 

a. Bahwa keterangan Saksi Yudhy Fajar, yang bersesuaian dengan keterangan Terdakwa II Dian Yudha Negara yang menyatakan bahwa:

Terdakwa II Dian Yudha Negara tidak berdagang IPAD, tidak memiliki izin usaha untuk jual-beli IPAD serta pekerjaan sehari-harinya adalah sebagai pekerja konsultan IT di Kantor Saksi Yudhy Fajar

 

bahwa hal tersebut juga bersesuaian dengan fakta bahwa “tidak adanya satu alat bukti surat“pun yang dihadirkan di pemeriksaan persidangan perkara pidana a quo yang dapat membuktikan bahwa Terdakwa II Dian Yudha Negara memenuhi syarat formiil untuk disebut sebagai “pelaku usaha” yakni sebagai pedagang IPAD, sehingga dengan demikian maka diperoleh Alat Bukti Petunjuk yang menyatakan bahwa:

 

Terdakwa II Dian Yudha Negara bukanlah pelaku usaha (pedagang IPAD) dalam        kebenaran formiil maupun materiil

 

b. Bahwa keterangan Saksi Anton Wijaya yang bersesuaian dengan keterangan Saksi Marcella Liem dan bersesuaian dengan Keterangan Terdakwa I Randy Lester Samusamu serta keterangan Terdakwa II Dian Yudha Negara, yang menyatakan bahwa:

ke-8 (delapan) unit IPAD tersebut dibeli di Singapura oleh Terdakwa I, karena titipan dari saudara dan atau teman-teman dari Terdakwa I“, serta “IPAD tersebut buka dibeli untuk diperdagangkan danTerdakwa I bukanlah pedagang IPAD

 

dan bahwa hal tersebut bersesuaian pula dengan fakta bahwa “tidak adanya satu alat bukti surat“pun yang dihadirkan di pemeriksaan persidangan perkara pidana a quo yang dapat membuktikan bahwa Terdakwa I Randy Lester Samusamu memenuhi syarat formiil sebagai “pelaku usaha” yakni sebagai pedagang IPAD; sehingga dengan demikian maka diperoleh Alat Bukti Petunjuk yang menyatakan bahwa:

 

Terdakwa I Randy Lester Samusamu bukanlah pelaku usaha (pedagang IPAD) dalam            kebenaran formiil maupun materiil

 

c.  Bahwa keterangan Ahli Aman Sinaga yang bersesuaian dengan keterangan Ahli Yusuf Sofie dan keterangan Terdakwa I dan Keterangan Terdakwa II dan bersesuaian dengan Alat Bukti Surat berupa Surat Perintah Tugas No.SP.Gas/1285/XI/2010/DitReskrimsus tgl. 23 November 2010    yang menyatakan bahwa:

 

Bripka Eben Patar Opsunggu, Ipda Dimas Ferry Anuraga dan Bripka Suhadi adalah bukan konsumen karena secara nyata dan jelas mereka adalah penyidik yang menyamar dan bertujuan untuk menjebak kedua Terdakwa, Randy Lester Samusamu dan Dian Yudha Negara

 

Bahwa sehingga dengan demikian, maka diperoleh Alat Bukti Petunjuk yang menyatakan bahwa:

 

Undang-undang Perlindungan konsumen yang telah digunakan untuk menjerat kedua Terdakwa dalam perkara pidana a quo adalah keliru, tidak tepat karena tidak sesuai dengan semangat dan jiwa dari UU Perlindungan Konsumen itu sendiri

E.  KETERANGAN TERDAKWA

 

     Bahwa Terdakwa I dan II masing-masing adalah Randy Lester Samusamu dan Dian Yudha Negara telah diperiksa dipersidangan pada hari Selasa, tanggal 09 Agustus 2011  yang pada pokoknya memberikan keterangan sebagai berikut:

 

 

Terdakwa – IRandy Lester Samusamu

 

–     Bahwa benar terdakwa I ditangkap di plaza City Walk, Jakarta Pusat;

 

–     Bahwa benar terdakwa I pergi ke Plaza City Walk Sudirman untuk menemui pembeli IPAD sebanyak 8 (delapan) unit;

 

–     Bahwa  benar terdakwa I membawa 6 (enam) unit dan terlebih dahulu menemui terdakwa II yang membawa 2 (dua) unit, baru kemudian terdakwa I menemui pembeli;

 

–     Bahwa benar terdakwa I baru berkomunikasi dengan pembeli pada tanggal 24 November 2010;

 

–     Bahwa benar terdakwa I bertemu dengan pembeli di restoran Warung Kita dan kemudian pembeli tersebut bertanya mengenai manual book nya;

 

–     Bahwa benar terdakwa I mau menjual IPAD yang 16 GByte dan terdakwa II yang juga mau menjual IPAD 64 GByte dan kebetulan ada pembeli yang meminta 10 unit;

 

–     Bahwa benar terdakwa I menawarkan barang tersebut ke teman-teman kantor melalui SMS dan BBM, dan tidak menawarkan IPAD 16 GByte sebanyak 6 unit melalui internet;

 

–     Bahwa benar terdakwa I setelah bertemu dengan pembeli kemudian orang-orang tersebut memperlihatkan surat peintah tugas yang ternyata orang-orang tersebut dari Polda Metro Jaya, unit 2 satuan Industri Perdagangan, dan kemudian terdakwa I diberi tahu bahwa terdakwa I diduga terkena pelanggaran pasal perlindungan konsumen dan telekomunikasi;

 

–     Bahwa benar terdakwa I kemudian menelepon terdakwa II yang baru selesai meeting untuk menemui terdakwa I dan para Polisi di restoran Warung Kita, dan kemudian Polisi-polisi tersebut menjelaskan kembali dan membawa terdakwa I dan terdakwa II ke lantai atas kantor dan ruangan terdakwa II bekerja;

 

–     Bahwa benar terdakwa I dititipkan IPAD 64 GByte sebanyak 2 unit milik terdakwa II;

 

–     Bahwa benar terdakwa I langsung membawa total 8 unit IPAD membawa IPAD tersebut dengan di hand carry;

 

–     Bahwa benar terdakwa I hanya pernah dititipkan untuk membeli IPAD, karena pada saat itu IPAD belum masuk ke Indonesia;

 

–     Bahwa benar terdakwa I mendapat keterangan dari terdakwa II mengenai Polisi yang ingin membeli 10 unit IPAD 64 GByte dan harga IPAD yang 64 GByte adalah Rp. 8.600.000,- dan untuk IPAD 16 GByte adalah Rp. 6.600.000,-;

 

–     Bahwa benar terdakwa I membeli IPAD tersebut di Singapura pada saat liburan bersama dengan istri, sepupu dan keluarga besar namun terdakwa I lupa nama mall tempat membeli IPAD tersebut, dan terdakwa I hanya mengingat nama toko tempat membali IPAD tersebut adalah Challenger;

 

–     Bahwa benar terdakwa I menggunakan pesawat ketika pulang ke Indonesia dan turun di bandara lewat seperti biasa melalui pemeriksaan imigrasi maupun x-ray;

 

–     Bahwa benar terdakwa I bekerja sebagai pegawai swasta dan tidak mempunyai toko atau counter apapun untuk menjual IPAD di Indonesia;

 

–     Bahwa benar pertama kali terdakwa I ditemui di City Walk oleh 2 (dua) orang bernama Eben dan Dimas dan terdakwa I masih memegang 6 (enam) unit IPAD pada saat menelepon terdakwa II di City Walk;

 

–     Bahwa benar terdakwa I ikut juga ke kantor terdakwa II ketika dilakukan penggeledahan namun tidak ditemukan apa-apa;

 

–     Bahwa benar niat terdakwa I membeli IPAD tersebut adalah karena titipan orang dan terdakwa I juga membeli untuk dipakai oleh terdakwa I sendiri dan 2 (dua) unit dari 6 unit IPAD 16 GByte yang dihadirkan sebagai barang bukti adalah milik Saksi Anton

 

–     Bahwa benar terdakwa I menyatakan IPAD tersebut faktanya adalah titipan orang dan IPAD 64 GByte milik terdakwa II juga dititipkan kepada terdakwa I;

 

–     Bahwa benar terdakwa I menyatakan tidak ada masalah di bea cukai bandara, custom, imigrasi dan sebagainya ketika membawa IPAD masuk ke Indonesia;

 

–     Bahwa benar terdakwa I ditanyakan mengenai IPAD tersebut mempunyai manual book berbahasa Indonesia atau tidak dan terdakwa I menjelaskan karena berasal dari Singapura maka tidak ada manual book berbahasa Indonesia dan setelah dijelaskan kemudian datang 6 (enam) atau 7 (tujuh) orang Polisi lainnya;

 

–     Bahwa benar terdakwa I tidak mengetahui jenis surat apa yang ditunjukkan ketika melakukan penangkapan, namun yang terdakwa I ingat dalam surat itu sudah ada pasalnya, karena pada saat itu ditunjukan dan dijelaskan;

 

–     Bahwa benar IPAD tersebut tidak dibuka dan dilihat terlebih dahulu, hanya berdasarkan keterangan terdakwa I;

 

–     Bahwa benar kronologisnya adalah ditanya-tanya kemudian dilakukan penggeledahan kemudian dibawa ke Polda dengan menggunakan surat yang telah ditunjukkan oleh terdakwa I;

 

–     Bahwa benar terdakwa I menyatakan ketika di Polda ada surat-surat yang ditandatangani oleh terdakwa I dan tidak ada orang lain yang dijadikan tersangka oleh Polisi selain terdakwa I dan terdakwa II dalam kasus ini;

 

–     Bahwa benar terdakwa I tidak pernah membuat brosur untuk IPAD tersebut dan menjual IPAD tersebut hanya sebagai milik perorangan saja tidak pernah memiliki perijinan usaha ataupun badan hukum untuk menjual IPAD;

 

–     Bahwa benar ketika terdakwa I datang di bandara Indonesia membawa IPAD tersebut tidak ada masalah dalam pemeriksaan baik secara fisik maupun surat-suratnya;

 

–     Bahwa benar terdakwa I menyatakan 6 unit IPAD itu adalah titipan dari Saksi Anton, Seno dan Teddy dan barang tersebut dibawa oleh terdakwa I untuk dijual adalah dimintai tolong dari pemiliknya;

 

–     Bahwa benar terdakwa I berangkat ke Singapura sekitar 8 (delapan) orang dan membeli IPAD sebanyak 6 (enam) unit, dan disebar dua barang setiap orang sehingga hanya 3 (tiga) orang yang membawa IPAD, jadi  tidak ada masalah ketika melewati pemeriksaan di bandara;

 

–     Bahwa benar terdakwa I sebelumnya belum pernah menjual IPAD seperti ini;

 

 

Terdakwa – II :  Dian Yudha Negara

 

–     Bahwa benar IPAD 64 GByte sebanyak 2 unit milik terdakwa II berasal dari terdakwa I juga, yang diperoleh sekitar bulan Agustus dan memperoleh IPAD 16 GByte sebanyak 6 unit pada sekitar bulan Oktober-November;

 

–     Bahwa benar spek dari 2 unit IPAD itu adalah memiliki kapasitas harddisk sebesar 64 GByte;

 

–     Bahwa benar terdakwa II ditangkap pada tanggal 24 November 2010 sekitar jam 14.00 WIB, di Plaza City Walk oleh sekitar 6 (enam) sampai dengan 7 (tujuh) orang Polisi bersama-sama dengan terdakwa I, dan terdakwa II diberi tahu dirinya ditangkap karena diduga menjual IPAD yang tidak mempunyai manual book berbahasa Indonesia;

 

–     Bahwa benar 2 unit IPAD yang dititipkan kepada terdakwa I untuk dijual dengan harga Rp. 8.650.000,-;

 

–     Bahwa benar terdakwa II memperoleh IPAD dari terdakwa I untuk dijadikan hadiah ke mertua dan adiknya dan terdakwa II membeli IPAD itu sekitar akhir bulan agustus atau sekitar awal bulan September;

 

–     Bahwa benar IPAD tersebut belum pernah terdakwa II gunakan dan masih dalam keadaan dibungkus plastik tidak dilengkapi dengan manual book berbahasa Indonesia ;

 

–     Bahwa benar selain 2 (dua) unit IPAD tersebut sebelumnya terdakwa II tidak pernah membeli IPAD dari terdakwa I;

 

–     Bahwa benar yang mengiklankan IPAD di web kaskus itu adalah terdakwa II dengan meminjam account milik istri terdakwa II dan terdakwa II ditransfer uang sebesar Rp. 600.000,- (enam ratus ribu rupiah) oleh saudara Eben sebagai uang muka dan tidak terjadi pelunasan kemudian;

 

–     Bahwa benar terdakwa II juga bersama-sama dengan terdakwa I pada saat penggeledahan di kantor terdakwa II;

 

–     Bahwa benar 2 (dua) unit IPAD 64 GByte milik terdakwa II juga dititipkan kepada terdakwa I;

 

–     Bahwa benar terdakwa II memperoleh IPAD tersebut pada bulan agustus, setelah terdakwa II gunakan dapat katakan dari segala kelebihannya, orang yang tidak mengetahui teknologi sangat susah mengoperasikannya, susahnya adalah untuk memasukkan datanya, karena salah satu dari IPAD tersebut ingin diberikan kepada mertua terdakwa II, tapi setelah terdakwa II lihat cara mengoperasikannya dan memasukkan datanya agak susah, maka dari itu terdakwa II mau menjualnya dan baru mengiklankannya sekitar pertengahan oktober, sampai yang terakhir bulan November terjadi penawaran;

 

–     Bahwa benar yang pertama kali ingin menjual IPAD adalah terdakwa II melalui kaskus, namun karena yang melakukan penawaran menginginkan 10 (sepuluh) unit, maka terdakwa II menghubungi Randy / terdakwa I, sehingga setelah terkumpul hanya 8 (delapan) unit, namun penawar tetap mau dengan mentransfer uang sejumlah Rp. 600.000,- (enam ratus ribu) sebagai uang muka, dan dalam transaksinya terdakwa I yang menjalankan karena terdakwa II pada saat itu ada meeting;

 

–     Bahwa benar terdakwa II juga tidak tahu mengenai surat apa yang ditunjukkan pada saat penangkapan, hanya bentuk suratnya disitu ada nama-nama dan ada pasal-pasalnya;

 

–     Bahwa benar terdakwa II mengetahui dan menerima surat dari dari I-Box yaitu Autorized Reseller IPAD resmi di Indonesia dan melihat sendiri penjualan IPAD di dealer resmi di Indonesia;

 

–     Bahwa benar berdasarkan surat tersebut, ternyata produk IPAD yang dijual oleh distributor resmi di Indonesia memang tidak disertai dengan buku manual maupun garansi dalam bahasa Indonesia;

 

–     Bahwa benar terdakwa I dan terdakwa II tidak pernah menanyakan ke badan-badan atau instansi-instansi dari dinas-dinas yang berwenang kaitannya dengan menjual IPAD itu;

 

–     Bahwa benar tidak ada orang lain yang dijadikan tersangka oleh Polisi selain terdakwa I dan terdakwa II dalam kasus ini;

 

–     Bahwa benar terdakwa II telah mengunjungi website, situs Apple, lalu terdakwa II mencari manual yang berbahasa apa saja dari IPAD berdasarkan list, dan dari list tersebut tidak ada satupun yang berbahasa Indonesia, kemudian terdakwa II juga mencari manual berbahasa Indonesia apa saja yang pernah yang dikeluarkan oleh Apple untuk produk-produknya, yang ada hanya notetbook, i-max, i-pod, i-pod nano dan i-phone, jadi memang IPAD tidak ada manual book dan garansi berbahasa Indonesia;

 

BARANG BUKTI yang disita oleh penyidik dalam pemeriksaan tahap penyidikan

 

–        2 (dua) unit IPAD merk APPLE ukuran 64 GB yang tidak dilengkapi dengan kartu jaminan / garansi dan buku petunjuk penggunaan / manual book dalam bahasa Indonesia;

 

–        6 (enam) unit IPAD merk APPLE ukuran 16 GB yang tidak dilengkapi dengan kartu jaminan / garansi dan buku petunjuk penggunaan / manual book dalam bahasa Indonesia;

 

 

IV.         ANALISA FAKTA PERSIDANGAN

 

 

Berdasarkan pemeriksaan Alat-alat Bukti di persidangan, maka diperoleh fakta-fakta sebagai berikut:

 

1.        Bahwa Penyidik sebanyak 3 (tiga) orang telah berperan ganda sebagai Saksi (fakta) a charge dan BAP ketiganya terlampir dalam berkas perkara pidana a quo;

 

2.        Bahwa ketiga orang Saksi a charge yang notabene adalah Penyidik tersebut yang didengar keterangannya dibawah sumpah di pemeriksaan persidangan hanya 2 (dua) orang saja, sedangkan saksi a charge yang ke-3 hanya dibacakan keterangannya;

 

3.        Bahwa terdapat keterangan yang diduga tidak benar atau tidak bersesuaian atau palsu yang tercantum didalam 5 (lima) set dokumen otentik yang terdapat dalam berkas perkara pidana a quo yang disusun pada saat ditingkat penyidikan sebagai berikut:

a.    Surat Perintah Tugas No. SP.Gas/1285/XI/2010/Dit Reskrimsus diterbitkan pada tanggal 23 November 2010, namun tercantum sebagai salah satu dasar diterbitkannya Surat Tugas tersebut adalah Laporan Polisi No. LP/842/XI/2010/PMJ/Dit Reskrimsus, tertanggal 24 November 2010;

 

b.    Terdapat keterangan dalam ketiga BAP Saksi a charge yang notabene adalah penyidik tersebut mengenai waktu dimulainya pemeriksaan dengan keterangan mengenai waktu dilakukannya penangkapan terhadap kedua terdakwa yakni sebagai berikut:

–       Saksi Eben Patar Opsunggu, mulai diperiksa pada pkl. 12.00 wib;

–       Saksi Dimas Ferry Anuraga, mulai diperiksa pada pkl. 12.15 wib;

–       Saksi Suhadi, mulai diperiksa pada pkl. 12.30 wib;

 

Namun tercantum pada butir ke-4 keterangan dari ketiga Saksi diatas di dalam masing-masing BAP menyebutkan bahwa:

 

“Penangkapan dilakukan pada tanggal 24 November 2010 pada pkl. 13.00 wib terhadap kedua terdakwa”

 

c.    Bahwa “uraian singkat kejadian” yang tercantum di dalam Laporan Polisi No. LP/842/XI/2010/PMJ/Dit Reskrimsus, tertanggal 24 November 2010 menyatakan sebagai berikut:

 

Berdasarkan informasi dari masyarakat yang tidak mau disebutkan identitasnya bahwa di City Walk Jl. KH. Mas Mansyur No.121 Jakarta Pusat telah digunakan sebagai tempat untuk memperdagangkan / menjual barang elektronik berupa IPAD 3G, tanpa dilengkapi dokumen yang berlaku yang berupa buku petunjuk berbahasa Indonesia dan tidak dilengkapi Sertifikat dari Dit Jend Postel RI”;

 

Namun keterangan yang tercantum di dalam ke-3 BAP dari Saksi Eben Patar Opsunggu, Saksi Dimas Ferry Anuraga dan saksi Suhadi yang notabene adalah penyidik, ternyata adalah berbeda dengan yang tercantum di dalam “uraian singkat kejadian” Laporan Polisi dimaksud, yakni pada pokoknya dinyatakan sebagai berikut:

 

penjualan barang elektronik berupa IPAD 3G diketahui berasal dari media internet atau online dari “kaskus”;

 

4.        Bahwa Saksi (Penyidik) Eben Patar Opsunggu telah berhubungan dengan Terdakwa II selama kurang lebih 2 (dua) minggu sebelumnya melalui media internet online “kaskus” dan telah mentransfer uang muka sebesar Rp. 600 ribu untuk pembelian IPAD sebanyak 8 (delapan) unit;

 

5.        Bahwa pada awalnya yang ditawarkan di media internet online “kaskus” adalah 2 (dua) unit milik Terdakwa II, dan Saksi (Penyidik) Eben Patar Opsunggu menghubungi Terdakwa II dengan meminta 10 (sepuluh) unit, tapi Terdakwa II tidak memilikinya;

 

6.        Bahwa Terdakwa II menghubungi Terdakwa I dan menanyakan apakah memiliki IPAD untuk menyediakan permintaan Saksi (Penyidik) Eben Patar Opsunggu, namun ternyata Terdakwa I tidak mampu memenuhi permintaan tersebut karena hanya memiliki 6 (enam) unit IPAD yang dititipkan oleh saudara atau teman lainnya untuk dicarikan pembeli;

 

7.        Bahwa Saksi (Penyidik) Dimas Ferry Anuraga tidak dapat menjelaskan apakah pada saat kedua terdakwa ditangkap penyidik sudah membawa Surat Perintah Penangkapan dan menyatakan lupa; namun penyidik hanya membawa Surat Perintah Tugas No. SP.Gas/1285/XI/2010/Dit Reskrimsus dan yang tercantum tanggal penerbitannya adalah tanggal 23 November 2010;

 

8.        Bahwa pada saat kedua terdakwa ditangkap dan dibawa ke Mapolda pada tanggal 24 November 2010, ternyata penyidik belum pernah bertemu dengan kedua terdakwa, belum pernah melihat barang bukti berupa 8 (delapan) unit IPAD dan kedua terdakwa belum ditetapkan sebagai tersangka;

 

9.        Bahwa penyidik tidak membawa Surat Perintah Penggeledahan ataupun Penetapan Pengadilan, namun dilakukan penggeledahan di tempat kerja Terdakwa II dan tidak ditemukan adanya barang bukti lainnya;

 

10.    Bahwa kedua terdakwa dibawa ke Mapolda pada tanggal 24 November 2010 sekitar pkl. 15.00 wib dan mulai diperiksa sekitar pkl. 16.00 wib sd selesai, oleh Saksi (Penyidik) Eben Patar Opsunggu, Saksi (Penyidik) Dimas Ferry Anuraga dan saksi (Penyidik) Suhadi;

 

11.    Bahwa pada saat pemeriksaan kedua terdakwa tidak didampingi oleh penasehat hukum dan diminta untuk menanda tangani “Berita Acara Penolakan untuk Didampingi Pengacara”; dan tidak disediakan pengacara untuk mendampingi kedua terdakwa oleh penyidik sebagaimana yang diatur dalam pasal 56 ayat (1) KUHAP;

 

12.    Bahwa terhadap diri kedua orang terdakwa tidak dilakukan penahanan pada saat proses penyidikan hingga pada saat berkas perkara dinyatakan lengkap dan dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, barulah kedua Terdakwa ditahan di Rutan Salemba oleh Penuntut Umum;

 

13.    Bahwa tidak terdapat suatu Undang-undang pun yang berlaku di wilayah RI yang mengatur tentang:

orang pribadi yang membawa masuk dari Luar Negeri ke wilayah RI barang berupa Elektronik maupun Telekomunikasi untuk kepentingan pribadi namun kemudian pada akhirnya barang tersebut dijual dengan tanpa dilengkapi manual book maupun kartu garansi berbahasa Indonesia

 

dapat dipidana;

 

14.    Bahwa IPAD bukan merupakan barang yang diwajibkan oleh Kementrian Perdagangan RI untuk dilengkapi dengan manual book maupun kartu garansi berbahasa Indonesia, hal tersebut berdasarkan Lampiran I: “Produk telematika dan Elektronika Yang Wajib Dilengkapi Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan/Garansi Purna Jual Dalam Bahasa Indonesia” yang terlampir di PerMenDag RI No:19/M-DAG/PER/5/2009 tahun 2009 serta angka 2 pada Surat dari Direktur Pemberdayaan Konsumen – Kemendag RI No. 896/SPK.3.TU/07/11 tanggal 11 Juli 2011;

 

15.    Bahwa IBOX yang merupakan salah satu authorized reseller untuk menjual IPAD (agen penjual resmi) di Indonesia, ternyata menjual IPAD sejak awal hingga saat ini dengan tanpa dilengkapi manual book dan kartu garansi berbahasa Indonesia, karena garansi pada IPAD merupakan garansi Internasional sedangkan manual book IPAD harus didownload (diunduh) dari situs resmi IPAD yang tersedia dalam 50 (lima puluh) bahasa namun hingga saat ini juga tetap tidak tersedia dalam bahasa Indonesia;

 

16.    Bahwa yang wajib mendaftarkan petunjuk penggunaan dan kartu jaminan berbahasa Indonesia ke Kementrian Perdagangan RI adalah Produsen atau Importir produk telematika dan elektronika sesuai dengan pasal 7 ayat (1) PerMen Perdagangan RI Nomor:19/M-DAG/PER/5/2009 sebagai berikut:

Produsen atau importir produk telematika dan elektronika wajib mendaftarkan petunjuk             penggunaan dan kartu jaminan ke Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, dalam hal    ini Direktorat Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahaan, Departemen Perdagangan.”

 

17.    Bahwa perorangan tidak dinyatakan sebagai “pihak” yang dapat mengajukan pendaftaran manual book dan kartu garansi ke Kementrian Perdagangan RI sesuai dengan Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) jo pasal 17 jo pasal 1 angka (5) dan angka (6) PerMen Perdagangan RI Nomor:19/M-DAG/PER/5/2009, namun hanya mereka yang dinyatakan sebagai “produsen” atau “importir”;

 

18.    Bahwa Terdakwa I dan Terdakwa II bukan produsen dan atau importir dan tidak memiliki Akta Pendirian maupun Ijin Usaha Perusahaan untuk memperdagangkan IPAD sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) jo pasal 17 jo pasal 1 angka (5) dan angka (6) PerMenDag RI No:19/M-DAG/PER/5/2009 dan tidak pernah memiliki usaha jual-beli IPAD;

 

19.    Bahwa ke-8 unit IPAD  dibeli oleh Terdakwa I di toko Challenger, salah satu dealer resmi Apple di Singapura dan dibawa masuk secara transparan melalui pemeriksaan resmi petugas pabean / bea cukai di pelabuhan udara Cengkareng dan dengan tidak dinyatakan sebagai barang bermasalah ataupun ada masalah karena berdasarkan ketentuan yang ada, memang setiap orang diizinkan untuk membawa masuk dari luar negeri maksimal 2 (dua) unit IPAD;

 

20.    Bahwa Saksi Eben Patar Opsunggu, Saksi Dimas Ferry Anuraga dan Saksi Suhadi, ketiganya adalah penyidik Kepolisian RI yang sedang menyamar untuk melakukan penangkapan dan pemesanan dan atau pembelian ke-8 unit IPAD dari kedua terdakwa adalah tidak untuk dipergunakan atau tidak dipakai untuk kebutuhan mereka sendiri sebagai konsumen;

 

21.    Bahwa Terdakwa I bekerja pada perusahaan Migas sebagai karyawan dan dirinya pribadi tidak pernah memiliki usaha ataupun menjadi pelaku usaha yang memperdagangkan barang elektronik dan atau telekomunikasi termasuk IPAD, sedangkan Terdakwa II bekerja sebagai konsultan IT dan baik kantor maupun dirinya pribadi juga tidak pernah memiliki usaha atau menjadi pelaku usaha yang memperdagangkan barang elektronik dan atau telekomunikasi termasuk IPAD;

 

22.    Bahwa tidak terdapat suatu Undang-undang pun yang berlaku di wilayah RI yang mengatur tentang:

orang pribadi yang membawa masuk dari Luar Negeri ke wilayah RI barang berupa Elektronik maupun Telekomunikasi untuk kepentingan pribadi namun kemudian pada akhirnya barang tersebut dijual dengan tanpa dilakukan sertifikasi

 

 

dapat dipidana;

 

23.    Bahwa yang merupakan alat komunikasi adalah WIFI, Bluetooth, 3G dan modem, sedangkan IPAD bukan merupakan alat komunikasi karena IPAD adalah produk sejenis komputer tablet;

 

24.    Bahwa IPAD yang dilengkapi dengan WIFI dan atau 3G dapat digunakan untuk komunikasi namun harus menggunakan bantuan jaringan internet, dan tidak dapat digunakan sebagai telepon, dan IPAD yang unit WIFI dan 3G dicabut atau dihilangkan, tidak dapat digunakan untuk melakukan komunikasi sama sekali;

 

25.    Bahwa IPAD yang dibawa oleh Terdakwa I dari Singapura berupa 8 (delapan) unit IPAD adalah titipan dari Saksi Anton sebanyak 2 (dua) unit, titipan dari Terdakwa II sebanyak 2 (dua) unit dan temannya yang bernama Teddy juga sebanyak 2 (dua) unit, dan sisa 2 (dua) unit adalah milik Terdakwa I sendiri;

 

26.    Bahwa 2 (dua) unit IPAD milik Saksi Anton dan Teddy, teman Terdakwa I dititipkan kepada Terdakwa I  untuk dicarikan pembeli karena ternyata spesifikasi teknisnya ternyata tidak sesuai dengan keinginan si penitip, yakni seharusnya tipe 64 GByte namun yang terbeli oleh Terdakwa I adalah 16 GByte;

 

27.    Bahwa uang kelebihan yang dititipkan untuk membeli IPAD oleh Saksi Anton sudah dikembalikan oleh Terdakwa I, dan Saksi Anton hanya berharap uangnya kembali modal;

 

28.    Bahwa Perorangan tidak dapat bertindak sebagai “pihak” untuk mengajukan permohonan sertifikasi ke Kementrian Komunikasi dan Informatika RI berdasarkan ketentuan pasal 7 jo Pasal 8 ayat (2) huruf a, b, c, d dan e – Peraturan MenKominfo RI No: 29/PER/M.KOMINFO/09/2008,  sebagai berikut:

 

Pasal 7

“Permohonan Sertifikasi alat dan perangkat telekomunikasi diajukan oleh:

a.         Pabrikan atau perwakilannya (representative), yaitu produsen sebagai badan usaha yang bertanggung jawab terhadap pembuatan barang;

b.        Distributor, yaitu badan usaha yang sah yang ditunjuk oleh pabrikan;

c.         Importir, yaitu perusahaan pemegang Nomor Pengenal Impor Khusus (NPIK) yang ruang lingkupnya meliputi bidang telekomunikasi;

d.        Badan usaha perakit alat dan perangkat telekomunikasi; atau

e.        Institusi, yaitu badan usaha yang menggunakan alat dan perangkat telekomunikasi untuk keperluan sendiri;

 

Pasal 8 ayat (2) huruf a s/d e

Surat permohonan sertifikasi alat dan perangkat telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan persyaratakan sebagai berikut:

a.         copy dokumen akta pendirian perusahaan dan perubahannya jika ada;

b.        copy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

c.         copy Tanda Daftar Perusahaan (TDP) untuk distributor;

d.        dokumen asli penunjukkan dari pabrikan untuk distributor;

e.        copy Nomor Pengenal Importir Khusus (NPIK) bagi pemohon Sertifikat B;

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

**************

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

V.           ANALISA YURIDIS

 

Bahwa pada bagian ini akan dilakukan analisa yuridis dengan didasarkan 2 (dua) pembuktian yakni:

a.      secara pembuktian hukum formiil

b.      secara pembuktian hukum materiil

 

ad.a. Pembuktian hukum formiil 

 

  1. Bahwa Berkas Perkara Pidana a quo telah disusun “secara melawan hukum”, karena melanggar Hukum Acara Pidana, Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku serta melanggar hak asasi manusia sehingga harus dinyatakan Batal Demi Hukum karena merupakan suatu proses peradilan yang sesat, adapun pelanggaran yang dimaksud adalah sebagai berikut:

 

  1. Penyidik berperan Ganda sebagai Saksi dan Pelapor;

Hal ini sesuai dengan BAP ketiga saksi yang notabene adalah Penyidik, yakni:

 

–     Eben Patar Opsunggu yang dalam BAP ternyata diperiksa oleh Bripka Suhadi (Saksi); (vide: BAP a/n Eben Patar Opsunggu tertanggal 24 Nopember 2010;

 

–     Dimas Ferry Anuraga dan Suhadi yang keduanya dalam BAP ternyata diperiksa oleh Bripka Eben Patar Opsunggu (saksi Pelapor);

 

Bahwa dengan fakta tersebut dan berdasarkan pasal 1 butir 1 jo. pasal 1 butir 26 jo butir 27 jo. pasal 184 ayat (1) jo pasal 185 ayat (6) KUHAP;

 

Pasal 1 butir 1 KUHAP:

“Penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tetentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan.”

 

Pasal 1 butir 26 KUHAP:

“Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara perkara pidana yang ia dengar sendiri dan ia alami sendiri.”

 

Pasal 1 butir 27 KUHAP:

“Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.”

 

Pasal 184 ayat (1) huruf a KUHAP:

“Alat bukti yang sah ialah:

  1. Keterangan saksi;
  2. dst….;

Pasal 185 ayat (6)

Dalam menilai kebenaran keterangan saksi, hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan:

a.   persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain;

b.  persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;

c.   alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan tertentu;

d.  cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dapat dipercaya;

 

Maka telah jelas bahwa kualitas dari saksi yang notabene adalah penyidik tidaklah dapat dikualifikasikan sebagai saksi yang sebenarnya terlebih lagi keterangan dari saksi yang notabene adalah penyidik tersebut tidaklah valid, karena masing-masing dari penyidik saling memeriksa satu sama lain dan atau memeriksa saksi atau Ahli lainnya;

vide:

–     pendapat Ahli Dr. Arbijoto M.Fil MBL MH SH SS yang menyatakan perbuatan yang dilakukan seperti ini adalah merupakan pelanggaran yang disebut “abuse of power“;

 

–     Alat Bukti Surat berupa pendapat Ahli / Mantan JamPidSus dan Mantan Ketua Ombudsman RI Antonius Sujata SH MH yang menyatakan bahwa, “perbuatan para penegak hukum seperti ini menyebabkan perkara ini disebut perkara jadi-jadian yang lazim disebut sebagai kriminalisasi

 

  1. Bahwa terdapatnya keterangan yang berbeda sebagaimana yang tercantum dalam uraian Laporan Polisi dengan yang tercantum di BAP yang dinyatakan oleh Saksi Pelapor yakni dalam Laporan Polisi No. LP/842/XI/2010/PMJ/Dit Reskrimsus, tertanggal 24 November 2010 (vide: Bukti T-I, II- 2) menyatakan sebagai berikut:

 

“Berdasarkan informasi dari masyarakat yang tidak mau disebutkan identitasnya bahwa di City Walk Jl. KH. Mas Mansyur No.121 Jakarta Pusat telah digunakan sebagai tempat untuk memperdagangkan / menjual barang elektronik berupa IPAD 3G, tanpa dilengkapi dokumen yang berlaku yang berupa buku petunjuk berbahasa Indonesia dan tidak dilengkapi Sertifikat dari Dit Jend Postel RI”;

 

Namun keterangan yang tercantum di dalam ke-3 BAP dari Saksi Eben Patar Opsunggu, Saksi Dimas Ferry Anuraga dan saksi Suhadi yang notabene adalah penyidik, ternyata adalah berbeda dengan yang tercantum di dalam “uraian singkat kejadian” Laporan Polisi dimaksud, yakni pada pokoknya dinyatakan sebagai berikut:

“penjualan barang elektronik berupa IPAD 3G diketahui berasal dari media internet atau online dari “kaskus”;

 

sehingga dengan demikian telah terdapat perbedaan keterangan yang tercantum di dalam 2 (dua) jenis dokumen otentik yakni: dalam Laporan Polisi dan BAP Penyidikan, untuk suatu keterangan yang sama sehingga oleh karenanya, secara kasat mata dan tidaklah dibutuhkan pembuktian lagi bahwa telah terjadi pelanggaran atas pasal 266 ayat (1) dan ayat (2) KUHP, yakni:

orang yang menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam dokumen otentik“dan “orang yang menggunakan dokumen otentik berisi keterangan palsu tersebut”;

 

  1. Bahwa terdapat keterangan dalam ke-3 BAP dari Saksi Eben Patar Opsunggu, Saksi Dimas Ferry Anuraga dan saksi Suhadi yang notabene adalah penyidik yang tidak masuk akal atau tidak dimungkinkan terjadi mengenai uraian waktu kejadian yaitu:

–     Saksi Eben Patar Opsunggu, mulai diperiksa pada pkl. 12.00 wib; (vide: Bukti T-I, II- 3)

–     Saksi Dimas Ferry Anuraga, mulai diperiksa pada pkl. 12.15 wib; (vide: Bukti T-I, II- 3A)

–     Saksi Suhadi, mulai diperiksa pada pkl. 12.30 wib; (vide: Bukti T-I, II- 5)

Namun tercantum pada butir ke-4 keterangan dari ketiga Saksi diatas di dalam masing-masing BAP menyebutkan bahwa:

“Penangkapan dilakukan pada tanggal 24 November 2010 pada pkl. 13.00 wib terhadap kedua terdakwa”

 

Hal tersebut adalah suatu kondisi yang sangatlah tidak dimungkinkan karena berarti para penyidik seolah-olah mempunyai mesin waktu sehingga dapat mengetahui kejadian sebelum waktunya, disamping itu dari melihat dari waktu pemeriksaan terhadap ke-3 saksi yang notabene penyidik tersebut terdapat fakta yang terungkap di persidangan atas keterangan Saksi Yudhy Fajar yang bersesuaian dengan keterangan kedua Terdakwa yang menyatakan bahwa:

kurang lebih pada jam 12.00 wib lewat Saksi memastikan bertemu dengan Saksi Suhadi dan penyidik lainnya berada di Kantornya

 

 

sehingga sudah dapat disimpulkan bahwa memang benar kedua Terdakwa ditangkap pada sekitar pkl. 13.00 wib, namun yang menjadi masalah adalah, BAP dari Saksi (Penyidik) Eben Patar Opsunggu, Saksi (Penyidik) Dimas Ferry Anuraga dan BAP (Penyidik) Suhadi yang dinyatakan masing-masing waktu pemeriksaan adalah pkl. 12.00 wib, pkl. 12.15 wib dan pkl. 12.30 wib dapat dibenarkan?

 

Bahwa Saksi (Penyidik) Dimas Ferry Anuraga sempat menyatakan bahwa, “hal tersebut terjadi karena salah ketik”, jawaban tersebut jelas sangat tidak berdasar karena yang mengetik dan memeriksa Saksi (Penyidik) Dimas Ferry Anuraga adalah orang lain, yakni: AKP Mudnawaroh SE dan Saksi (Penyidik) Bripka Eben Patar Opsunggu, atau yang lebih parah lagi:

apakah memang Saksi (Penyidik) Dimas Ferry Anuraga yang melakukan pengetikan terhadap BAP atas dirinya sendiri, sedangkan kedua pemeriksa hanya         membubuhkan tanda-tangan saja?

 

Bahwa kalaupun –quad non– ternyata waktu pemeriksaan dalam BAP tersebut adalah benar dianggap salah ketik, berarti BAP dari ke-3 saksi yang notabene penyidik tersebut telah dibuat setelah penangkapan terhadap diri kedua Terdakwa tersebut, sehingga kedua Terdakwa telah ditetapkan sebagai Tersangka dan ditangkap secara melawan hukum, yakni dengan tanpa adanya Alat Bukti Permulaan yang cukup, bahkan dengan tanpa para penyidik terlebih dahulu melihat ke-8 unit IPAD apakah memang benar tidak memiliki manual book dan garansi berbahasa Indonesia sehingga –quod non– yang telah dianggap melanggar UU RI mengenai “perlindungan konsumen“;

 

Bahwa sehingga dengan demikian, timbullah pertanyaan baru terkait dengan Surat Perintah Tugas No. SP.Gas/1285/XI/2010/Dit Reskrimsus yang diterbitkan tanggal 23 November 2010, karena hal ini telah menambah kerancuan hukum proses penyidikan perkara pidana a quo karena:

bagaimana penyidik kepolisian dapat terlebih dahulu menerbitkan Surat Perintah Tugas padahal belum terdapatnya Laporan Polisi, keterangan Saksi dan atau Alat Bukti lainnya, dan belum jelas IPAD yang dimaksud apakah benar sungguh-sungguh tidak memiliki manual book dan garansi berbahasa Indonesia?

 

karena dalam hal ini para penyidik sesungguhnya belum pernah melihat ke-8 unit IPAD tersebut dan bahkan belum bertemu dengan kedua Terdakwa, pada waktu itu;

 

Bahwa sehingga dengan demikian, secara jelas dan nyata telah terdapat keterangan yang tidak benar yang tercantum di dalam ke-3 BAP para penyidik yang berperan ganda (saling bertukar peran) sebagai Saksi sehingga hal tersebut berindikasi kembali terjadinya pelanggaran terhadap pasal 266 KUHP ayat (1) dan ayat (2), karena telah terjadi perbuatan “adanya yang menyuruh menempatkan keterangan tidak benar dalam Akta Otentik yakni BAP ke-3 saksi yang notabene penyidik tersebut“dan untuk kemudian “menggunakan ke-3 BAP tersebut seolah-olah sebagai Alat Bukti Keterangan Saksi”dalam perkara pidana a quo;

vide:

–     pendapat Ahli Dr. Arbijoto M.Fil MBL MH SH SS yang menyatakan perbuatan yang dilakukan seperti ini adalah merupakan pelanggaran yang disebut “abuse of power“;

 

–     Alat Bukti Surat berupa pendapat Ahli / Mantan JamPidSus dan Mantan Ketua Ombudsman RI Antonius Sujata SH MH yang menyatakan bahwa, “perbuatan para penegak hukum seperti ini menyebabkan perkara ini disebut perkara jadi-jadian yang lazim disebut sebagai kriminalisasi

 

Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas, selain daripada adanya indikasi pelanggaran terhadap pasal 266 ayat (1) dan ayat (2) KUHP, maka juga sangat terlihat nuansa adanya praktek rekayasa dan atau yang kita kenal sebagai kriminalisasi terhadap kedua Terdakwa dalam proses penyidikan yang telah dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam perkara pidana a quo, sehingga yang menyeret kedua Terdakwa sebagai pesakitan;

 

  1. Bahwa terdapat fakta yang terungkap di persidangan mengenai Surat Perintah Tugas No. SP.Gas/1285/XI/2010/Dit Reskrimsus yang diterbitkan pada tanggal 23 November 2010,  (vide: Bukti T-I, II-1) dengan fakta sebagaimana yang tercantum sebagai berikut:

Bahwa dasar dari diterbitkannya Surat Tugas  No. SP.Gas/1285/XI/2010/Dit Reskrimsus  tertanggal 23 Nopember 2010 adalah “Laporan Polisi No. LP/842/XI/2010/PMJ/Dit Reskrimsus tertanggal 24 Nopember 2010” (vide: Bukti T-I, II-2)

 

  1. Bahwa lebih lanjut dalam berkas perkara pidana a quo terdapat Berita Acara Penolakan Didampingi Pengacara / Penasehat Hukum tertanggal 24 Nopember 2010, merujuk kepada ketentuan pasal 75 ayat (1) KUHAP,

Pasal 75 ayat (1):

 

“Berita acara dibuat untuk setiap tindakan tentang:

a.    Pemeriksaan tersangka;

b.    Penangkapan;

c.     Penahanan;

d.    Penggeledahan;

e.    Pemasukan rumah;

f.     Penyitaan benda;

g.    Pemeriksaan surat;

h.    Pemeriksaan saksi;

i.      Pemeriksaan di tempat kejadian;

j.      Pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan;

k.    Pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini”.

 

Sehingga sangat jelas bahwa Berita Acara Penolakan Didampingi Pengacara / Penasehat Hukum tidak termasuk yang diatur di dalam Hukum Acara Pidana (KUHAP) atau dengan kata lain, TIDAK DIAKUI oleh Undang-undang, sehingga dengan demikian tidak ada dasar Penyidik menerbitkan Berita Acara Penolakan tersebut dan perbuatan tersebut haruslah dipandang sebagai “perbuatan melawan hukum” karena proses penyidikan dan atau peradilan wajib mengikuti prosedur beracara sebagaimana yang telah ditentukan oleh KUHAP; sehingga berdasarkan hal-hal tersebut diatas secara nyata dan jelas dapat dikatakan bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap pasal 1 butir 1 jo. pasal 1 butir 26 dan butir 27 jo. pasal 184 ayat (1) jo. Pasal 185 ayat (6) jo Pasal 75 ayat (1) KUHAP;

(vide: Bukti T-I, II-6A; Berita Acara Penolakan Didampingi Pengacara / Penasehat Hukum, tgl. 24 Nopember 2010);

Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka berkas perkara pidana yang disusun dengan melawan hukum karena melanggar hukum acara pidana, melanggar KUHP serta melanggar hak azasi manusia adalah berkas perkara pidana yang harus dinyatakan “BATAL DEMI HUKUM“;

 

  1. Bahwa berdasarkan pasal 183 KUHAP bahwa tidak seorangpun dapat dijatuhi pidana dengan tanpa minimal 2 (dua) alat bukti yang sah ditambah dengan keyakinan hakim, sehingga dengan demikian maka dalam “penerapan hukum pembuktian” dalam perkara pidana a quo akan diuraikan sebagai berikut:

 

 

 

  1. Alat Bukti berupa Keterangan Saksi (a charge),

 

Bahwa pada pemeriksaan dipersidangan hanya dihadirkan 2 (dua) orang saksi a de charge yakni Bripka Eben Patar Opsunggu dan Ipda Dimas Ferry Anuraga yang keduanya notabene adalah Penyidik yang juga secara aktif melakukan proses pemeriksaan dalam tingkat penyidikan perkara pidana a quo dengan rincian sebagai berikut:

 

–     Bahwa kedua orang tersebut adalah Penyidik dan tidak dapat dikualifikasikan sebagai Saksi dan atau dianggap sebagai Keterangan Saksi yang dapat dinyatakan sah dan berharga sebagai Alat Bukti dan berkualitas hanya sebagai “verbalisan” ;

vide: Pasal 1 butir (1) jo butir (2) jo butir 26 jo butir (27) jo Pasal 185 ayat (6) huruf c dan d KUHAP jo Keterangan Ahli Dr. Arbijoto M.Fil MBL MH SH SS jo Alat Bukti Surat T-I, T-II: 7 surat berisi keterangan Ahli Antonius Sujata SH MH;

 

–     Bahwa ternyata pula tercantum perbedaan yang mendasar mengenai penjelasan asal-muasal penyelidikan perkara pidana a quo, yakni yang dikatakan berasal dari website kaskus (vide: Bukti T-I, T-II-3,3A,5, ke-3 BAP Penyidik yang berperan ganda sebagai Saksi), namun ternyata uraian kejadian yang tercantum dalam Laporan Polisi yang dibuat oleh BripKa Eben Patar Opsunggu ternyata berbeda yakni: dikatakan berdasarkan informasi dari masyarakat yang tidak mau disebutkan identitasnya (vide: Bukti: T-I, II-2; Laporan Polisi); sehingga telah terjadi “ketidak persesuaian keterangan para saksi” sebagaimana yang diatur dalam pasal 185 ayat (6) huruf a KUHAP;

 

–     Bahwa terdapat penjelasan yang sangat ‘tidak masuk akal” yang tercantum di dalam BAP Bripka Eben Patar Opsunggu, Ipda Dimas Ferry Anuraga dan Bripka Suhadi, karena dinyatakan ketiganya mulai diperiksa masing-masing pada pkl. 12.00 wib, pkl. 12.15 wib dan pkl. 12.30 wib, namun ternyata ketiganya menerangkan bahwa pada pkl. 13.00 wib mereka menangkap kedua terdakwa (vide: butir ke-4 BAP sebagai Saksi dari Bripka Eben Patar Opsunggu, Ipda Dimas Ferry Anuraga dan Bripka Suhadi); hal ini jelas berindikasi pelanggaran terhadap pasal 266 ayat (1) dan ayat (2) KUHP;

 

–     Bahwa telah dibacakan keterangan dari Bripka Suhadi di pemeriksaan persidangan oleh Penuntut Umum dengan alasan bahwa yang bersangkutan sedang mengikuti pelatihan / pendidikan, padahal seharusnya Surat Panggilan untuk kepentingan “pro justitia” adalah wajib dipenuhi disamping keterangan dari Bripka Suhadi selaku verbalisan sangatlah diperlukan guna terangnya perkara pidana a quo karena banyaknya perbedaan atau ketidak sesuaian keterangan yang tercantum di dalam BAP ke-3 saksi yang notabene adalah penyidik dimaksud; vide: pasal 185 ayat (6) huruf a KUHAP;

 

–     Bahwa BAP dari ke-3 saksi yang notabene adalah penyidik yang saling bertukar peran untuk melakukan pemeriksaan terhadap rekannya yang lain dan atau saksi lain yang mengakibatkan kualitas dari kesaksiannya tersebut sangatlah tidak valid sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 185 ayat (6) huruf c dan d KUHAP; yakni:

 

a.  BAP Saksi Eben Patar Opsunggu        –    pemeriksa: AKP Mudnawaroh dan Bripka Suhadi;

 

 

b.  BAP Saksi Dimas Ferry Anuraga        –    pemeriksa: AKP Mudnawaroh dan Bripka Eben Patar Opsunggu;

 

 

c.  BAP Saksi Suhadi                                –    pemeriksa: AKP Mudnawaroh dan Bripka Eben Patar Opsunggu;

 

 

d.  BAP Ahli Ir. Subagyo                          –    pemeriksa: Ipda Dimas Ferry Anuraga dan Bripka Eben Patar Opsunggu;

 

 

e.  BAP Ahli Aman Sinaga SH                  –    pemeriksa: Ipda Dimas Anuraga dan Bripka Eben Patar Opsunggu;

 

 

sehingga dengan demikian, maka ke-3 Saksi yang notabene adalah Penyidik tersebut adalah jelas, keterangannya tidak dapat dipercaya, yakni berupa: “alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan tertentu” dan “….serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya” (vide pasal 185 ayat (6) huruf c dan huruf d KUHAP) karena peran sebagai penyidik jelas memiliki “kepentingan“yang berbeda dibanding dengan peran sebagai Saksi murni;

 

 

 

bahwa sehingga demikian pula, maka telah terjadi pula pelanggaran terhadap proses peradilan yang disebut sebagai abuse of power vide: Keterangan Ahli Dr. Arbijoto M.Fil MBL MH SH SS jo Alat Bukti Surat T-I, T-II – 7;  berisi keterangan Ahli Antonius Sujata SH MH; dan oleh karenanya kesaksian dari 2 (dua) orang penyidik yang telah memberikan keterangannya di persidangan yakni Eben Patar Opsunggu dan Dimas Ferry Anuraga dan BAP Bripka Suhadi yang telah dibacakan dipemeriksaan persidangan oleh Penuntut Umum haruslah dikesampingkan dan dinyatakan “tidak dapat dianggap sebagai Alat Bukti yang sah dan berharga” karena telah dibuat secara “melawan hukum” dan harus dinyatakan Batal Demi Hukum karena keterangan dari ke-3 orang yang dinyatakan sebagai saksi yang notabene adalah penyidik tersebut baik yang terdapat dalam BAP Berkas Penyidikan maupun yang telah didengar dan atau dibacakan di pemeriksaan persidangan haruslah dianggap TIDAK PERNAH ADA;

 

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka haruslah dinyatakan:

        “TIDAK TERDAPAT SATU ALAT BUKTIPUN BERUPA KETERANGAN SAKSI a de charge     dalam perkara pidana a quo;

 

  1. Alat Bukti berupa Keterangan Ahli;

 

Bahwa dalam pemeriksaan persidangan perkara pidana a quo, Penuntut Umum telah menghadirkan 2 (dua) orang Ahli yakni Ir. Subagyo dan Aman Sinaga, SH dan keduanya telah didengar keterangannya dibawah sumpah sehingga keterangannya di persidangan dapat dianggap sebagai Alat Bukti yang sah dan berharga;

 

Bahwa namun demikian, Terdakwa dan Tim Penasehat Hukum juga telah mengajukan 3 (tiga) orang Ahli untuk didengar keterangannya di persidangan perkara pidana a quo yakni:

 

–    Dr. Arbijoto M.Fil MBL MH SH SS , Ahli filsafat hukum, hukum pidana serta hukum bisnis;

 

–    Yusuf Sofie (Ahli yang ditunjuk secara resmi dari Kementrian Perdagangan RI) dan,

 

–    Gatot S. Dewa Broto (Ahli yang ditunjuk secara resmi dari Kementrian Kominfo RI);

 

yang juga ketiganya telah didengar keterangannya dibawah sumpah di persidangan sehingga sah dan berharga untuk diterima sebagai Alat Bukti;

 

  1. Alat Bukti berupa Surat;

 

Bahwa ternyata Penuntut tidak pernah mengajukan Alat Bukti Surat di persidangan hal yang sebagaimana tercantum di dalam Surat Dakwaan maupun di dalam Surat Tuntutan-nya sehingga dengan demikian tidak ada Alat Bukti Surat yang memberatkan kedua Terdakwa dalam perkara pidana a quo;

 

Bahwa kedua Terdakwa dan Tim Penasehat Hukumnya telah mengajukan 17 (tujuh belas) set dokumen (surat) yang berisi keterangan yang meringankan kedua Terdakwa (terlampir dalam pleidooi) sebagaimana yang dimaksud sebagai Alat Bukti Surat;

 

  1. Alat Bukti berupa Petunjuk;

 

Bahwa Penuntut Umum menyatakan bahwa dalam perkara pidana a quo terdapat Alat Bukti berupa “Petunjuk” vide halaman 10: alinea 2 – Surat Tuntutan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 188 ayat (2) KUHAP, yang diperoleh dari Keterangan Saksi, Surat dan Keterangan Terdakwa;

 

Bahwa dengan tidak adanya Alat Bukti Surat yang membertakan Terdakwa, serta TIDAK TERDAPATnya keterangan (kedua) Terdakwa yang memberatkan diri mereka sendiri akan mengakibatkan:

 

“Penuntut Umum TIDAK DAPAT MENDALILKAN MEMILIKI ALAT BUKTI “PETUNJUK” dalam perkara pidana a quo sebagaimana yang dimaksud dengan pasal 188 KUHAP

 

  1. Alat bukti berupa keterangan (kedua) terdakwa,

 

Bahwa fakta yang terungkap di persidangan tidak ada satupun keterangan terdakwa yang dapat dipakai untuk memberatkan masing-masing terdakwa sehingga dengan demikian Penuntut Umum tidak dapat menyatakan keterangan terdakwa sebagai alat bukti yang memberatkan bagi terdakwa itu sendiri;

 

Bahwa selanjutnyamengenai Barang Bukti berupa 8 (delapan) unit IPAD yang disita oleh penyidik dan dihadirkan oleh Penuntut Umum di pemeriksaan persidangan ternyata bahwa:

 

“tidak pernah dibuktikan bahwa barang tersebut adalah barang illegal dan atau diperoleh secara melawan hukum

 

 

dan atau terdapat surat keterangan yang berasal dari lembaga atau Instansi Pemerintah yang berwenang yang menyatakan bahwa:

 

barang berupa IPAD tersebut telah menyalahi peraturan perundang-undangan yang diancam oleh pidana penjara yang berlaku di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

 

Sehingga dengan demikian maka, berdasarkan pasal 183 KUHAP, “tiada seorangpun boleh dinyatakan bersalah dengan ancaman pidana dengan tanpa alat bukti yang cukup” dan selanjutnya berdasarkan pasal 18 ayat (2) UU RI No.39/1999 tentang hak azasi manusia yang menyatakan bahwa:

 

setiap orang tidak boleh dituntut untuk dihukum atau dijatuhi pidana, kecuali berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan yang sudah ada

 

catatan: dalam hal ini yang dimaksud  dengan peraturan perundang-undangan adalah KUHAP;

 

Bahwa dengan demikian dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

 

–    Bahwa Alat Bukti yang dimiliki oleh Penuntut Umum sebagaimana fakta yang terungkap dalam pemeriksaan persidangan perkara pidana a quo hanyalah Alat Bukti berupa Keterangan Ahli;

 

–    Bahwa sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka yang dianggap Alat Bukti berupa Keterangan Saksi a charge yakni Keterangan Bripka Eben Patar Opsunggu, Ipda Dimas Ferry Anuraga serta BAP Bripka Suhadi yang dibacakan haruslah dikesampingkan dan dinyatakan sebagai “TIDAK SAH dan TIDAK BERHARGA  untuk dinyatakan sebagai ALAT BUKTI

 

–    Bahwa Tidak terdapat Alat Bukti berupa Surat yang dihadirkan oleh Penuntut Umum sesuai dengan yang terlampir dalam berkas perkara;

 

–    Bahwa sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, maka Penuntut Umum tidak dapat mendalilkan memiliki Alat Bukti berupa Petunjuk, karena ketiadaan Alat Bukti Surat dan Ketiadaan Keterangan (kedua) Terdakwa sendiri yang memberatkan;

 

–    Bahwa tidak ada satu Keterangan Terdakwa yang dapat memberatkan diri kedua Terdakwa dalam perkara pidana a quo;

 

sehingga oleh karenanya, berdasarkan pasal 183 KUHAP jo Pasal 18 ayat (2) UU RI No. 39 /1999 maka dalam perkara pidana a quo harus dinyatakan TIDAK TERDAPAT CUKUP BUKTI untuk menyatakan Kedua Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah  melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh Penuntut Umum;

 

 

vide: Putusan MA RI No.185 K/Pid/1982 tgl. 27 juni 1983: Putusan MA RI yang telah membatalkan putusan Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri dengan pertimbangan hukum: telah terjadi kekeliruan penerapan hukum berupa, kesalahan yang didakwakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan karena alat bukti yang mendukung hanya didasarkan satu alat bukti saja;

 

  1. Bahwa terdapat Cacat Formiil yang ada dalam pasal yang didakwakan oleh Penuntut Umum  baik sebagaimana yang tercantum di dalam Surat Dakwaan maupun di dalam Surat Tuntutannya;

 

Bahwa kedua pasal yang didakwakan oleh Penuntut Umum adalah:

 

  1. pasal 62 ayat (1) jo. pasal 8 ayat (1) huruf j UU RI No.8/1999 jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan,

 

  1. pasal 52 jo. pasal 32 ayat (1) UU RI No.36/1999  jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;

 

 

ad. a

 

bahwa ternyata dalam dakwaan pertama Penuntut Umum telah tidak mencantumkan “ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku” sebagaimana yang tercantum dalam pasal 62 ayat (1) UU RI No.8/1999 tentang perlindungan Konsumen yang juga merupakan unsur perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan oleh kedua Terdakwa dalam dakwaan kesatu;

Bahwa namun ternyata Penuntut Umum dalam uraian posita baik sebagaimana yang tercantum dalam Surat Dakwaan maupun Surat Tuntutannya, mendalilkan adanya peraturan yang telah dilanggar dan atau dinyatakan sebagai “perbuatan melawan hukum” yang telah dilakukan oleh kedua terdakwa yakni:  Peraturan Menteri  Perdagangan RI No.19/M-DAG/PER/5/2009 tentang Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (manual) dan Kartu Jaminan / Garansi Purna Jual dalam Bahasa Indonesia bagi Produk Telematika dan Informatika;

 

Bahwa tehnik mendakwa sebagaimana yang dilakukan oleh Penuntut Umum dalam perkara pidana a quo, adalah TIDAK DAPAT DIBENARKAN karena telah dengan sewenang-wenang Penuntut Umum akan dapat saja mengganti “peraturan perundang-undangan” dimaksud sehingga hal tersebut menghilangkan kewajiban beban pembuktian yang wajib dilakukan oleh Penuntut Umum, sehingga dakwaan kesatu dari Penuntut Umum adalah kabur, tidak jelas atau obscuur libels dan oleh karenanya harus dinyatakan BATAL DEMI HUKUM;

 ad.b.

 

 

Bahwa demikian pula yang terjadi pada dakwaan kedua sebagaimana yang tercantum baik dalam Surat Dakwaan maupun Surat Tuntutan Penuntut Umum, yakni kembali Penuntut Umum telah tidak mencantumkan “ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku” sebagaimana yang tercantum dalam pasal 32 ayat (1) UU RI No.36/1999 tentang Telekomunikasi;

 

bahwa dalam hal ini Penuntut Umum dalam uraian posita baik sebagaimana yang tercantum dalam Surat Dakwaan maupun Surat Tuntutannya, ternyata mendalilkan adanya peraturan yang telah dilanggar dan atau dinyatakan sebagai “perbuatan melawan hukum” yang telah dilakukan oleh kedua terdakwa yakni: Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.29/PER/M.KOMINFO/09/2008 tentang Sertifikasi Alat dan Perangkat Telekomunikasi;

 

Bahwa sehingga dengan demikian maka kembali terjadi tehnik mendakwa sebagaimana yang dilakukan oleh Penuntut Umum dalam perkara pidana a quo, adalah TIDAK DAPAT DIBENARKAN karena telah dengan sewenang-wenang Penuntut Umum akan dapat saja mengganti “peraturan perundang-undangan” dimaksud sehingga hal tersebut menghilangkan kewajiban beban pembuktian yang wajib dilakukan oleh Penuntut Umum, sehingga dakwaan kedua dari Penuntut Umum adalah kabur, tidak jelas atau obscuur libels dan oleh karenanya harus dinyatakan BATAL DEMI HUKUM;

 

 

ad.b. Pembuktian hukum materiil 

 

Terhadap pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

 

Bahwa terjemahan resmi oleh Tim Penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI (sekarang Kementrian Hukum & HAM RI); merumuskan pasal 55 ayat (1) ke-1 sebagai berikut:

orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;

 

unsur “orang  yang melakukan” (pledger)

unsur “orang yang menyuruh melakukan” (doen plegen)

unsur “turut serta melakukan” (medepleger)”

 

 

Orang yang melakukan (pledger) ialah seorang yang sendirian telah berbuat mewujudkan segala anasir atau elemen dari peristiwa pidana;

 

orang yang menyuruh melakukan (doen plegen), disini sedikitnya ada dua orang yang menyuruh (doen plegen) dan yang disuruh (pleger);

 

Menurut Hazewinkel-Suringa (hal 240-241) Hoge Raad Belanda mengemukakan dua syarat bagi adanya “turut serta melakukan” tindak pidana yaitu:

 

–          kerjasama yang disadari antara para turut serta pelaku, yang merupakan suatu kehendak bersama;

–          mereka harus bersama-sama melakukan kehendak itu;

 

 

Hal ini dikemukakan pula oleh R. Soesilo dalam bukunya “Kitab Undang-undang Hukum Pidana serta Komentar-komentarnya”, yang mengatakan bahwa:

 

“disini diminta, bahwa kedua orang itu semuanya melakukan perbuatan pelaksanaan, jadi melakukan anasir atau elemen dari peristiwa pidana itu. Tidak boleh misalnya hanya melakukan perbuatan persiapan saja atau perbuatan yang sifatnya hanya menolong, sebab jika demikian, maka orang yang menolong itu tidak masuk “medepleger” akan tetapi dihukum sebagai membantu melakukan (medeplichtige)”;

 

 

Bahwa namun demikian, Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP ini hanyalah pasal penyertaan atau pelengkap, yang baru dapat dinyatakan terpenuhi apabila unsur dari perbuatan-perbuatan yang didakwakan terbukti, sehingga harus dibuktikan terlebih dahulu perbuatan masing-masing dari pasal-pasal yang dikenakan kepada kedua terdakwa sebagaimana dakwaan kesatu atau dakwaan kedua;

Terhadap Dakwaan Kesatu:

 

 

Pasal 62 ayat (1) jo. pasal 8 ayat (1) huruf j UU RI No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen

 

 

uraian unsur dari Pasal 62 ayat (1) jo. pasal 8 ayat (1) huruf j UU RI No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen  adalah sebagai berikut:

 

Pelaku usaha

 

dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mencantumkan informasi dan / atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku

 

Bahwa ketentuan perundang-undangan yang berlaku adalah:

 

Peraturan Menteri  Perdagangan RI No.19/M-DAG/PER/5/2009 tentang Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (manual) dan Kartu Jaminan / Garansi Purna Jual dalam Bahasa Indonesia bagi Produk Telematika dan Informatika;  dan pasal yang dinyatakan telah dilanggar sebagaimana yang terungkap di pemeriksaan persidangan adalah pasal 2 ayat (1) jo pasal 4 yang berbunyi sebagai berikut:

 

pasal 2 ayat (1)

setiap produk telematika dan elektronika yang diproduksi dan/atau diimpor untuk diperdagangkan di pasar dalam negeri wajib dilengkapi dengan petunjuk penggunaan dan kartu jaminan dalam Bahasa Indonesia;

 

pasal 4

Produk telematika dan elektronika yang wajib dilengkapi dengan petunjuk penggunaan dan kartu jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini;

 

sehingga uraian unsur-unsur dari pasal dakwaan kesatu secara lengkap adalah sebagai berikut:

 

ad.1.

 

unsur “pelaku usaha”,

 

bahwa definisi dari pelaku usaha sesuai dengan pasal 1 butir (3)UU RI No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah sebagai berikut:

 

“pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi

 

bahwa sehingga dengan demikian, unsur dari “pelaku usaha” harus diuraikan lebih lanjut, atau dengan kata lain merupakan suatu unsur yang berbingkai yakni sebagai berikut:

 

–    setiap orang perseorangan atau badan usaha;

 

–    baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia;

 

–    baik sendiri maupun bersama sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi;

 

  1. unsur “setiap orang perseorangan atau badan usaha

 

subyek hukum dalam unsur ini memang dapat berupa setiap perseorangan atau badan usaha, namun haruslah setiap orang perseorangan atau badan usaha yang harus secara lengkap memenuhi seluruh persyaratan dari unsur-unsur berikutnya, bukannya hanya diartikan sebagai setiap orang atau setiap badan usaha, karena badan usaha yang tidak melakukan kegiatan usaha juga TIDAK dapat dikategorikan sebagai “pelaku usaha”;

  1. unsur “ baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia

 

bahwa unsur ini menguraikan tentang subyek hukum yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum mengenai terdapatnya syarat formiil yang wajib dimiliki yang harus dipenuhi sebagai berikut:

 

–    bahwa terdapatnya dokumen otentik yakni berupa Akta Pendirian (notariil) yang membuktikan adanya pendirian usaha baik yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia;

 

–    bahwa terdapatnya dokumen-dokumen pendukung usaha lainnya antara lain sebagai berikut: SIUP, TDP, NPWP, Surat keterangan domisili usaha, surat penunjukkan keagenan atau sebagai distributor, dan lain sebagainya;

 

–    Bahwa sebagaimana fakta yang terungkap di persidangan, Terdakwa I dan II tidak memiliki Akta Pendirian, SIUP, TDP, dan dokumen lain sebagainya yang wajib dimiliki oleh baik setiap orang perseorangan maupun badan usaha agar dapat dikualifikasi secara formalitas sebagai “pelaku usaha”;

 

–    dan bahwa tidak ada satu dokumenpun yang dihadirkan di persidangan oleh Penuntut Umum berupa Akta Pendirian, SIUP, TDP, dan dokumen lain sebagainya yang wajib dimiliki oleh baik setiap orang perseorangan maupun badan usaha agar dapat dikualifikasi secara formalitas sebagai “pelaku usaha”;

 

Bahwa dengan demikian, maka unsur ke-2 dari definisi “pelaku usaha” tidak dapat terpenuhi terhadap baik Terdakwa I Randy lester Samusamu maupun Terdakwa II Dian Yudha Negara;

 

  1. unsur “baik sendiri maupun bersama sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi” dengan urain sebagai berikut:

 

–    bahwa subyek hukum tersebut harus secara sungguh-sungguh melakukan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi baik ia melakukannya secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain;

 

–    bahwa sesuai dengan fakta hukum yang terungkap di persidangan, Terdakwa I Randy Lester Samusamu adalah karyawan swasta BP Migas, dan bukan pedagang IPAD dan ke-8 unit IPAD yang dibeli di Singapura tersebut adalah titipan Saksi Anton, Saksi Teddy, Terdakwa II Dian Yudha Negara, dan dipakai sendiri;

 

–    bahwa kemudian Saksi Anton dan yang lainnya menitipkan kepada Terdakwa I untuk dijual, karena ternyata spesifikasi tehnis IPAD yang dibeli tidak sesuai dengan yang diinginkan, sehingga lebih baik dijual kembali;

 

–    bahwa Terdakwa II Dian Yudha Negara adalah karyawan swasta, konsultan IT yang bekerja di perusahaan yang dipimpin Saksi Yudhy Fajar, dan tidak pernah memiliki usaha ataupun toko yang memperdagangkan IPAD atau produk telematika lainnya;

 

–    bahwa ke-2 unit IPAD yang dimiliki secara pribadi oleh Terdakwa II akan dijual karena tidak jadi diberikan sebagai hadiah ataupun tidak jadi  dipakai sendiri;

 

–    bahwa terdapat fakta hukum apapun yang terungkap di persidangan yang membuktikan bahwa kedua terdakwa melakukan kegiatan usaha dalam hal ini memperdagangkan IPAD sebagaimana yang dimaksud dalam unsur ini yakni: “menyelenggarakan usaha”;

 

Bahwa dengan demikian maka unsur ke-3 dari definisi “pelaku usaha” ini telah juga tidak terpenuhi;

 

Bahwa berdasarkan seluruh uraian di atas, maka kedua Terdakwa tidak memenuhi unsur sebagai “pelaku usaha” karena berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan kedua Terdakwa tidak dapat dikualifikasi sebagai “pelaku usaha” baik secara yuridis formiil maupun yuridis materiil;

 

ad.2  

unsur “memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku

 

–       Bahwa unsur ini haruslah dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang menjadi syarat formil dari unsur ini agar dapat terpenuhi yaitu mengenai larangan berdasarkan aturan-aturan yang telah diterbitkan oleh Pemerintah dalam hal ini Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor:19/M-DAG/PER/5/2009;

 

–       Bahwa kedua Terdakwa tidak pernah dibuktikan dipersidangan melakukan perbuatan-perbuatan:

  1.        a.  memproduksi IPAD

 

  1.        b.  memperdagangkan IPAD

 

–    Bahwa tidak ada satu fakta hukumpun yang terungkap dipersidangan yang menyatakan bahwa kedua Terdakwa adalah produsen atau memiliki kemampuan untuk memproduksi IPAD; sehingga dengan demikian maka “perbuatan memproduksi” menjadi tidak terpenuhi;

 

–    bahwa yang dimaksud dengan “memperdagangkan” dalam unsur ini adalah, yang dilakukan oleh kedua Terdakwa dalam perkara pidana a quo adalah “menjual IPAD milik pribadi dan atau membantu menjualkan titipan milik pribadi orang lain karena tidak jadi dipakai” sehingga perbuatan yang dilakukan oleh kedua Terdakwa adalah bersifat insidentiil, kasuitis, dan bukan merupakan suatu perbuatan yang bersifat rutinitas;

 

–       Bahwa sehingga dengan demikian, maka “perbuatan memperdagangkan” adalah tidak terpenuhi, karena apabila perbuatan memperdagangkan –quod non– dinyatakan terpenuhi sebagai suatu perbuatan yang dilakukan oleh kedua Terdakwa, maka setiap orang yang berada di wilayah RI, yang menjual mobil milik pribadi, menjual handphone pribadi yang tidak terpakai lagi, harus disebut sebagai “perbuatan memperdagangkan” atau dengan kata lain setiap orang WNI yang menjual barang miliknya pribadi yang sudah tidak terpakai, atau tidak jadi dipakai disebut sebagai perbuatan “memperdagangkan” dan harus memperoleh predikat sebagai “pedagang”;

 

Bahwa dengan demikian, unsur kedua dari pasal dakwaan kesatu ini tidaklah terpenuhi;

 

–       Bahwa selanjutnya, mengenai obyek barang yaitu 8 (delapan) unit IPAD yang dipermasalahkan dalam perkara pidana a quo karena tidak memiliki manual book dan garansi berbahasa Indonesia perlu pembahasan lebih mendalam karena ternyata berdasarkan:

 

  1. Bukti T-I, II-9; Alat Bukti berupa Surat dari DirJen Standarisasi dan Perlindungan Konsumen Direktorat Pemberdayaan Konsumen – Kementrian Perdagangan RI No. 896/SPK.3.TU/07/11 tanggal 11 Juli 2011 pada butir (2) yang menyatakan bahwa:

 

“Direktur Standardisasi dan Perlindungan Konsumen telah menyatakan sikap resmi bahwa IPAD belum termasuk produk yang wajib menggunakan buku petunjuk manual dalam Bahasa Indonesia”;

 

  1. Bukti T-I, II-10 s/d 17; berupa kliping berita dari media cetak maupun elektronik;

 

  1. Menunjuk kepada pasal 2 ayat (1) jo pasal 4 jo Lampiran I – daftar 45 jenis produk telematika yang wajib dilengkapi petunjuk penggunaan (manual) dan kartu jaminan / garansi purna jual dalam Bahasa Indonesia – Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor:19/M-DAG/PER/5/2009 dengan penjelasan sebagai berikut:

 

pasal 2 ayat (1)

setiap produk telematika dan elektronika yang diproduksi dan/atau diimpor untuk diperdagangkan di pasar dalam negeri wajib dilengkapi dengan petunjuk penggunaan dan kartu jaminan dalam Bahasa Indonesia;

 

         pasal 4

Produk telematika dan elektronika yang wajib dilengkapi dengan petunjuk penggunaan dan kartu jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini;

  1. Keterangan Ahli dari Yusuf Shofie, MH yang menyatakan bahwa:

“IPAD tidak termasuk dalam daftar 45 barang yang wajib dilengkapi dengan petunjuk penggunaan (manual) dan kartu jaminan / garansi berbahasa Indonesia;

 

  1. Bahwa setelah membaca dengan seksama Lampiran IPeraturan Menteri Perdagangan RI Nomor:19/M-DAG/PER/5/2009, ternyata memang IPAD tidak masuk dalam daftar ke-45 jenis produk yang disyaratkan memiliki manual book dan garansi berbahasa Indonesia;

 

–       Bahwa selanjutnya mengenai subjek hukum yang wajib “mendaftarkan petunjuk penggunaan dan garansi produk berbahasa Indonesia” ke Kementrian Perdagangan RI, maka dapat ditelaah lebih lanjut sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 12 ayat (1) jo ayat (2) jo pasal 17 jo pasal 1 angka (5) jo angka (6) Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor:19/M-DAG/PER/5/2009, yang dapat menjadi subyek hukum sebagai “pemohon” adalah pihak-pihak yang disebutkan sebagai berikut:

  1. Produsen; atau
  2. Importir;

 

–    Bahwa ternyata perorangan yang tidak memenuhi syarat formil sebagai “pelaku usaha” tidak dinyatakan sebagai pihak yang diwajibkan ataupun diperkenankan untuk menjadi pemohon berdasarkan pasal 12Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor:19/M-DAG/PER/5/2009 yang menyatakan bahwa permohonan tersebut harus dilengkapi dengan syarat formil yaitu berupa sejumlah dokumen yang harus dilampirkan oleh pemohon;

 

–    Hal tersebut juga bersesuaian dengan fakta hukum yang terungkap dipersidangan yaitu:

 

  1. bahwa berdasarkan Keterangan Ahli DR. Yusuf Shofie, MH dan Aman Sinaga, SH; yang menyatakan bahwa:

 

“perorangan pribadi tidak dimungkinkan dapat mengajukan permohonan pendaftaran petunjuk penggunaan dan garansi berbahasa Indonesia” ke Kementrian Perdagangan RI atau dengan kata lain permohonan yang diajukan oleh perorangan pribadi tidak akan diproses;

 

  1. bahwa berdasarkan Keterangan kedua Terdakwa yang menyatakan bahwa “memang benar kedua terdakwa tidak memiliki kelengkapan Akta Pendirian usaha, SIUP, TDP dan dokumen lainnya yang menyatakan bahwa terdakwa adalah memenuhi syarat formiil sebagai pelaku usaha” ;

 

  1. bahwa ternyata tidak adanya suatu fakta hukumpun yang terungkap dipersidangan berupa alat bukti surat yang dapat dihadirkan oleh Penuntut Umum yang menyatakan kedua terdakwa memenuhi kualifikasi persyaratan formiil sebagai “pelaku usaha”;

 

Bahwa sehingga dengan demikian maka,

 

Kedua terdakwa secara nyata dan tidak dapat dibantah lagi, bukan hanya tidak diwajibkan melainkan tidak diperkenankan menjadi pemohon pendaftaran manual book dan garansi Indonesia ke Kementrian Perdagangan RI berdasarkan pasal Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) jo pasal 17 jo pasal 1 angka (5) dan angka (6),

 

 

Bahwa oleh karenanya apabila ternyata kedua terdakwa –quad non– dinyatakan bersalah dalam perkara pidana a quo, maka dapat dikatakan bahwa:

“telah terjadi pelanggaran terhadap pasal 1 ayat (1) KUHP atau “azas legalitas” atau yang dikenal sebagai:  nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali

 

karena apabila kedua Terdakwa dihukum terhadap –quod non– dianggap melakukan pelanggaran terhadap suatu ketentuan peraturan Perundang-undangan, yang ternyata kalaupun kedua Terdakwa ingin “tidak melanggar” namun ternyata tidak dimungkinkan karena Pemerintah sendiri tidak memperkenankannya, yakni “sebagai pemohon untuk mendaftarkan buku petunjuk penggunaan dan garanasi berbahasa Indonesia” sehingga dengan demikian kedua terdakwa tidaklah dapat dijatuhi hukuman pidana / pemidanaan karena akan melanggar azas legalitas;

–       Bahwa selanjutnya ternyata terjadi pelanggaran pasal 28D ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 atas diri kedua terdakwa berdasarkan uraian hal-hal sebagai berikut:

 

  1. Bahwa terungkap fakta di persidangan secara nyata dan tegas surat dari IBOX yang notabene adalah authorized reseller produk IPAD di Indonesia yang menyatakan bahwa:

memang IPAD yang beredar secara resmi di Indonesia termasuk oleh IBOX sendiri adalah dengan tidak memiliki buku petunjuk penggunaan dalam Bahasa Indonesia;

 

(vide: Bukti T-I, II-6; Surat dari IBOX (authorized reseller IPAD di Indonesia) tanggal 13 Juni 2011);

 

  1. Bahwa ternyata mengenai petunjuk penggunaan IPAD dapat dilihat dan diunduh melalui situs resmi Website Apple dengan alamat: www.apple.com yang ternyata hanya terdapat petunjuk penggunaan IPAD dalam 50 (lima puluh) bahasa, namun petunjuk penggunaan tersebut ternyata memang BELUM TERSEDIA dalam bahasa Indonesia, sedangkan mengenai kartu jaminan / garansi yang berlaku untuk produk IPAD yang beredar secara resmi di indonesia adalah garansi Internasional;

 

  1. Bahwa faktanya tidak ada satu berkas perkara pidana pun yang maju ke persidangan hingga saat ini dengan terdakwa pihak IBOX atau authorized reseller IPAD di Indonesia lainnya, padahal kondisi kelengkapan buku petunjuk maupun garansi berbahasa Indonesia dari produk IPAD yang dijual oleh pihak IBOX dengan ke-2 unit IPAD barang yang ditawarkan oleh Terdakwa II melalui media internet “kaskus” maupun ke-6 unit yang akan dijual oleh Terdakwa I dalam perkara pidana a quo ternyata adalah dalam kondisi yang sama yaitu: tanpa dilengkapi buku petunjuk penggunaan (manual book) dan kartu jaminan / garansi berbahasa Indonesia;

 

Sehingga dengan demikian maka jelaslah bahwa terhadap kedua terdakwa telah diperlakukan tidak sama dimuka hukum sehingga melanggar hak azasi manusia dari kedua Terdakwa selaku Warga negara RI – sebagaimana yang telah dijamin oleh pasal 28 ayat (1) UUD RI tahun 1945 jo UU RI No. 39 tahun 1999 tentang “hak azasi manusia“;

 

Bahwa sehingga dengan demikian berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka, dakwaan kesatu JPU haruslah dinyatakan TIDAK TERBUKTI atau kedua terdakwa tidak terbukti secara SAH dan MEYAKINKAN melakukan perbuatan dalam pasal pada dakwaan kesatu JPU;

 

 

Terhadap Dakwaan Kedua :

 

Pasal 52 jo. pasal 32 ayat (1) UU RI No.36/1999 tentang Telekomunikasi

 

Pasal 52:

Barang siapa memperdagangkan, membuat, merakit, memasukkan atau menggunakan perangkat telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”

 

Pasal 32 ayat (1):

Perangkat telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit, dimasukkan dan atau digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia wajib memperhatikan persyaratan teknis dan berdasarkan izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

 

 

 

 

unsur-unsur dari dakwaan kedua adalah sebagai berikut:

 

–    “barangsiapa

 

–    “memperdagangkan, membuat, merakit, memasukkan atau menggunakan perangkat telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis dan berdasarkan izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Ad.1.  

 

Unsur “Barangsiapa

 

–       Bahwa pembuktian terhadap unsur “Barangsiapa” seringkali hanya dilakukan secara simple dan sederhana, padahal, seharusnya unsur “Barangsiapa” dibuktikan dengan lebih teliti dan cermat; Drs. PAF Lamintang, SH dalam bukunya “Delik-Delik Khusus” menyatakan bahwa:

 

Barangsiapa, menunjukkan orang yang apabila orang tersebut memenuhi semua unsur dari tindak pidana yang dimaksudkan dalam ketentuan pidana pasal Pasal 52 jo. pasal 32 (1) UU RI No.36/1999 tentang Telekomunikasi (yang didakwakan), maka dapat disebut sebagai pelaku dari tindak pidana tersebut”

 

bahwa setelah dia dibuktikan benar bahwa dialah orangnya maka baru bisa disebut memenuhi dari unsur barang siapa, jadi bukan siapa saja;

 

–    bahwa hal inipun sesuai dengan Putusan Pengadilan Negeri Purworejo No.08/Pid/B/PN.PWR tanggal 28 April 1988 dimana pertimbangan dalam membuktikan unsur “barangsiapa” dapat dibaca sebagai berikut:

“………… bahwa yang dimaksud dengan barangsiapa dalam pasal ini, ialah orang atau subjek hukum yang melakukan tindak pidana dalam perkara yang sedang diadili ….”

“………… berdasarkan atas fakta-fakta sebagaimana terurai di atas, maka menurut hemat Majelis telah terbukti secara sah menurut hukum dan keyakinan, bahwa terdakwa AB-lah pelaku dari tindak pidana yang sedang diperiksa dan diadili dalam perkara ini, sehingga oleh karenanya, maka unsur pertama dalam pasal 359 KUHP, yaitu “barangsiapa” telah terpenuhi oleh perbuatan di atas”; 

 

–    Bahwa oleh karenanya, unsur “barangsiapa” dalam pasal Pasal 52 jo. pasal 32 (1) UU RI No.36/1999 tentang Telekomunikasi yang didakwakan terhadap Terdakwa I dan II  barulah dinyatakan terbukti apabila Terdakwa terbukti memenuhi seluruh unsur-unsur lain dalam  Pasal 52 jo. pasal 32 (1) UU RI No.36/1999 tentang Telekomunikasi tersebut.

 

Ad.2.  

 

Unsur: “memperdagangkan, membuat, merakit, memasukkan atau menggunakan perangkat telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis dan berdasarkan izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

 

–       Bahwa unsur-unsur ini dapat dipenuhi apabila unsur dalam pasal 32 ayat (1) UU RI No.36/1999 tentang Telekomunikasi telah terpenuhi;

 

Pasal 32 ayat (1):

 

Perangkat telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit, dimasukkan dan atau digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia wajib memperhatikan persyaratan teknis dan berdasarkan izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

Bahwa sehingga ternyata dalam ketentuan pasal 32 ayat (1) tersebut juga memiliki persyaratan yaitu sebagaimana yang dimaksud pada kalimat:

 

“….dan berdasarkan izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,”

 

–       Bahwa dalam perkara pidana a quo, Penuntut Umum telah mendalilkan serta menguraikan peraturan perundang-undangan yang dimaksud yakni:

 

Peraturan Menteri Kominfo RI No: 29/PER/M.KOMINFO/09/2008 tahun 2008

 

sehingga dengan demikian agar unsur dalam pasal 32 ayat (1) tersebut dapat terpenuhi maka uraian unsur pasal yang dikualifikasi sebagai “unsur perbuatan melawan hukum” yang bersumber dari Peraturan Menteri tersebut haruslah pula terpenuhi dan dapat diterapkan dalam dakwaan kedua Penuntut Umum dalam perkara pidana a quo;

 

–    bahwa perbuatan: memperdagangkan, membuat, merakit, memasukkan atau menggunakan perangkat telekomunikasi yang dilakukan oleh kedua Terdakwa dapat diuraikan sebagai berikut:

a.    “memperdagangkan“, bahwa mengenai hal memperdagangkan telah diuraikan secara panjang lebar pada uraian unsur dakwaan kesatu, sehingga telah mencapai kesimpulan bahwa perbuatan dari kedua terdakwa adalah tidak memenuhi sebagaimana maksud dari perbuatan “memperdagangkan” yang tercantum di dalam unsur dakwaan kesatu maupun kedua;

 

b.    “membuat“, bahwa kedua terdakwa tidak dalam kapasitas dan memiliki kemampuan untuk membuat IPAD, dan tidak terdapat suatu fakta hukumpun yang terungkap di persidangan yang dapat membuktikan bahwa kedua terdakwa memiliki kompetensi untuk membuat IPAD sehingga perbuatan “membuat” adalah tidak terpenuhi;

 

c.    “merakit” bahwa kedua terdakwa tidak dalam kapasitas dan memiliki kemampuan untuk merakit IPAD, dan tidak terdapat suatu fakta hukumpun yang terungkap di persidangan yang dapat membuktikan bahwa kedua terdakwa memiliki kompetensi untuk merakit IPAD sehingga  perbuatan “merakit” adalah tidak terpenuhi;

 

d.   “menggunakan” bahwa kedua terdakwa memang masing-masing memiliki IPAD yang digunakan sendiri, dan faktanya kedua Terdakwa tidak didakwa karena “menggunakan” IPAD, dan Pemerintah ataupun negara memang mengizinkan untuk penggunaan diri pribadi tidak diperlukan untuk dilakukan “sertifikasi” sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 ayat (1) huruf b ke-2Peraturan Menteri Kominfo RI No: 29/PER/M.KOMINFO/09/2008 tahun 2008;

 

e.    “perangkat telekomunikasi” bahwa apakah IPAD dapat dikategorikan sebagai perangkat telekomunikasi?

bahwa berdasarkan fakta hukum yang terungkap dipersidangan, ternyata yang merupakan perangkat telekomunikasi adalah “wi-fi“, “bluetooth“, dan “modem 3 G” sehingga dengan demikian IPAD dengan tanpa dilengkapi wi-fi, bleutooth dan modem 3G adalah murni merupakan produk komputer tablet, dan tidak wajib untuk di-sertifikasi; hal tersebut berdasarkan Keterangan Ahli Ir. Subagio yang bersesuaian dengan Keterangan Ahli Gatot S. Dewa Broto;

 

Bahwa ternyata di pemeriksaan persidangan perkara pidana a quo, tidak terdapat fakta hukum yang terungkap yang menyatakan bahwa ke-8 IPAD tersebut dibuktikan dilengkapi dengan perangkat wi-fi, bluetooth dan atau modem 3 G, dan tidak ada suatu Alat Bukti berupa Surat keterangan yang diterbitkan oleh LabFor ataupun Identifikasi Produk dari Lembaga atau Instansi yang berwenang untuk menguji dan menyatakan bahwa hasil uji terhadap ke-8 unit IPAD yang dihadirkan di persidangan perkara pidana a quo adalah IPAD yang dilengkapi dengan perangkat wi-fi, bluetooth dan atau modem 3G;

 

Bahwa yang telah dinyatakan oleh Bripka Eben Patar Opsunggu, Ipda Dimas Ferry Anuraga dan atau yang tercantum dalam BAP Bripka Suhadi dan atau yang dinyatakan oleh Ahli Ir. Subagio, mengenai penyebutan terhadap ke-8 unit IPAD tersebut adalah bahwa ke-8 unit IPAD sebagaimana yang dijadikan barang bukti dalam perkara pidana a quo dilengkapi dengan wi-fi dan 3 G tersebut hanyalah – quod non– bersumber dari “perkataan” kedua terdakwa saja dan bukan merupakan suatu fakta;

 

Bahwa mendasarkan kepada pasal 185 ayat (5) KUHAP yakni: “baik pendapat maupun rekaan yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan merupakan keterangan saksi, yang berarti tidak dapat dianggap sebagai Alat Bukti“; sehingga dengan demikian pernyataan bahwa ke-8 unit IPAD tersebut adalah IPAD yang dilengkapi dengan wi-fi dan 3 G adalah merupakan rekaan dan atau pendapat semata, dan bukan merupakan fakta hukum yang terungkap di persidangan perkara pidana a quo;

 

Bahwa dengan demikian, tidak terdapat suatu fakta hukumpun yang terungkap di persidangan yang membuktikan bahwa ke-8 unit IPAD yang dinyatakan sebagai Barang Bukti adalah IPAD yang dilengkapi dengan wi-fi dan 3 G, sehingga oleh karenanya ke-8 unit IPAD tersebut tidak pernah dibuktikan dapat dinyatakan sebagai “perangkat telekomunikasi”;

 

–    Bahwa selanjutnya apabila kita meneliti dengan seksama mengenai subyek hukum selaku pemohon yang memiliki kompetensi untuk mengajukan “sertifikasi” ke Kementrian Kominfo sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Kominfo RI yakni Peraturan No: 29/PER/M.KOMINFO/09/2008, dalam peraturan tersebut telah diatur “pihak yang dapat mengajukan diri sebagai pemohon” berdasarkan ketentuan pasal 7Peraturan MenKominfo RI No: 29/PER/M.KOMINFO/09/2008, sebagai berikut:

Pasal 7

 

“Permohonan Sertifikasi alat dan perangkat telekomunikasi diajukan oleh:

  1. Pabrikan atau perwakilannya (representative), yaitu produsen sebagai badan usaha yang bertanggung jawab terhadap pembuatan barang;
  2. Distributor, yaitu badan usaha yang sah yang ditunjuk oleh pabrikan;
  3. Importir, yaitu perusahaan pemegang Nomor Pengenal Impor Khusus (NPIK) yang ruang lingkupnya meliputi bidang telekomunikasi;
  4. Badan usaha perakit alat dan perangkat telekomunikasi; atau
  5. Institusi, yaitu badan usaha yang menggunakan alat dan perangkat telekomunikasi untuk keperluan sendiri;

 

sebagaimana yang telah diuraikan dalam pasal 7 mengenai subyek hukum selaku Pemohon maka kedua terdakwa-pun harus memenuhi syarat formil dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a s/d ePeraturan MenKominfo RI No: 29/PER/M.KOMINFO/09/2008, agar dapat mengajukan diri sebagai “pemohon sertifikasi ” yakni berupa kelengkapan dokumen usaha sebagai berikut:

 

Pasal 8 ayat (2) huruf a s/d e

 

“Surat permohonan sertifikasi alat dan perangkat telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan persyaratakan sebagai berikut:

 

  1. copy dokumen akta pendirian perusahaan dan perubahannya jika ada;
  2. copy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
  3. copy Tanda Daftar Perusahaan (TDP) untuk distributor;
  4. dokumen asli penunjukkan dari pabrikan untuk distributor;
  5. copy Nomor Pengenal Importir Khusus (NPIK) bagi pemohon Sertifikat B;

 

–    Bahwa sebagaimana fakta hukum yang terungkap di persidangan, maka kedua terdakwa tidak-lah memiliki kelengkapan dokumen untuk dinyatakan sebagai importir, produsen, distributor ataupun pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan sertifikasi karena kedua terdakwa tidak memenuhi syarat formil untuk dapat dikualifikasikan sebagai importir, produsen, distributor ataupun pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan sertifikasi; dan atau tidak ada satu fakta pun yang terungkap di persidangan yang menyatakan bahwa kedua terdakwa bertindak dan atau melakukan perbuatan yang dapat mengakibatkan kedua terdakwa dapat dikualifikasikan sebagai importir, produsen, distributor ataupun pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan sertifikasi;

 

–    Bahwa sesuai dengan keterangan Ahli Gatot S Dewa Broto yang bersuaian dengan Keterangan Ahli Ir. Subagyo yang menyatakan bahwa:

 

  • orang perorangan memang tidak termasuk sebagai kategori pasal 7 Peraturan MenKominfo RI No: 29/PER/M.KOMINFO/09/2008 dan untuk permohonannya tidak akan di proses dan tidak akan dikabulkan,

 

oleh karena salah satu dari persyaratan formiil tidak terpenuhi maka akan menjadi gugur permohonannya;

 

bahwa sehingga dengan demikian baik secara formil maupun materiil kedua terdakwa secara nyata dan tegas berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak dapat dikualifikasikan sebagai pemohon sertifikasi alat komunikasi sebagaimana yang dimaksud dalam Peraturan Menteri Kominfo; dan oleh karenanya Peraturan MenKominfo RI No: 29/PER/M.KOMINFO/09/2008 tidak dapat diterapkan sebagai peraturan perundang-undangan yang diterapkan dalam dakwaan kedua Penuntut Umum;

 

Bahwa sehingga dengan demikian berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka, dakwaan kedua JPU haruslah dinyatakan TIDAK TERBUKTI atau kedua terdakwa tidak terbukti secara SAH dan MEYAKINKAN melakukan perbuatan dalam pasal pada dakwaan kedua JPU;

 

 

 

Bahwa selain daripada itu, perlu dibahas pula mengenai opzet atau niat dari kedua terdakwa untuk melakukan pelanggaran tindak pidana, apakah memang benar kedua Terdakwa memiliki niat untuk melakukan pelanggaran tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam perkara pidana a quo?

 

Bahwa selanjutnya mengenai opzet dari kedua Terdakwa akan diuraikan sebagai berikut  tidaklah dapat dibuktikan berdasarkan hal-hal sebagai berikut:

 

  1. Bahwa Bripka Eben Patar Opsunggu dkk yang notabene adalah penyidik tidak dapat dikualifikasi sebagai “konsumen” karena yang bersangkutan adalah penyidik yang menyamar untuk menjerat kedua terdakwa; bahwa sesuai dengan pasal 166 KUHAP, “pertanyaan yang menjerat atau menjebak tidak diizinkan untuk ditanyakan kepada saksi dan atau tersangka / terdakwa” apalagi menjerat dan atau menjebak orang menjadi tersangka, hal tersebut jelas selain melanggar hukum acara pidana, juga melanggar hak azasi dari kedua Terdakwa;

 

  1. Bahwa tidak ada satu fakta hukumpun yang terungkap di persidangan baik berupa keterangan saksi maupun alat bukti surat yang menyatakan bahwa kedua terdakwa memilki niat untuk menjadi “pelaku usaha” ataupun menjadi pelaku usaha yang ingin merugikan konsumen dan tidak bertanggung jawab terhadap konsumen;

 

  1. Bahwa semangat dan jiwa dari Undang-undang Perlindungan Konsumen adalah “untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuh-kembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab

 

 

serta berazas: “perlindungan konsumen berasakan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum“;

 

vide: pasal 2 – UU RI No.8/1999 tentang “perlindungan Konsumen

 

 

dan bertujuan: “a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri; b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa” …. dst s/d huruf f;

 

vide: pasal 3 huruf a s/d f – UU RI No.8/1999 tentang “perlindungan konsumen“;

 

bahwa ternyata Bripka Eben Patar Opsunggu dkk sebagaimana fakta hukum yang terungkap di persidangan, adalah BUKAN dan TIDAK DAPAT dikualifikasikan sebagai konsumen sesuai dengan hal-hal yang telah diuraikan di atas, dan juga mendasarkan kepada pasal 5 huruf b dan cUU RI No.8/1999 tentang “perlindungan konsumen” sebagai berikut:

 

Pasal 5 huruf b dan c:

 

Kewajiban konsumen adalah

  1. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
  2. c.   membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

 

bahwa sebagaimana yang telah terungkap di persidangan, ternyatalah Bripka Eben Patar Opsunggu dkk adalah penyidik yang menyamar untuk menjerat dan/atau menjebak kedua terdakwa untuk dijadikan tersangka (pada waktu itu), sehingga terbukti adanya “itikad yang tidak baik”, serta pembayaran yang terjadi belum sesuai dengan nilai tukar yang disepakati, yakni hanya sebesar Rp. 600 ribu, sehingga Bripka Eben Patar Opsunggu TIDAK DAPAT DINYATAKAN sebagai KONSUMEN;

 

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka:

 

UU RI No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah sangat TIDAK LAYAK dan TIDAK PATUT untuk dipergunakan sebagai pasal yang didakwakan dalam perkara pidana a quo;

 

  1. Bahwa tidak pernah ada fakta yang terungkap dipersidangan yang menyatakan bahwa kedua terdakwa tidak bersedia untuk menyediakan buku petunjuk penggunaan (manual book) maupun kartu jaminan / garansi berbahasa Indonesia karena apabila memang dimungkinkan dan kalaupun –quad non– peraturan perundang-undangan mewajibkan dan memungkinkan bagi kedua terdakwa untuk itu, maka kedua terdakwa sudah dapat pastikan akan mematuhi dan atau memenuhi kewajiban sebagaimana yang dipersyaratkan oleh peraturan perundang-undangan dimaksud;

 

  1. Bahwa berdasarkan keterangan saksi a de charge yakni Saksi Marcella Liem dan Saksi Anton Wijaya menyatakan bahwa:

terdakwa I, Randy membeli dan membawa barang IPAD masuk ke Indonesia karena titipan dari orang lain yang untuk kemudian karena spek yang tidak sesuai maka orang-orang yang tadinya menitip untuk dibelikan IPAD oleh terdakwa I kembali menitipkan IPAD tersebut untuk dijual kembali termasuk 2 (dua) unit IPAD yang dimilki oleh terdakwa II;

 

  1. Bahwa sedangkan untuk terdakwa II, adalah berdasarkan keterangan Saksi Yudhy Fajar yang menyatakan bahwa:

 

terdakwa II bukanlah orang yang sedang melakukan jual beli atau berdagang barang berupa IPAD

 

dan berdasarkan keterangan terdakwa II, 2 (dua) unit IPAD, yang dimilikinya akan dijual karena memang tidak terpakai dan hal tersebut memang lazim terjadi di masyarakat sebagaimana yang dipahami mengenai pasal 184 ayat (2) KUHAP:

 

“hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.”

 

maka berdasarkan hal-hal tersebut diatas dapat dapat disimpulkan sebagai berikut:

 

opzet atau niat dari kedua terdakwa untuk melakukan hal-hal yang dilarang dan/atau melakukan pelanggaran terhadap pasal-pasal dalam UU RI No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah tidak dapat dibuktikan dalam persidangan perkara pidana a quo;

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

************

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

VI.         TANGGAPAN TERHADAP SURAT TUNTUAN PENUNTUT UMUM

 

Majelis Hakim Yang kami muliakan

Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati

 

Kami selaku para Penasihat Hukum Para Terdakwa akan menanggapi Tuntutan dari Penuntut Umum sebagaimana yang telah dibacakan di dalam persidangan pada hari Selasa tanggal 16 Agustus 2011;

 

Bahwa Penuntut Umum berupaya membuktikan bahwa unsur-unsur dalam Tuntutan Pertama sebagai berikut:

 

1.    Unsur Pelaku Usaha,

 

–     Terdakwa I dan II merupakan pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 1 UU Perlindungan Konsumen;

 

–     Terdakwa I dan II merupakan pelaku dalam perkara aquo yaitu pihak yang menjual / memperdagangkan barang iPad 3G + Wi-fi;

 

–     Terdakwa I dan II sehat jasmani dan rohani sehingga Terdakwa I dan II merupakan subyek hukum yang mampu bertanggung jawab dan dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya secara hukum;

 

2.    Unsur Memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,

 

–     Terdakwa I dan II melakukan transaksi jual beli iPad sebanyak 8 (delapan) unit dengan rincian 6 (enam) unit iPad ukuran 16 GB milik Terdakwa I Randy Lester Samusamu dan 2 (dua) unit iPad ukuran 16 GB milik Terdakwa II Dian Yudha Negara dengan pembelinya Eben Patar Opsungu;

 

–     iPad tersebut tidak dilengkapi dengan buku manual berbahasa Indonesia karena menurut keterangan ahli Aman Sinaga, SH adalah termasuk alat telematika dan wajib dilengkapi petunjuk berbahasa Indonesia;

 

–     Pasal 2 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No: 19/M-DAG/PER/5/2009 tentang Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan/Garansi Purna Jual dalam Bahasa Indonesia bagi Produk Telematika dan Elektronik menyatakan bahwa setiap produk telematika dan elektronika yang diproduksi dan/atau diimpor untuk diperdagangkan di pasar dalam negeri wajib dilengkapi dengan petunjuk penggunaan dan kartu jaminan dalam bahasa Indonesia;

 

–     iPad yang dijual adalah termasuk produk telematika;

 

3.    Unsur mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan,

–     Berdasarkan keterangan para saksi, ahli, dan kedua terdakwa sendiri, Terdakwa I dan II secara bersama-sama telah menjual iPad.

 

Bahwa mengingat Surat Tuntutan yang dibuat oleh Penuntut Umum sebanyak 14 (empat belas) halaman maka untuk itulah, kami selaku penasihat hukum akan menanggapinya sebagai berikut:

 

–     Bahwa sebagaimana Surat Tuntutan yang dibuat oleh Penuntut Umum kami menilai jika kronologis peristiwa yang dibuat oleh Penuntut Umum antara Terdakwa I dan II sama persis, baik titik maupun koma jelas ini terlihat jika Penuntut Umum sangat tidak professional dalam membuat kronologis tindak pidana, karena apa mungkin dua terdakwa memiliki cerita kejadian yang sama persis?

 

–     Bahwa sesuai dengan Surat Edaran Jaksa Agung no: SK-005/J.A/5/1982, menyatakan:

  1. Penuntut Umum harus memperlihatkan sikap kedewasaan dan kematangan berfikir di muka persidangan;
  1. Pengemukaan persoalan harus selalu jelas, tegas dan objektif, berlandaskan dan mempunyai argumen – argumen yang tepat, tidak terpancing oleh emosi;

–     Bahwa dalam Nota Pembelaan ini, kami mengutip  pendapat S.R. Sianturi S.H dalam bukunya berjudul ”Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan penerapannya” Cet. Ketiga, Tahun 2002 hal. 211, bahwa unsur-unsur dari tindak pidana adalah 5 unsur yaitu sebagai berikut:

1.      Subjek;

2.      Kesalahan;

3.      Bersifat melawan hukum (dari tindakan);

4.      Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang/ perundangan dan terhadap pelanggarnya diancam dengan pidana;

5.      Waktu, Tempat dan Keadaan (unsur objektif lainnya);

 

Sehingga dengan demikian dapat dirumuskan pengertian dari tindak pidana sebagai:

 

Suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu, yang dilarang (atau diharuskan) dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, bersifat melawan hukum, serta dengan kesalahan dilakukan oleh seseorang (yang mampu bertanggung jawab);

 

–     Bahwa dalam Surat Tuntutan yang di buat oleh Penuntut Umum, tidak secara jelas menguraikan 5 (lima) unsur yang dimaksud agar nampak jelas apakah para terdakwa memang dapat di buktikan kesalahannya, sehingga tidak menjadi satu surat tuntutan yang membingungkan;

 

–     Bahwa tentang dalil yang digunakan oleh Penuntut Umum tentang perbuatan terdakwa yang menyatakan telah berbuat kesengajaan sebagai tujuan (Opzet als oogmek), adalah hal yang dipaksakan sebab menurut Tongat , S,H. M.hum dalam bukunya Hukum Pidana Materill, terbitan Universitas Muhamadiyah Malang, 2002 yang dinamakan Opzet ini akan terjadi apabila seseorang melakukan sesuatu perbuatan dengan sengaja sedang pelaku perbuatan tersebut memang merupakan “tujuan” dari pelaku;

 

–     Bahwa dalam fakta persidangan, Penuntut Umum tidak dapat membuktikan bahwa para terdakwa membeli IPAD untuk di perjualbelikan, sebagaimana kita ketahui bersama jika kedua terdakwa bukanlah memiliki profesi sebagai penjual IPAD ataupun sejenisnya, namun masing masing terdakwa memiliki pekerjaan sendiri yang secara nyata dan jelas tertuang dalm Identitas Terdakwa pada Surat Dakwaan dan Surat Tuntutan Penuntut Umum, maka telah jelas bahwa Surat Tuntutan yang dibuat oleh Penuntut Umum tidak berpedoman terhadap fakta – fakta yang terungkap di persidangan sehingga Penuntut Umum telah secara tergesa-gesa dalam menyimpulkan bahwa terdakwa “telah terbukti secara meyakinkan melakukan tindak pidana”;

 

–     Bahwa Surat Tuntutan Penuntut Umum sangatlah bersifat spekulatif, subjektif dan tidak berdasar, hal tersebut berdasarkan keterangan Saksi dalam BAP yang notabene adalah penyidik, dan atas saksi yang notabene adalah penyidik yang dihadirkan dalam persidangan tidak ada satu keterangan pun yang dapat membuktikan perbuatan yang di tuduhkan oleh Penuntut Umum terhadap kedua terdakwa, yang ada hanyalah ketidak sesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lainnya, dan juga saksi dalam BAP yang di hadirkan oleh Penuntut Umum bersifat subjektif karena saksi-saksi tersebut adalah penyidik yang memeriksa kedua Terdakwa;

 

Sanggahan Terkait dengan dalil-dalil dalam Surat Tuntutan Penuntut Umum

 

  1. Bahwa pada hal. 2 alinea ketiga Tuntutan Penuntut Umum, mengambil mentah-mentah pendapat ahli Aman Sinaga, S.H. yang menyebutkan bahwa:  

barang dagangan berupa IPAD yang menjadi barang bukti dalam perkara ini, adalah barang dagangan dan wajib dilengkapi buku petunjuk penggunaan (manual) dan kartu garansi purna jual/kartu jaminan dalam bahasa Indonesia dan wajib didaftarkan ke direktorat jenderal perdagangan dalam negeri, akan tetapi terdakwa 1 dan terdakwa 2 tidak melakukannya, sehingga perbuatan terdakwa 1 dan terdakwa 2 berikut dengan barang buktinya dibawa ke Polda Metro Jaya untuk proses hukum selanjutnya”.

 

–     Bahwa Penuntut Umum telah tidak cermat dalam meneliti mengenai regulasi atau peraturan perundang-undangan terkait dengan “barang dagangan” yang wajib dilengkapi buku petunjuk penggunaan (manual) dan kartu garansi purna jual / kartu jaminan dalam bahasa Indonesia dan wajib didaftarkan, yakni Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor.19/MDAG/PER/5 Tahun 2009 tentang Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan Garansi Purna Jual dalam Bahasa Indonesia bagi Produk Telematika dan Elektronik, bahwa dalam peraturan tersebut secara nyata dan jelas bahwa IPAD tidak termasuk barang yang wajib disertai manual book berbahasa Indonesia karena tidak disebutkan dalam lampiran 45 jenis barang produk telematika dan elektronika yang wajib dilengkapi petunjuk penggunaan (manual) dan kartu jaminan / garansi purna jual dalam Bahasa Indonesia yang tercantum dalam Lampiran PerMenDag RI No:19/M-DAG/PER/5/2009 tahun 2009;

 

–     Bahwa dari fakta-fakta persidangan, Ahli Yusuf Shofie, S.H., M.H. menerangkan bahwa :

 

Pasal 8 ayat (1) huruf J jo Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1999 Tentang Konsumen, merupakan peraturan perundang-undangan yang tidak berdiri sendiri. Yang masih memiliki peraturan turunan lainnya mengenai barang dagangan dan wajib dilengkapi buku petunjuk penggunaan (manual) dan kartu garansi purna jual/kartu jaminan dalam bahasa Indonesia dan wajib didaftarkan. Peraturan turunan dari Pasal 8 ayat (1) huruf J Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1999 Tentang Konsumen yang mengatur lebih lanjut, adalah Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor.19/MDAG/PER/5 Tahun 2009 tentang Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan Garansi Purna Jual dalam Bahasa Indonesia bagi Produk Telematika dan Elektronik, yang mewajibkan ke 45 Produk Telematika dan Elektronik memiliki Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan Garansi Purna Jual dalam Bahasa Indonesia. Namun dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor.19/MDAG/PER/5 Tahun 2009 secara tegas dan eksplisit tidak mewajibkan barang bukti yakni IPAD untuk memiliki Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan Garansi Purna Jual dalam Bahasa Indonesia, hal ini karenakan IPAD tidak secara tegas dan eksplisit dimasukan dalam lampiran Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor.19 /MDAG/PER/5 Tahun 2009 tentang Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan Garansi Purna Jual dalam Bahasa Indonesia bagi Produk Telematika dan Elektronik”.

 

 

Yang Mulia Majelis Hakim,

Sdr. Penuntut Umum yang terhormat,

Pengunjung sidang yang kami hormati,

 

Bahwa yang menjadi pertanyaan besar adalah:

 

mengapa perkara ini diteruskan?

 

Padahal Peraturan Perundang-undangan yang menjadi hukum positif tidak mengatur kewajiban barang bukti yakni IPAD untuk memiliki Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan Garansi Purna Jual dalam Bahasa Indonesia, dan mengapa pula Terdakwa I dan II yang diharuskan mempertanggung jawabkan perbuatan yang mereka sendiri tidak mengetahui letak kesalahannya, karena berdasarkan keterangan Ahli pun menyatakan bahwa tidak ada peraturan yang mewajibkan barang bukti berupa IPAD untuk memiliki Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan Garansi Purna Jual dalam Bahasa Indonesia;

 

–     Bahwa penting untuk menjadi perhatian dan catatan Yang Mulia Majelis Hakim serta Sdr. Penuntut Umum, bahwa dalam sebuah perkara pidana yang menjadi tolak ukur adalah kebenaran materiil, dan tetap harus memperhatikan Pasal 1 ayat (1) KUHP yaitu “azas Legalitas” yang berarti jika belum ada aturan yang mengaturnya, maka suatu hukuman pidana tidak boleh diterapkan kepada seseorang;

 

  1. Bahwa di dalam surat dakwaan dan surat tuntutan Penuntut Umum menjelaskan mengenai “unsur pelaku usaha” sebagaimana yang disyaratkan dalam Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (1) huruf J UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, padahal dalam perkara pidana a quo “unsur pelaku usaha” tidak melekat pada diri Terdakwa I dan Terdakwa II, mengingat, isi dari ketentuan Pasal 1 UU RI No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

 

Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum atau tidak…………melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.

 

Bahwa dalam teori hukum pidana ada prinsip aktual dan faktual, yaitu siapa yang secara langsung menjadi pelaku usaha itu yang menjadi Terdakwa;

 

–     Bahwa dalam perkara pidana a quo secara aktual dan faktual yang terungkap dalam fakta-fakta persidangan bahwa kedua Terdakwa bukanlah sebagai “pelaku usaha” karena kedua Terdakwa tidak pernah melakukan kegiatan usaha yang berkesinambungan dan berlanjut dalam melakukan usaha penjualan IPAD;

 

–     Bahwa Tim Penasihat Hukum memandang pisau bedah analisa yang digunakan oleh Penuntut Umum dalam membedah perkara pidana a quo sangat mentah, dan hal tersebut terlihat dari beberapa alasan yang di utarakan oleh Penuntut Umum, khususnya terkait dengan unsur “pelaku usaha”;

 

–     Bahwa selanjutnya dalil pada hal. 11 surat dakwaan Penuntut Umum menyatakan:

 

“dalam hal ini yang dapat diajukan sebagai pelaku usaha berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan dari keterangan  saksi – saksi, keterangan ahli dan keterangan mereka terdakwa, pada pokoknya menunjukkan bahwa mereka terdakwalah sebagai pelaku perbuatan pidana yang di dakwakan dalam perkara ini”

 

Bahwa atas pernyataan demikian, jelas terlihat bagaimana Penuntut Umum tidak melihat dengan seksama proses yang terjadi selama persidangan dan juga fakta – fakta persidangan yang terungkap baik dari keterangan para saksi-saksi yang notabene adalah penyidik dan saksi Ahli yang justru mematahkan argumen dari Penuntut Umum terkait dengan”pelaku usaha”;

 

–     Bahwa saksi Ahli Yusuf Shofie, SH, MH yang direkomendasikan oleh Kementrian Perdagangan RI dalam kesaksiannya pada hari Selasa, tanggal 26 Juli 2011 yang secara langsung menyatakan jika definisi “pelaku usaha” sebagaimana Permendag No. 19 Tahun 2009 hanyalah berbadan hukum bukan perseorangan, sehingga untuk memahami maksud dari pasal 8 huruf j UU RI No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen kita tidaklah dapat membacanya setengah – setengah melainkan harus secara menyeluruh dan merujuk Peraturan perundang-undangan lainnya in casu Permendag No. 19 Tahun 2009;

 

–     Bahwa Penuntut Umum dengan tanpa dasar menyimpulkan dari keterangan  saksi – saksi, keterangan ahli dan keterangan kedua terdakwa dipersidangan yang pada pokoknya menunjukkan bahwa jelas terdakwalah pelaku perbuatan pidana yang di dakwakan dalam perkara pidana a quo, bukankah ini satu bentuk kesalahan yang dilakukan Penuntut Umum dalam menilai fakta – fakta persidangan, karena faktanya baik keterangan saksi yang notabene adalah penyidik, keterangan Ahli, dan keterangan  kedua terdakwa sendiri saksi ahli, justru menunjukkan kedua terdakwa tidaklah dapat di kualifikasikan sebagai “pelaku usaha”;

 

Sehingga dengan demikian dasar Penuntut Umum dalam menelaah unsur “pelaku usaha” sangatlah premature dan tidak berdasar kepada penafsiran hukum secara benar, dan hal ini jelas merupakan penafsiran hukum yang sangat menyesatkan;

 

  1. Bahwa terkait unsur memproduksi dan memperdagangkan barang dan atau jasa sebagaimana yang dipaparkan oleh Penuntut Umum dalam surat tuntutannya yang juga mendasarkan pasal 2 peraturan menteri perdagangan RI No 19/M-DAG/PER/5/2009 sebagai legitimasi argumen-nya jika memang kedua Terdakwa adalah orang yang salah dalam perkara pidana a quo, bukankah dasar Peraturan Menteriri ini sebaliknya membuktikan jika kedua Terdakwa memang tidak dapat di kualifikasikan sebagai “pelaku usaha”;

 

Bahwa ini sejalan dengan kerterangan saksi ahli Yusuf Shofie, SH, MH  yang mengutarakan:

 

“Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 19/MDAG/PER/5 Tahun 2009 tentang Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan Garansi Purna Jual dalam Bahasa Indonesia bagi Produk Telematika dan Elektronika. Peraturan ini dikeluarkan jauh setelah berlakunya Undang-Undang Perlindungan Konsumen”

 

“Kementerian Perdagangan RI melalui Direktur Standardisasi dan Pemberdayaan Konsumen telah menyatakan sikap resmi, bahwa IPad belum termasuk produk yang wajib mengunakan buku petunjuk manual dalam bahasa Indonesia. Hal ini didasarkan oleh Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 19 Tahun 2009, yang di dalamnya telah tercantum empat puluh lima produk”

 

 

Bahwa fakta yangterungkap di persidangan kedua Terdakwa bukanlah seorang pedagang elektronik tapi Para Terdakwa memiliki profesi masing – masing sebagai karyawan di perusahaan, jelas ini mematahkan logika Penuntut Umum yang hendak menyimpulkan jika kedua terdakwa adalah ”pelaku usaha” ataupun ”pedagang” IPAD sebagai mata pencaharian sehari-hari;

 

–     Bahwa terkait dengan pertimbangan JPU tentang hal yang memberatkan para terdakwa

“jika perbuatan mereka terdakwa bertentangan dengan program pemerintah”,

 

Bahwa dalil Penuntut Umum tersebut sangat mengada – ada, karena apa kaitannya dengan program pemerintah?, program pemerintah yang mana dimaksud? Justru dengan adanya penangkapan in casu, menjadi ketakutan di masyarakat untuk melakukan aktivitas jual-beli sehingga menurunkan tingkat perekonomian Negara, sedangkan program utama pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian rakyat;

 

–     Bahwa melihat Surat Tuntutan Penuntut Umum yang telah dibacakan pada hari Selasa, tanggal 16 agustus 2011, maka kami selaku Tim Penasehat Hukum kedua terdakwa merasa lebih yakin jika Surat Tuntutan Penuntut Umum dibuat dengan tergesa – gesa, dipaksakan serta dengan tanpa melihat aspek keadilan bagi diri para terdakwa;

 

  1. Bahwa Terdakwa didakwa dalam dakwaan Kesatu sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (1) huruf J Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1999 Tentang Konsumen:

Adapun unsur-unsurnya sebagai berikut :

1.      Pelaku Usaha;

2.      Memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

3.      Mereka yang melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan;

 

Ad. 1. Pelaku Usaha,

Bahwa dalam Surat Tuntutannya JPU telah menguraikan bahwa yang dimaksud dengan “Pelaku Usaha” disini adalah:

setiap orang perseorangan atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara RI baik sendiri-sendiri maupun bersama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi;

 

–     Bahwa Terdakwa I dan Terdakwa II adalah “subyek hukum” dan, orang tersebut adalah orang yang mampu bertanggung jawab serta dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya secara hukum”, namun dalam perkara pidana a quo JPU telah melakukan kekeliruan, hal ini dikarenakan menurut JPU dalam kasus ini orang yang mampu bertanggung jawab dan dapat dipertanggung jawabkan adalah ”Subyek Hukum”, dan aktifitas serta perbuatan Terdakwa I dan Terdakwa II dikategorikan sebagai “pelaku usaha”, padahal, berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan jelas menunjukkan bahwa Terdakwa I dan Terdakwa II tidak melakukan perbuatan ataupun aktifitas yang dapat dikualifikasikan sebagai “pelaku usaha” karena Terdakwa I dan Terdakwa II tidak menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai individu baik sebagai badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak, yang melalui perjanjian dalam berbagai bidang ekonomi dalam hal ini adalah “memperdagangkan” IPAD, hal tersebut juga berdasarkan atas keterangan sejumlah para saksi  a de charge, antara lain saksi Yudhy Fajar, saksi Anton Wijaya, dan saksi Marcella Liem yang menerangkan:

Kedua terdakwa tidak pernah melakukan kegiatan jual beli IPAD maupun memiliki usaha penjualan IPAD,

 

Sehingga secara nyata dan jelas bahwa kedua Terdakwa memanglah BUKAN sebagai “pelaku usaha” atau bahkan setidak-tidaknya tidak dapat dikualifikasikan sebagai “pelaku usaha”;

 

–     Bahwa dalam Permendag 19/2009 mengatur bahwa ‘subyek’ adalah badan hukum (rechtpersoon) bukan orang-perseorangan (natuurlijke persoon), kesimpulan ini dapat dicapai dengan pendekatan interpretasi sistematik, artinya, memahami suatu peraturan perundang-undangan berdasarkan konteks dan keseluruhan pasal di dalamnya;

 

Adapun  ketentuan-ketentuan dalam Permendag 19/2009 yang bila dibaca secara sistematik membuktikan bahwa Permendag 19/2009 mengatur ‘subyek’ badan hukum dan bukan orang-perseorangan :

  1. Pasal 1 ayat (5) Permendag 19/2009:

Importir adalah perusahaan yang melakukan kegiatan impor produk telematika dan elektronika dan bertanggungjawab sebagai pembuat barang yang diimpor”.

 

  1. Pasal 1 ayat (6) Permendag 19/2009:

Produsen adalah perusahaan yang memproduksi telematika dan elektronika di dalam negeri.”

 

  1. Pasal 3 ayat (1) huruf (a) Permendag 19/2009:

Petunjuk penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) harus memuat informasi sekurang-kurangnya mengenai:

a. nama dan alamat tempat usaha produsen (perusahaan/pabrik) untuk produk dalam negeri.”

 

  1. Pasal 3 ayat (3) Permendag 19/2009:

Pemberian pelayanan purna jual selama masa garansi dan pasca garansi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berupa:

  1. Ketersediaan pusat pelayanan purna jual (service center);
  2. Ketersediaan suku cadang;
  3. Penggantian produk sejenis apabila terjadi kerusakan yang tidak dapat diperbaiki selama masa garansi yang diperjanjikan; dan
  4. Penggantian suku cadang sesuai jaminan selama masa garansi yang diperjanjikan.”

 

  1. Pasal 7 Permendag 19/2009:

“(1) Produsen atau importir produk telematika dan elektronika wajib mendaftarkan petunjuk penggunaan dan kartu jaminan ke Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, dalam hal ini Direktorat Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahaan, Departemen Perdagangan.

 

(2) Produsen atau importir yang telah mendaftarkan petunjuk penggunaan dan kartu jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan tanda pendaftaran.”

 

Ketentuan-ketentuan tersebut menunjukkan bahwa ‘subyek’ yang diatur dalam Permendag 19/2009 adalah badan hukum, bukan orang-perseorangan. Bila ditilik dari segi addressat atau ‘subyek’, maka kutipan-kutipan pasal diatas hanya dapat diberlakukan kepada “badan hukum” dan tidak mungkin diberlakukan kepada orang-perseorangan;

 

–     Bahwa orang-perseorangan diatur dalam ketentuan Pasal 8 dan Pasal 23 Permendag 19/2009 (yang merupakan ketentuan sanksi untuk pasal 8);

 

Pasal 8

Setiap orang perseorangan atau badan usaha dilarang menjual, membeli, dan/atau menerima pemindahtanganan petunjuk penggunaan dan kartu jaminan yang telah terdaftar.”

 

 

Pasal 23

Setiap orang perseorangan atau badan usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.”

 

Bahwa ketentuan pasal tersebut mengatur tentang larangan penerimaan, pemindahtanganan petunjuk penggunaan dan kartu jaminan, BUKAN tentang kewajiban menyediakan manual dalam bahasa Indonesia atau kartu garansi;

 

Sehingga dengan demikian, jelas bahwa dalam perkara pidana a quo  unsur “Pelaku Usaha”, jelas tidak tepat jika dikualifikasikan terhadap Terdakwa I dan Terdakwa II, mengingat secara yuridis, secara faktual dan aktual fakta yang terungkap di dalam persidangan baik dari keterangan saksi-saksi, keterangan Ahli dan keterangan terdakwa sendiri tidak pernah dapat dibuktikan bahwa kedua Terdakwa adalah “pelaku usaha” sehingga dengan demikian unsur “pelaku usaha” adalah TIDAK TERBUKTI;

 

Ad. 2. Memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

 

–     Bahwa unsur-unsur yang diuraikan dalam surat tuntutan Penuntut Umum mengenai “Memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku” secara faktual dan aktual Terdakwa I dan Terdakwa II bukanlah ”subyek hukum” yang memproduksi barang bukti dalam perkara a quo;

 

–     Bahwa terdakwa I telah terungkap dalam persidangan, bahwa Terdakwa I memiliki pekerjaan yang jelas dan tetap sebagai teknisi / engineer di BP Indonesia yang bergerak di bidang migas begitipun dengan Terdakwa II memiliki pekerjaan yang jelas dan tetap sebagai Direktur Bisnis/IT di PT. Arjaya Formasi dari tahun 2008 hingga saat ini dan tidak memiliki atau menjalankan usaha dan pekerjaan yang lain;

 

Sehingga dengan demikian unsur ”Memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa” tidaklah dapat dibuktikan kebenarannya berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan;

 

–     Bahwa dalam Lampiran I Permendag 19/2009 tentang Produk Telematika dan Elektronika yang Wajib Dilengkapi Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan/Garansi Purna Jual Dalam Bahasa Indonesia,  terdapat fakta bahwa IPAD BUKAN merupakan produk yang diwajibkan untuk dilengkapi dengan manual dan karta jaminan/garansi dalam bahasa Indonesia;

 

–     Bahwa hal tersebut bersesuaian dengan sikap resmi dari Kementerian Perdagangan RI yang dalam hal ini disampaikan oleh Direktur Standarisasi dan Perlindungan Konsumen yang dituangkan Surat Nomor: 896/SPK.3.TU/07/11 teratnggal 11 Juli 2011 (vide: Bukti T-I, T-II-9);

 

–     Bahwa telah terdapat pertentangan keterangan yang diberikan di persidangan atas saksi Ahli dari Penuntut Umum yakni Aman Sinaga, S.H. yang merupakan tenaga asistensi (konsultan) pada Direktorat Pemberdayaan Konsumen Dirjen Standarisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan RI yang menerangkan bahwa

 

Nama Produk atas nama IPad TIDAK TERCANTUM di dalam Lampiran Produk Telematika yang harus wajib dilengkapi manual book dan kartu garansi berbahasa Indonesia Permendag Nomor. 19 Tahun 2009,

 

namun dalam keterangan berikutnya disebutkan bahwa,

 

IPAD termasuk barang / produk telematika dan sebagai alat komunikasi karena dapat digunakan untuk menelpon;

 

Hal tersebut sangatlah tidak dimungkinkan bagi seorang Ahli, karena keterangannya tersebut seharusnya diberikan guna terangnya perkara pidana a quo bukan untuk dirinya sendiri karena dalam hal ini ada hak dari kedua terdakwa yang telah dilanggar;

 

Bahwa hal-hal tersebut diatas  justru dijadikan dasar oleh Penuntut Umum di dalam Surat Tuntutan perkara pidana a quo, bahkan lebih jauh lagi Penuntut Umum hanya menggunakan Pasal 2 Permendag Nomor.19 Tahun 2009 untuk membuktikan unsur “memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”, seakan-akan Penuntut Umum menafikan keberadaan Pasal 4 Permendag Nomor. 19 Tahun 2009 beserta lampiran dari Permendag Nomor. 19 Tahun 2009 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ketentuan Permendag Nomor. 19 Tahun 2009;

 

Sehingga dengan demikian “unsur memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlakusangatlah tidak tepat dikenakan kepada Terdakwa I dan Terdakwa II;

 

Bahwa dari uraian tersebut diatas jelas telah terjadi pelanggaran due process of law dan cacat prosedur yakni sebagai berikut:

 

  1. Penyidik yang menyamar sebagai konsumen tidak dapat dikategorikan sebagai konsumen sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;

 

  1. Penyidik suatu perkara tidak dapat bertindak sebagai saksi dalam perkara pidana a quo sehingga telah terjadi penyalahgunaan wewenang atau ”abuse of power”;

 

  1. Penyidik telah melanggar Hukum Acara Pidana dengan menyamar sebagai pembeli;

 

  1. Bahwa keterangan ke-3 saksi yang notabene adalah Penyidik sangatlah tidak valid, karena masing-masing saksi diperiksa satu sama lain sehingga keterangannya saling mempengaruhi;

 

  1. Bahwa telah terdapat ketidak sesuaian mengenai uraian kejadian dalam BAP dengan dalam Laporan Polisi No. LP/842/XI/2010/PMJ/Dit Reskrimsus tgl. 24 Nopember 2010 mengenai dasar dari Laporan tersebut yang disebutkan berdasarkan informasi dari masyarakat, namun pada BAP disebutkan emlalui media internet ”kaskus”;

 

  1. Bahwa saksi Pelapor, Eben Patar Opsungu tidak pernah melakukan hubungan komunikasi sebelumnya dengan Terdakwa I dan Terdakwa II mengenai kesepakatan transaksi jual-beli produk barang dalam perkara pidana a quo;

 

Bahwa menurut ketentuan pasal 1 butir 26 KUHAP:

“Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentangsuatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”

Pasal 1 butir (1) KUHAP:

“penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.”

 

Sehingga jelas bahwa peran dari saksi dan penydik sangatlah berbeda sehingga apabila terdapat fakta bahwa penyidik merangkap sebagai saksi, maka  sebagaimana pendapat Ahli Dr. ARBIJOTO, M.Fil MBL MH SH SS hal tersebut jelas telah terjadi penyalahgunaan wewenang / abuse of power khususnya dalam perkara pidana a quo;

 

–     Bahwa tindak pidana atau strafbaar feit merupakan suatu perbuatan yang mengandung unsur  ‘perbuatan atau tindakan yang dapat dipidanakan’ dan unsur ‘pertanggungjawaban pidana kepada pelakunya’ sehingga tidak akan pemidanaan terhadap seseorang apabila tidak dipenuhinya unsur perbuatan / tindakan yang dapat dipidana dan pertanggungjawaban secara pidana;

 

–     Bahwa  sebagai dasar pertanggungjawaban adalah kesalahan yang terdapat pada jiwa pelaku dalam hubungannya dengan kelakuannya yang dapat dipidana serta berdasarkan kejiwaannya itu pelaku dapat dicela karena kelakuanya itu, hal tersebut dimaksudkan bahwa hanya dengan hubungan batin inilah maka perbuatan yang dilarang itu dapat dipertanggungjawabkan pada si pelaku;

 

–     Bahwa dalam kebanyakan rumusan tindak pidana, unsur “kesengajaan” atau yang disebut dengan opzet merupakan salah satu unsur yang terpenting dalam kaitannya dengan unsur “kesengajaan”, maka apabila di dalam suatu rumusan tindak pidana terdapat perbuatan dengan “sengaja” atau biasa disebut dengan opzettelijk, maka unsur dengan “sengaja” ini menguasai atau meliputi semua unsur lain yang ditempatkan dibelakangnya dan harus dibuktikan terlebih dahulu;

 

–     Bahwa unsur “sengaja” berarti juga adanya ‘kehendak yang disadari yang ditujukan untuk melakukan kejahatan tertentu’, maka berkaitan dengan pembuktian bahwa perbuatan yang dilakukannya itu dilakukan dengan “sengaja”, terkandung pengertian ‘menghendaki dan mengetahui’ atau biasa disebut dengan ‘willens en wetens’, bahwa yang dimaksudkan adalah seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan “sengaja” itu haruslah memenuhi rumusan willens atau haruslah ‘menghendaki apa yang ia perbuat’ dan memenuhi unsur wettens atau haruslah ‘mengetahui akibat dari apa yang ia perbuat’;

 

–     Bahwa jika dikaitkan dengan ‘teori kehendak’ yang dirumuskan oleh Von Hippel maka dapat dikatakan bahwa yang dimaksudkan dengan ‘sengaja’ adalah ‘kehendak membuat suatu perbuatan dan kehendak untuk menimbulkan suatu akibat dari perbuatan itu’ atau ‘akibat dari perbuatannya itu yang menjadi maksud dari dilakukannya perbuatan itu’ jika unsur ‘kehendak’ atau ‘menghendaki dan mengetahui’;

 

–     Bahwa menurut sistem KUHAP, yang menjadi dasar penilaian bagi putusan pengadilan bukanlah fakta – fakta yang terungkap dalam pemeriksaan di tingkat penyidikan melainkan fakta – fakta yang terungkap di tingkat penyidikan hanyalah berlaku sebagai hasil pemeriksaan sementara (voor onderzoek) sedangkan fakta – fakta yang terungkap dalam pemeriksaan sidang (gerechtelijk onderzoek), adalah yang merupakan dasar pertimbangan bagi putusan Pengadilan;

 

 

 

 

**************

VII.      KESIMPULAN

 

Yth., Majelis Hakim yang kami Mulyakan

Sdr. Penuntut Umum yang kami hormati

Sidang yang Mulya

 

 

 

Sebagaimana yang telah kami uraikan diatas hal-hal yang menjadi fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan sehingga memberikan gambaran yang sebenarnya secara jelas mengenai duduk permasalahan yang sesungguhnya; dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

 

 

maka dengan demikian atas:

 

dakwaan kesatu:

pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1) huruf j UU RI No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

 

atau

 

dakwaan kedua:

Pasal 52 jo. pasal 32 (1) UU RI No.36/1999 tentang Telekomunikasi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;

 

sebagaimana yang telah didakwakan oleh Sdr. Penuntut Umum di dalam Surat Dakwaannya tidaklah dapat dibuktikan dilakukan oleh kedua Terdakwa sehingga Tim Penasehat Hukum berkeyakinan bahwa Yth., Majelis Hakim yang kami Mulyakan dan yang memeriksa serta mengadili perkara pidana a quo akan sependapat dengan kami, Tim Penasehat Hukum kedua Terdakwa bahwa:

 

Terdakwa I – Randy Lester Samusamu 

 

dan,

 

Terdakwa II – Dian Yudha Negara  

 

adalah

 

TIDAK TERBUKTI SECARA SAH dan MEYAKINKAN melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum dalam Surat Dakwaannya;

 

 

 

 

 

 

 

 

*************

 

 

VIII.    PENUTUP

 

 

 

Yth. Majelis Hakim yang kami mulyakan..

Yth. Sdr. Penuntut Umum..

Sidang yang mulya..

 

 

 

Bahwa dalam menyusun Nota Pembelaan ini, Tim Penasehat Hukum semata-mata ingin memohon keadilan untuk Terdakwa, yang hingga saat ini masih berada dalam pemenjaraan psikologis atas tuduhan, sangkaan maupun dakwaan terhadap dirinya oleh penyidik maupun Sdr. Penuntut Umum, namun nyatanya sebagaimana dengan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan, tidak selayaknya hal tersebut dijalani oleh kedua Terdakwa.

 

Apakah kedua Terdakwa adalah orang yang tidak bersalah?

Tidak ada manusia tanpa salah, karena manusia bukanlah mahluk yang sempurna sehingga tidak luput dari kesalahan.

 

Namun, apakah kedua Terdakwa bersalah dalam perkara ini? Jawabannya adalah: Tidak ! Hal tersebut tidaklah hanya berdasarkan pendapat dari Tim Penasehat Hukum semata, namun berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan yang secara nyata secara kasat mata terfaktakan.

 

Kami sungguh-sungguh terkejut bahwa Sdr. Penuntut Umum ternyata tetap menuntut kedua Terdakwa dengan pidana penjara 5 (lima) bulan di dalam Surat Tuntutannya, sehingga kami bertanya-tanya, apakah memang hal tersebut sudah sesuai dengan nurani yang paling dalam dari Sdr. Penuntut Umum? Bagaimana jika seandainya hal ini terjadi pada diri sanak-saudara dari Sdr. Penuntut Umum?

 

Apakah Sdr. Penuntut Umum tidak sadar bahwa ini adalah salah satu bentuk “KRIMINALISASI” yang telah terjadi terhadap diri kedua Terdakwa?

 

Bahwa kita telah mengetahui adanya azas:

hukum harus ditegakkan walau langit runtuh   

“Fiat Jutitia Ruat Caelum”

 

Kami selaku tim penasehat hukum kedua terdakwa sungguh-sungguh tergores hatinya setelah mendengar dan membaca tuntutan Sdr. Penuntut Umum, apakah azas tersebut sudahlah tidak menjadi pedoman kerja? Kami yakin bahwa tugas dari penuntut umum adalah menegakkan hukum, bukan sekedar membuktikan dakwaannya sehingga apabila fakta-fakta persidangan ternyata membalik dan tidak mendukung dakwaan, maka sudah menjadi tugas aparat penegak hukum untuk secara konsekuen dan besar hati untuk menyatakannya.

 

Bahwa kekeliruan-kekeliruan yang telah terjadi sejak proses penyidikan, dalam hal telah terjadi kriminalisasi terhadap setiap individu ternyata sering kali terus terlanjutkan di tahap berikutnya, dan terus terjadi pembiaran-pembiaran atas kekeliruan tersebut ,  sehingga telah menjadi apa yang kita kenal sebagai “miscarriage of justice”,   apakah kita rela melihat hal seperti ini terus-menerus terjadi di negara kita yang tercinta ini?

 

Apakah Sdr. Penuntut Umum tidaklah tergerak hatinya untuk turut merasakan kalaulah terjadi bahwa dirinya ataupun ada sanak saudaranya yang menjadi korban kriminalisasi sehingga harus menjadi pesakitan, ditahan dan di dakwa serta dituntut dipersidangan yang sesungguhnya-lah ini adalah usaha dan upaya orang-orang pencari ketidak-adilan?

 

 

 

 

Yth. Majelis Hakim yang kami Mulyakan,

 

Karenanya kami mohon kearifan dan keadilan dari Yth. Majelis Hakim, karena pengadilan adalah Gerbang Keadilan terakhir yang menjadi harapan terdakwa dalam mencari keadilan;

serta,

 

bukankah Majelis Hakim yang kami mulyakan adalah merupakan kepanjangan tangan dari Tuhan Yang Maha Esa?

 

Dari lubuk hati kami yang paling dalam, kami mohon agar Yth. Majelis Hakim berkenan dapat membebaskan kedua Terdakwa dari segala dakwaan Sdr. Penuntut Umum, atau setidak-tidaknya melepaskan kedua Terdakwa dari seluruh tuntutan Penuntut Umum, serta mengembalikan harkat dan martabat Terdakwa yang selama ini telah tercampakkan. Bukankah ada kata-kata bijak yang selalu mendasari Putusan Hakim, yakni:

 

adalah lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah daripada menghukum seseorang yang tidak bersalah?

 

Bahwa sehingga demikian, kami selaku Tim Penasehat Hukum Terdakwa mengajukan agar Yth., Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan memberikan Putusan dengan amar sebagai berikut:

 

–            Menyatakan kedua Terdakwa Randy Lester Samusamu dan Dian Yudha Negara tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh Penuntut Umum;

 

–            Membebaskan kedua Terdakwa Randy Lester Samusamu dan Dian Yudha Negara dari seluruh dakwaan Penuntut Umum;

 

–            Melepaskan kedua Terdakwa Randy Lester Samusamu dan Dian Yudha Negara dari seluruh tuntutan Penuntut Umum;

 

–            Mengembalikan harkat dan martabat kedua Terdakwa Randy Lester Samusamu dan Dian Yudha Negara dalam kedudukannya seperti semula;

 

–                 Menyatakan barang bukti berupa:

a.    2 (dua) unit IPAD merk APPLE ukuran 64 GB yang tidak dilengkapi dengan kartu jaminan / garansi dan buku petunjuk penggunaan / manual book dalam bahasa Indonesia;

 

b.    6 (enam) unit IPAD  merk APPLE ukuran 16 GB yang tidak dilengkapi dengan kartu jaminan / garansi dan buku petunjuk penggunaan / manual book dalam bahasa Indonesia;

 

Dikembalikan kepada yang berhak yakni kedua Terdakwa;

 

–            Membebankan biaya perkara kepada Negara;

 

a t a u,

 

apabila Yth., Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex eaquo et bono)

 

Demikian kami sampaikan Nota Pembelaan ini, dan dengan tak lupa mengucapkan pepatah:

tak ada gading yang tak retak

 

Sehingga apabila terdapat sikap, tindakan maupun terucap kata-kata dari kami selaku Tim Penasehat Hukum kedua Terdakwa yang kurang berkenan di hati dari pihak manapun selama di persidangan ini, maka kami mohon maaf yang sebesar-sebesarnya karena bukanlah maksud kami untuk itu, namun semata-mata hanya bertujuan untuk melakukan pembelaan terhadap Terdakwa dalam memperoleh keadilan yang hakiki, dan kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberikan rahmat-Nya kepada kita semua, khususnya kepada Yth., Majelis Hakim yang akan memutus perkara ini.

 

Sebelum mengakhiri Nota Pembelaan yang telah kami susun bersama ini, terdapat permintaan khusus sebagaimana yang telah diatur dalam hukum acara pidana (KUHAP) mengenai tanggapan Penuntut Umum (Replik) atas Pledooi yang disusun oleh Tim Penasehat Hukum dan atau Terdakwa sendiri, agar disampaikan secara tertulis, karena apabila hanya ditanggapi dengan pernyataan:

tetap pada tuntutan;

 

maka kami akan menganggap bahwa Penuntut Umum sesungguhnya tidak mampu untuk menangkis nota pembelaan kami dan sebenarnya setuju dengan apa yang kami tuangkan di dalam nota pembelaan ini namun demikian kami tetap akan mohon kepada Yth., Majelis Hakim yang kami mulyakan agar kami tetap diberi kesempatan untuk menyampaikan Duplik secara tertulis, apabila –quod non– Penuntut Umum memang benar tidak menyampaikan tanggapan (Replik) secara tertulis hal tersebut berkenaan dengan pasal 182 ayat 1 huruf b dan c KUHAP;

 

huruf b: “Selanjutnya terdakwa dan atau penasihat hukum mengajukan pembelaannya yang dapat dijawab oleh penuntut umum dengan ketentuan bahwa terdakwa atau penasihat hukum selalu mendapat giliran terakhir”

huruf c: “Tuntutan, pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis dan setelah dibacakan segera diserahkan kepada hakim ketua sidang dan turunannya kepada pihak yang bersangkutan”

 

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Sidang Yang Mulya atas dapat terselenggaranya pemeriksaan persidangan ini.

 

 

Hormat kami

Tim Penasehat Hukum para Terdakwa Perkara Pidana No.906/Pid.B/2011/PN.Jkt.Pst

 

 

 

 

DIDIT WIJAYANTO, SH, SE, MBA                                           ALEXANDER LAY, SH, LLM                

 

 

ERDIANA, SH                                                                          RISTAN SIMBOLON, SH

 

           

HANUNG HUDIONO, SH                                                        VIRZA ROY VIZZAL, SH, MH

 

 

DURAKIM, SH                                                                         IQBAL ALIF MAULANA, SH

 

 

VICKTOR DEDY SUKMA, SH                                                   HADI SYARONI , SH

 

 

RM. JOKO PURBOYO, SH                                                       YUDA SANJAYA, SH

 

                 

     

 

4 Tanggapan to “NOTA PEMBELAAN / PLEDOI PERKARA IPAD DIAN RANDY”

  1. Semoga vonis BEBAS diputuskan oleh hakim.

  2. saya perlu putusan nya pakah ada?

  3. nimrod androiha Says:

    pa bolehkah saya minta soft copy atau salinan dari putusan pengadilan.saya perlu untuk skripsi saya.atas bantuan bapa saya ucapkan terima kasih

  4. pa klo ada say minta soft copy dari putusan pengadilan.saya mahasiswa dari salatiga pa.klo ada mohon bantuanya terimaskih banyak pa

Tinggalkan Balasan ke david Batalkan balasan